Keesokan harinya Joe benar-benar menepati janjinya. Aku dapat keluar dari rumah sakit dengan syarat istirahat dirumah. Persetan dengan itu. Aku koma karena aku mendapatkan mimpi tentang Liam Wildblood, sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit.
Paman Wilbert dan Bibi Arianne menjemputku dan Joe dilobi rumah sakit menggunakan mobil dinas Paman Wilbert. Bibi Arianne tampak lebih kurus dan tidak terawat. Aku merangkulnya lama sekali ketika didalam mobil. Rasanya aku ingin berterima kasih padanya, atas semua yang telah dia korbankan untukku. Aku sama sekali tidak memikirkan tentang itu selama ini. Bibi Arianne sudah terlalu baik padaku.
Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan sesampainya dirumah nanti. Tentunya tanpa sepengetahuan Bibi Arianne. Aku juga harus kembali ke perpustakaan untuk melanjutkan bacaanku tentang keluarga Wildblood itu. Aku lupa tentang peperangan itu setelah beberapa hari beristirahat di rumah sakit. Aku merasakan sesuatu, sepertinya leluhur-leluhur kuno, kalau semuanya itu bakal terjadi dalam waktu cepat. Aku harus bertindak cepat!
Kami sampai didepan rumahku dalam diam. Paman Wilbert bilang dia bakal kembali kekantor polisi. Joe langsung masuk kedalam rumahnya tanpa berbicara apapun padaku. Bibi Arianne dan aku masuk kedalam rumah kita. Sudah empat hari sejak kejadian tabrakan itu aku tidak kerumah. Rasa rindu menyergapku. Ketika Bibi Arianne menutup pintu rumah, aku langsung menghampirinya dan merangkulnya dengan erat.
“Ada apa Ariel?” tanya Bibi Arianne bingung.
“Aku hanya ingin berterima kasih padamu. Atas semua yang telah kau lakukan dan kau korbankan untukku selama ini. Aku selama ini terlalu idiot tidak memikirkan itu. Maafkan aku.”
“Kau sudah berada disisiku selama ini saja sudah membuatku senang, Ariel.” Bibi Arianne melepas rangkulanku sambil tersenyum padaku. “Sekarang naik dan beristirahatlah. Ingat kata dokter padamu.”
Aku menaiki tangga rumahku dan masuk kedalam kamar. Aku langsung mengunci pintu kamarku dan berdiam diri didalam sebentar. Perpustakaan atau melamar pekerjaan? Sesuatu dalam diriku menjawab kalau perang ini benar-benar bakal terjadi sebentar lagi, apa gunanya melamar pekerjaan? Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan.
Ketika aku membuka jendela kamarku, aku baru sadar aku tidak melihat Brigitta dari tadi. Aku menggeleng pelan. Mungkin dia sudah bosan bermain kesini atau karena mungkin misinya sudah selesai, yaitu menyuruhku untuk mencari keenam keluarga terpilih lainnya. Entahlah.
Aku menuruni pohon didepan jendela kamarku itu dan menyelinap keluar dari rumah. Trukku belum kembali dari bengkel, walaupun sudah kembali terlalu riskan untuk membawanya. Lagian aku tahu jalan pintas dari rumahku pergi ke pusat kota hanya dalam waktu sepuluh menit.
Sekitar lima belas menit kemudian, aku sampai diperpustakaan Luna Wand. Aku masuk kedalam dan tanpa membuang-buang waktu mengambil koran tahun 1993 itu lagi. Aku duduk dimeja khusus ruangan koran dan berkonsentrasi pada artikel tentang keluarga Wildblood itu.
“Sepertinya aku sudah lama sekali tidak melihat orang membaca koran tentang keluarga Wildblood.” Aku mengangkat kepalaku, melihat seorang perempuan dengan rmabut hitam pendek yang mungkin lebih tua dua tahun dariku berdiri didepanku. Dibelakang perempuan itu ada dua orang laki-laki. Laki-laki pertama memiliki rambut berwarna hitam dan memiliki kantung mata yang besar, umurnya sekitar akhir tiga puluh tahunan. Disampingnya, laki-laki berumur dua puluh tahunan berambut coklat. “Oh ya. Maafkan atas kelancanganku. Namaku Elizabeth Night, tetapi aku sering dipanggil Liza.” Dia mengulurkan tangannya padaku.
“Ariel Welch.”
“Tentu saja kau seorang Welch.” Liza tersenyum manis dan duduk disampingku. “Aku kenal kau. Kau gadis yang berani melawan Bianca Kajiwara. Aku terkesan padamu.”
“Eh? Kau teman Bianca?” tanyaku merona malu. “Sebenarnya aku tidak bermaksud melakukan hal semacam itu padanya kok.”
“Tidak, tidak. Bianca memang menyebalkan.”
Aku mengangguk setuju.
“Kedatanganku kesini adalah mengajakmu bekerja sama. Kau seorang Welch.” Aku mengangguk dan Liza tersenyum tipis seraya memajukan kepalanya mendekatiku. “Kau salah satu dari keluarga terpilih itu, kan?” bisiknya.
Aku langsung berdiri dari tempatku, dan dua orang dibelakang Liza langsung memasang kuda-kuda. Liza mengangkat tangannya pada dua orang itu, menyuruh mereka agar tetap tenang.
“Aku juga sepertimu.” Dia tersenyum, seolah-olah dia sudah mengetahui segalanya.
“Apa maksudmu dengan kau sepertiku?”
“Aku juga salah satu dari tujuh keluarga terpilih itu dan aku juga sedang mencari enam keluarga terpilih lainnya. Keluarga terpilih yang lainnya yang sudah kuketahui sekarang adalah keluargamu, keluarga Welch, dan keluarga Wildblood yang sayangnya sudah dihancurkan.”
Aku tercengang beberapa saat. Kukira untuk mengetahui keluarga terpilih lainnya bakal sulit. Namun didepanku sekarang berdiri salah satu keluarga terpilih yang juga mencari keluarga yang lainnya. Bagiamana aku tidak bisa sedikit lega sekarang? Aku sudah mendapat satu teman untuk mempermudah semua ini.
“Lalu kedatanganku kesini untuk bertanya padamu. Apakah kau mau bergabung denganku untuk mencari keluarga terpilih lainnya?”
Aku hendak menyalami tangannya, namun entah mengapa hati nuraniku berkata ini tidak benar. Bagaimana mungkin semua ini bisa berjalan gampang? Terlalu gampang malahan. Persetan dengan itu semua. Misiku adalah mencari keluarga yang lainnya untuk mencegah perang brutal yang bakal terjadi. Aku segera menyalami Liza tanpa rasa ragu lagi dan aku tersenyum antusias.
“Bagus.” Liza tersenyum tipis, namun aku tahu senyumannya itu punya arti lain. Ada sedikit rasa penyesalan ketika aku menyalami tangannya tadi, ketika aku menyetujui untuk bekerja sama dengannya. Namun aku berusaha untuk membuangnya. Semuanya bakal baik-baik saja. “Lusa kita bisa mulai pencarian keluarga yang lainnya. Kemampuanmu adalah melihat kejadian masa lalu dan masa datang dari mimpi, bukan?”
“Bagaimana kau tahu?” tanyaku tidak percaya.
“Aku tahu.” Dia menjawab dengan tegas. “Kita akan pergi ke pemakaman. Sepertinya tempat itu adalah jawaban untuk kita. Kemampuanmu dapat berguna bagi kita. Aku pergi dulu.” Liza mencengkram bahuku dengan keras dan berlalu pergi dengan dua cowok itu.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Wand: The Unknown Story
AventureMeredith Boone tidak pernah berpikir bahwa hidupnya bakal berubah. seratus delapan puluh derajat. Kematian ayahnya membuatnya diusir dari rumahnya di Paris. Meredith, beserta ketiga adiknya dan Ibunya harus kembali kekampung halaman Ibunya di Amerik...