Part Twenty Three - Suck It Up (Ariel)

8.7K 708 13
                                    

ARIEL

Aku ingat betul kejadian itu, detik-detik saat kejadian mengerikan itu. Aku berada disalah satu ruangan dirumah Liza. Aku sedang memandang langit sore yang begitu kelam. Seakan-akan mereka tahu tidak bakal ada kehidupan lagi disini. Ledakan itu sangat besar, lebih besar daripada yang kukira. Tetapi entah mengapa dan entah bagaimana, rumah ini tidak ikut meledak seperti yang lainnya.

Pemandangan diluar jendelaku tampak begitu sepi. Aku dapat melihat pusat kota dan rumah beberapa penduduk yang tampak kosong. Seakan-akan Luna Wand sudah mati sebelumnya. Waktu itu jam enam sore. Aku ingat betul aku mendengar suara helikopter diatasku. Aku juga mendengar beberapa orang berbicara diatas dana.

Beberapa saat kemudian, mataku buta dalam sesaat dan telingaku terasa sakit, terngiang-ngiang suara yang sangat besar. Kukira aku juga ikut hilang dengan cahaya itu. Mengakhiri segalanya sekarang terasa lebih mudah. Namun ternyata tidak. Mata dan telingaku kembali normal beberapa detik kemudian. Aku merasakan debu memasuki ruanganku dalam sekejap, membuatku terbatuk. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali setelah itu. Pemandangan didepanku jelas berbeda dengan yang terakhir kulihat. Semuanya hancur. Semuanya sirna. Aku hanya dapat melihat tanah rata sepanjang mataku melihat. Ada beberapa mobil, dan sisa-sisa bangunan yang tebrakar habis.

Setelah semua itu, aku dapat merasakan sesuatu didalam diriku direbut secara paksa. Aku dapat melihat semuanya secepat kilat. Aku tahu semuanya. Aku tahu semua orang yang meninggal. Entah bagaimana aku tahu. Mungkin itu juga salah satu kemampuanku.

Paman Wilbert. Dia meninggal. Rachel, Bu Harvey, pelukis dikantor polisi, dan masih banyak lagi yang tak kuingat namanya. Namun dalam diriku ada sedikit rasa syukur. Joe dan Bibi Arianne masih hidup. Aku juga tahu itu. Meredith Boone, Bianca Kajiwara, Ethan Rainhood, dan London Boone juga. Setidaknya aku masih punya teman diluar sana.

Yang paling penting aku harus menyusun rencana untuk dapat keluar dari sini. Tanpa tertangkap lagi, tentunya.

Aku menikmati kesendirianku ini dengan tenang. Aku tidak berbicara apapun pada siapapun sejak dua belas jam kejadian itu. Aku merasa hampa, dilain sisi merasa tenang. Aku dipisahkan oleh Joe dan Bibi Arianne. Aku tidak tahu dimana mereka sekarang, yang menjadi peganganku adalah mereka masih hidup.

Pada malam harinya, aku bermimpi sesuatu yang penting. Aku melihat diriku berlari dengan Bianca Kajiwara, Ethan Rainhood, dan satu cowok yang tidak kukenal memasuki terowongan pemakaman. Aku memasuki terowongan itu dan melihat keadaan terowongan itu. Begitu magis. Aku dapat merasakan setiap kenangan ketika aku memegang dinding terowongan itu. Sebuah cahaya merah membuatku buta beberapa saat, tetapi perasaan aman lebih membuatku terkejut. Aku dapat merasakannya. Aku merasa aman didalam sini. Lalu, semuanya menghilang kembali dalam sekejap.

Makan pagiku datang keesokan harinya jam delapan pagi. Aku terbangun ketika mendengar suara pintu ditutup dari luar lagi. Aku melihat menu makananku, paha bebek goreng dan sup sosis. Aku mencium bau harumnya dalam-dalam. Rasanya aku menjadi rindu dengan masakan Bibi Arianne, namun aku tahu tidak bisa menikmati makanan itu lagi. Paling tidak beberapa waktu ini. Aku harus tetap optimis kita bisa selamat.

Sepanjang hari itu aku tidak melakukan apapun. Aku berbaring diatas tempat tidur dan merasakan kehidupan nyaman sebisa mungkin, atau melihat keluar jendela walaupun tidak ada perubahan disana. Semuanya sama. Gersang, hampa, dan kosong. Mungkin sama seperti perasaanku sekarang.

Pada malam harinya, aku dibawa oleh tiga orang laki-laki berjas hitam kekantor Liza. Disana, aku melihat Elizabeth Night didepan meja kerjanya dengan Edward Kline dan Matthew Anderson. Disisi lain, aku melihat Jonathan Wilbert berdiri diantara empat laki-laki berjas hitam dengan lebam diwajahnya. Bibi Arianne disampingnya, dengan dua laki-laki berjas hitam. Joe menatapku dengan senyuman percaya diri, membuatku makin berani untuk menghadapi Liza didepanku. Apapun yang dia inginkan dariku.

“Jadi. Kau seharusnya tahu apa yang ingin kutanyakan padamu,” kata Liza padaku.

“Maafkan aku, Liza. Aku bukan peramal.”

Dia mendengus kesal sambil memutar matanya. “Aku tahu Bianca dan kawan-kawannya masih hidup. Aku yakin kau juga melihat itu didalam mimpimu. Beri tahu aku dimana mereka sekarang. Mereka pasti tidak jauh dari sini.”

“Apa maksudmu mereka masih hidup?” Aku berakting sebagus mungkin, menatapnya terkejut seolah-olah aku baru tahu Bianca masih hidup. “Aku tidak tahu kalau mereka masih hidup, Liza.”

“Kau tidak tahu.” Dia melihatku tidak percaya. “Apakah kau benar-benar tidak tahu?”

“Ya ampun. Apakah mukaku tampak tahu tentang itu? Kukira semua orang di Luna Wand sudah meninggal karena ulahmu. Tapi ternyata masih ada yang selamat dari kiamat ya?” Aku memandangnya penuh hinaan.

Liza mendengus kesal. “Apakah aku pernah memberitahumu kalau Edward Kline bisa memanipulasi awan hitam? Awan hitamnya itu memiliki berbagai bentuk dan kegunaan. Salah satunya adalah untuk membunuh.”

“Aku hanya pernah coba yang untuk membius dan melihat yang untuk menjerat,” jawabku santai. “Lalu apa tujuanmu mengatakan semua itu?”

“Edward,” panggil Liza, dan Edward langsung mengangguk mengerti. Aku melihat arah mata Edward dan mengikutinya. Sebuah asap hitam menyekap Joe dan menerbangkannya keudara. “Nasib temanmu ini ada ditanganmu, Sayang.”

“Lepaskan Joe sekarang juga! Aku tidak tahu apa-apa!” bentakku sambil memukul meja didepan Liza. “Lepaskan dia!”

“Awan itu akan terus naik hingga menutupi seluruh tubuhnya. Sekitar tiga menit, temanmu itu bakal meninggal karena sifat keras kepalamu itu. Beri tahu aku dimana Bianca dan komplotannya. Sekarang!” teriaknya.

 “Aku tidak tahu apa-apa. Lepaskan Joe sekarang juga!” jawabku bersikeras. “Aku benar-benar tidak tahu apa-apa, Liza. Apakah kau sudah lupa bahasa manusia?”

“Percepat kematian Jonathan Wilbert, Edward.”

Aku mengerling menatap Joe. Mukanya memerah karena kehabisan nafas, dan awan itu sudah sampai diatas hidungnya. Dia sudah tidak dapat meronta-ronta lagi. Apa yang harus kulakukan sekarang? Melihat kematian teman terbaikku atau memberitahu lokasi teman-teman yang mungkin bakal membantuku menyelesaikan ini semua? Aku menggigit bibirku bingung.

“Bibirmu berdarah, Sayang. Kau bimbang antara membantu temanmu atau memberitahu lokasi Bianca dan kompolotannya ya?” Dia tersenyum penuh kemenangan. “Beri tahu aku lagi. Joe bakal meninggal karena sifat keras kepalamu itu.”

“Jangan, Ariel! Jangan pernah beritahu mereka!” teriak Joe disana walaupun dia kehabisan nafas. Aku mengerling padanya. Awan hitam itu sudah memenuhi dirinya. Kedua tangannya naik keatas, mungkin memberitahuku dia masih bertahan hidup. “Lebih baik aku mati daripada melihat cewek jalang itu menang!”

“Jangan dengarkan dia, Sayang. Setelah Jonathan, Bibimu yang bakal meninggal. Mereka berdua bakal meninggal karena sifat keras kepalamu itu. Cepat beri tahu aku!”

Aku memukul meja itu hingga kacanya retak. Aku menatap Liza kehabisa ide. “Aku bakal memberitahumu dimana Bianca dan yang lainnya. Aku memang tahu dimana mereka.” Liza tersenyum senang, lalu dia memberi isyarat pada Edward untuk menurunkan Joe.

“Jangan, Ariel!” Joe berlari kearahku, namun ditahan oleh empat laki-laki berjas hitam yang mengelilinginya itu. “Jangan pernah berkata apapun pada mereka!”

“Diam!” teriakku padanya, sudah membulatkan tekadku. “Aku bakal memberitahumu dimana Bianca, Meredith, Ethan, dan satu cowok yang tidak kukenal itu. Aku melihat mereka didalam mimpiku.”

“Tyler...” desisnya pelan. “Lalu dimana mereka?”

Aku memejamkan mataku beberapa saat sambil mengepalkan kedua tanganku. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan lain. Aku membuka mataku dengan air mata tumpah ruah dari kelopak mataku. Mungkin aku pengecut karena tidak bisa melihat kedua orang yang paling berharga bagiku meninggal didepanku, dan lebih memilih untuk melihat dunia ini hancur. Bibirku bergetar hebat ketika aku melakukannya. Tapi aku tahu ini adalah yang terbaik bagi kita semua. Aku tahu.[]

so, guysss... sesuai janji hari ini gw update ;;);;)

jadi, kalau menurut kalian, apakah Ariel akan berkata yang sejujurnya atau berbohong?? dan apa alasannya?? komen dibawah! thanks for reading this chapt, please comment and vote! :D

Luna Wand: The Unknown StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang