Part Twenty Six - Seeing The Truth (Ariel)

9K 693 9
                                    

Aku digiring kesebuah bangunan Romawi yang kulihat didalam mimpiku, dengan sebuah rumah yang sangat luas disampingnya, yang tidak pernah kulihat sebelumnya oleh tiga orang laki-laki berjas hitam. Aku kagum dengan kemampuan mereka dapat membangun sesuatu seperti ini hanya dalam waktu dua hari. Tetapi dilain sisi, aku khawatir tentang Joe, kemana mereka membawa Joe. Aku takut dia kenapa-napa, tapi aku tahu dia baik-baik saja. Sekarang.

Mereka membawa kami berdua ke rumah luas dismaping bangunan Romawi itu. Ruangannya sangat kuno, indah dan mewah. Seandainya kondisiku tidak seperti ini, aku bakal memuji keahlian arsitek dan keuangan Liza. Laki-laki berjas hitam itu membawa kami kesebuah meja makan berukuran panjang dengan sisa-sisa makanan disana.

“Selamat datang Ariel Welch.” Liza tampak anggun ditempat duduk yang seolah-olah dibuat khusus dirinya. “Aku tahu betapa kagumnya kau terhadap tempat ini. Tapi aku yakin sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukannya. Jadi, apakah ada yang ingin kau tanyakan padaku?”

“Dimana Joe?”

“Sebelum kau bertanya itu padaku. Tanyakan itu pada dirimu sendiri. Kau yang mempersulit kematiannya, Ariel Welch.”

“Apa maksudmu?” teriakku marah. “Aku sudah memberitahu dimana kelompok Bianca berada. Apa lagi yang kau inginkan dariku, Liza?”

“Kejujuran,” jawabnya singkat tapi jelas. “Kau membohongiku tentang mereka yang berada di hutan menuju Kanada. Mereka tidak ada disana, Sayang.”

“Mungkin mereka sudah sampai di Kanada.” Aku berusaha berbicara senormal mungkin, seolah-olah itulah kebenarannya. “Itu yang kulihat didalam mimpiku, Liza. Kenapa kau tidak percaya denganku?”

Liza terdiam beberapa saat dan memberi isyarat pada salah satu laki-lakinya. Laki-laki itu mengangguk pelan dan membawa sesuatu tepat dibelakangnya, tetapi aku tidak dapat melihatnya karena tubuh tambun laki-laki itu. “Tunjukan dia pada Nona Welch.” Laki-laki itu menggiring seorang anak perempuan berumur enam tahun kedepan bergetar hebat. “Dia adalah asalan kenapa aku tidak percaya denganmu.”

“Aku tidak tahu kalau kakak itu bakal menangkap kak Meredith! Kukira dia bakal menyelamatkan kak Meredith! Aku tidak tahu apa-apa, kak! Aku tidak tahu apa-apa! Tolong aku!” teriaknya histeris, lalu segera diangkat oleh laki-laki dibelakangnya itu agar tidak membuat ulah.

“Sepertinya dia belum dapat mengontrol dirinya. Bawa dia kekamar tamu. Kita harus menjaganya dengan baik. Dia berharga.”

“Siapa anak itu?” tanyaku tidak mengerti. “Kau juga menipu anak kecil?”

“Oh. Aku tidak menipunya, Ariel. Aku bahkan menyelamatkannya dari kematian. Dia berhutang budi denganku dan sebagai balasannya dia harus membantuku. Bukankah itu simpel?” tanyanya sambil tersenyum tipis. “Kau ingin melihat Joe, temanmu itu?”

“Ya.”

Liza berdiri dari tempat duduknya dan empat laki-laki itu menggiringku untuk mengikutinya. Kami keluar dari rumah itu dan menuju bangunan Romawi itu. Kami menelusuri lorong panjang untuk masuk kedalam bangunan Romawi ini. Jantungku berdebar kencang ketika memasuki bangunan ini. Apakah Joe berada didalam? Apakah bangunan ini seperti yang kulihat didalam mimpiku waktu itu? Seribu pertanyaan menyerbuku, tetapi aku menggeleng pelan, berusaha mengabaikan pertanyaan-pertanyaan itu.

Aku mendengar suara besi berdesing keras dan mataku langsung tertuju pada arena pasir didepanku itu. Paling tidak ada tiga kurungan yang mengurung dua orang laki-laki didalam arena itu. Liza menyuruhku untuk berdiri didepan lorong, mungkin karena dia tidak ingin orang lain melihatku. Entahlah. Dikursi penonton aku melihat sekitar dua belas orang duduk disana dengan wajah tegang, dan aku melihat orang-orang yang kukenal disana, Jonathan Wilbert, dan London Boone. Dilain sisi paling tidak dua ratus laki-laki berjas hitam menikmati pertandingan ini. Liza duduk ditengah-tengah bangku kosong dengan seorang anak perempuan berumur empat belas tahun.

Luna Wand: The Unknown StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang