Bab 9

105 4 0
                                    

Warung Es Kelapa

     AWALNYA Bintang malas untuk pulang. Namun mau tak mau, ia harus menemani bundanya dirumah. Sebenarnya dia memanggil mama, namun entah kenapa ia sangat ingin mengganti kata mama menjadi bunda. Jadi terkadang dia memanggil mama tapi terkadang juga dia memanggil bunda. Biasanya dia akan memanggil Bunda, saat dia ingin bermanja ria. Dan Indah—mama Bintang tidak keberatan dengan hal itu. Hari ini sepertinya dia harus pulang, untuk menghabiskan waktu manjanya bersama Bunda. Papa nya sedang dinas, bahkan tidak pernah pulang karena memiliki apartemen baru yang dibelinya satu bulan lalu. Bintang sih senang-senang saja namu terkadang ia kasian pada bundanya.

"Bin, lo langsung balik?" Tanya Johan.

"Iya, gue duluan!" Balasnya.

"Oke" ujar Varo dan Johan lalu Bintang berjalan."Eh, Bin. Nanti maen futsal jangan lupa di rumah Reval."

"Sipp, nanti line gue aja!" Selanjutnya Bintang benar-benar hilang dari pandangan.

Cuaca hari ini lumayan terik, dan sangat segar jika ada es kelapa yang menemani. Niatnya, Bintang akan mampir ke warung es kelapa. Sepertinya nongkrong sebentar tidak masalah, lagi pula sedari tadi tenggorokkannya sangat kering dan butuh sekali cairan. Kebetulan, warung itu sepi jadi Bintang tidak perlu repot-repot untuk menunggu ataupun mengantri.

Bintang menuruni motornya, lalu menghampiri si penjual es kelapa. Warung itu tidak terlalu kampung , ya walaupun bahan bangunannya terdiri dari bambu. Namun nuansa dan dekorasi yang mendukung mampu membuat warung itu terlihat seperti kafe anak remaja. Tulisan-tulisan disekitar tembok bisa digunakan untuk backround picture. Meja yang biasa ditemukan di kafe-kefe dapat kita rasakan. Suasana rumahan, sejuk dengan banyak pepohonan. Disekitarnya ada perumahan orang elit. Sedangkan di belakang warung itu sendiri terdapat kebun bunga milih salah satu warga perumahan.

"Bu, es kelapanya satu!" Ucapnya bersamaan dengan seorang perempuan.

"Saya dulu bu!" Perempuan itu tak mau kalah.

Bintang pun begitu,"Enak aja, gue duluan. Lo gak liat dari tadi gue nunggu disini."

Namun sepertinya suaranya kenal, sangat tidak asing di telinga. Lamat-lamat mata mereka bertemu. Keduanya terdiam, tidak menyangka saja, keduanya akan bertemu di tempat ini.

"Eh, kak!" Si perempuan mengenalinya.

"Elo ternyata!" Sahut Bintang pendek.

"Kenapa? Gak boleh ya? Eh, gue duluan deh yang beli es kelapanya!" Bujuk Kejora.

"Nggak, gue duluan!" Bintang memang sulit untuk diajak kompromi.

"Ayolah kak, yah. Gue duluan boleh dong, boleh kan?" Kejora tak patah semangat membujuk.

Si penjual es kelapa masih tetap diam memperhatikan mereka berdua yang sedari tadi cekcok tiada henti. Yang satu keras kepala dan yang satu lagi tak mau kalah. Bagaimana bisa mereka ini disatukan, yang ada hanya muncul permasalahan baru. Seperti saat ini, mereka bertemu tak sengaja saja sudah ribut persis seperti anak balita yang merebutkan mainan.

"Loh, bu. Kok es kelapanya gak dibuat sih?" Kejora mengerutkan keningnya kecewa.

"Ya habisnya dari tadi mas sama mbak
berantem mulu. Saya jadi bingung sendiri." Penjual es itu nenggaruk kepala yang dipastikan tidak gatal.

Bintang KejoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang