Kita masuk kedalam mobil Bianca. Aku baru tahu betapa gugupnya Bianca. Tangannya bergetar hebat ketika memegang setir mobil. Dia menjalankan mobilnya sekencang-kencangnya, dia tidak menghentikan aksi gilanya sampai dijalan raya Luna Wand. Aku bisa mendengar suara mobil mengklakson kami lebih dari sepuluh kali. Bianca benar-benar kalut saat ini.
“Kau harus tenang, Bianca,” kataku beberapa kali, berusaha menenangkan Bianca walaupun hasilnya selalu sama. Dia berkendara mengelilingi kota tanpa arah dan tujuan. “Kita bisa meninggal kalau kau menyetir seperti ini.”
“Pada akhirnya kita semua akan meninggal karena bahan peledak itu!” bentak Bianca yang pada akhirnya bersuara, mengerem mobilnya sampai-sampai kepalaku terbentur jendela bagian depan mobil.
Aku mendengus sekeras yang bisa kulakukan, mencemooh Bianca dengan tatapanku. Dia menatapku tidak percaya, melototiku marah. Aku meluruskan pandanganku pada jalan didepanku. “Kita nggak boleh gegabah sekarang. Kita berdua adalah satu-satunya orang yang tahu masalah ini.”
“Yang kutakutkan hanyalah tanda tengkorak dikamar Liza itu,” kata Bianca gugup, “Dia ingin membunuh semua orang yang berada dikota ini.”
“Mungkin bukan hari ini. Fotomu juga ditandai dengan gambar tengkorak dan kita tidak tahu sejak kapan fotomu ditandai seperti itu.” Aku mengingatkannya dengan kejadian kemarin. “Kita harus berpikir jernih pada saat-saat seperti ini.”
“Aku akan menelpon Tyler. Aku butuh bantuannya disaat-saat seperti ini,” kata Bianca cepat, mengambil ponselnya. “Dia ada disekolah sekarang bersama Ethan, dan ada anggota futbol yang lain. Latihan mereka sebentar lagi selesai, dia akan menunggu kita disana,” kata Bianca seraya menaruh ponselnya kedalam tasnya. “Kita kesana sekarang,”
Bianca langsung tancap gas, menyetir dengan kecepatan tinggi tetapi kali ini lebih terkendali. Kita sampai disekolah sepuluh menit kemudian. Bianca memarkirkan mobilnya tepat didepan pintu masuk JW.
Kita berdua setengah berlari mendatangi gimnasium yang berada dilantai dua. Sama persis dengan hari Jumat kemarin, tetapi suasananya jauh berbeda pada hari itu. Jumat kemarin, aku datang kegimnasium, berusaha mengontrol kemampuanku agar tidak merasakan emosi semua orang yang kulewati, dan mengharapkan permintaan maafku diterima oleh Ethan. Namun hari ini jelas berbeda. Aku datang kesini dengan tergesa-gesa, dengan seorang rival dimasa lalu, dan seorang yang tidak ingin kuanggap teman. Pada hari ini, jelas aku tidak mengharapkan Ethan di gimnasium. Aku hanya berharap dia sudah pulang sekarang.
“Hei kalian!” teriak Tyler yang sedang duduk dilantai ruang gimnasium berduaan. Dengan Ethan.
Aku mendesah pelan. Aku malas bertemu dengannya hari ini. Untuk apa dia disini? Kenapa dia belum pulang? Apakah dia tinggal disini untuk bertemu denganku? Seribu pertanyaan dipikiranku sekarang, menatap tajam pada Ethan yang sekarang terlihat salah tingkah. Kecanggungan ini berakhir ketika Bianca setengah berlari, merangkul pacarnya dan mencium bibirnya.
“Ada apa?” tanya Tyler, menatap penuh perhatian pada Bianca.
“Sesuatu yang benar-benar buruk telah terjadi. Aku sudah menyelidikinya hampir setahun, sejak musim panas tahun lalu. Aku juga sudah merasakan sesuatu yang salah sejak tiga tahun yang lalu.”
“Semua ini tentang apa?” tanya Tyler tidak mengerti, menatapku, dan Bianca bergantian. “Kalian tampak... panik? Dan kalian berdua berteman sekarang?”
“Itu semua tidak penting sekarang,” jawabku. “Keluarga Night mau menghancurkan Luna Wand. Kami menemukan nota pembelian bahan-bahan peledak dirumahnya. Dia mau membunuh semua orang yang memiliki kemampuan.”
“Semua?” tanya Tyler tidak percaya.
“Nggak mungkin Liza melakukan semua itu!” sahut Ethan cepat, berdiri dari tempatnya dan menatapku tajam. “Aku tahu kau membencinya tetapi bukan dengan cara semacam itu kau ingin menjelekannya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Wand: The Unknown Story
AdventureMeredith Boone tidak pernah berpikir bahwa hidupnya bakal berubah. seratus delapan puluh derajat. Kematian ayahnya membuatnya diusir dari rumahnya di Paris. Meredith, beserta ketiga adiknya dan Ibunya harus kembali kekampung halaman Ibunya di Amerik...