"Aku ingat sesuatu!
"Apa kamu ingat, kenapa kamu jadi seperti sekarang ini? Jadi seperti sekarang?" tanya Freya.
Sabit putih terbakar itu berputar. Apinya merambat tak disadari oleh freya. Meski tak merasakan panas, siapa yang tidak panik jika bajunya terbakar. Saat itulah Edgar mengambil kesempatan. Menarik peri kecil bersama jam kecil di bahu Freya.
"Kau punya kemanpuan time pause dengan memakai jam ini. Dan menggunakan pena ajaib kakaku untuk menggambar peri ini." tebak Edgar.
"Jika ya kenapa? Ayolah, meski kamu tau kelemahanku, bukan berarti kamu akan menang." ucap Freya ketus.
"Aku juga ingat kita pernah begini sebelumnya. Saat itu aku belum menemukan diriku sendiri––alasanku memilih jalan penyihir." tanganya menjibakan rambutnya ke belakang, sejuntai tipis rambutnya tersapu mengukuti arah angin. Sesimpul senyum terukir di wajahnya.
"Lalu apa alasanmu. Kamu senang melakukanya karena kamu selalu menang?" tanya Freya.
"Bukan. Tapi karena aku ingin bisa menjadi bagian penting dari teman-temanku!" Edgar mengambil ancang-ancang untuk mengunuskan sabitnya.
"Menjadi bagian penting? Aku mendengarnya seperti kamu dimanfaatkan." Dengan nada angkuh dan bersiap mengepalkan tanganya dia sudah bersiap menangkis serangan Edgar.
"Bodo amat! Berarti aku berguna untuk orang lain!" sabit putih berlapis api kini tertancap di tebing. Getaranya membuat Freya tak ubahnya bulu yang ditiup angin.
Sebelum gadis malang itu jatuh, sesosok bersayap keemasan menangkapnya. Bayangan surai pendek berwarna senada dengan sayapnya terlihat dari penutup kepalanya.
"Maaf saya lancang yang mulia. Tapi waktu anda bersenang-senang di sini sudah berahir." sambil tetap menggendong Freya, Vero mematahkan pena ajaibnya kemudian memboyongnya ke kereta kuda ber dekorasi khas kerajaan.
Bagai petir di siang bolong, sebuah gamparan mendarat di pipinya.
"Aw––buset napa, sih?" sambil terus memegangi pipinya, ia menatap kesal Edgar."Itu peninggalan kakaku! Kenapa kamu patahin?" semprot pemuda bermanik hazel tersebut.
"Maaf, gatau cara membatalkan mantranya. Lagian kamu tau, kan cara memperbaikinya?" tanpa rasa menyesal Vero mengembalikan pena itu.
"Kok kamu bisa tau aku di sini?" tanya Edgar.
"Pertarungan kamu itu hening banget. Sampai kedengeran ke tempat kami." jawab Vero santai.
"Kamu ini!" Edgar memasang muka cemberut palsu, kemuduan tertawa bersama.
••••
"Baik, rapat dicukupkan sekian, terimakasih perhatianya," ucap Maya dengan pasti. Satu persatu siswa di ruangan OSIS keluar hingga menyisakan Edgar dan Maya yang duduk berjauhan.
"Kenapa kita duduk kayak yang lagi perang gini?" Edgar sadar posisi mereka sangat tidak nyaman untuk mengobrol.
"Maya maya, aku mau tanya sesuatu." kata Edgar sambil mendekat.
"Hm?"
"Kamu pernah ngak ngerasa ngak asing sama orang yang padahal baru kamu temui?" entah mengapa kecanggungan menyelimuti mereka berdua.
"Maksudnya seperti dèjá vu?" respon Maya.
"Iya! Beberapa waktu lalu aku keingat masa lalu, dan ternyata aku pernah ketemu kalian semua sebelum masuk sini." papar Edgar.
Sesimpul senyum usil tergores di bibir merah alami Maya, muncul reaksi spontan yang aneh dimana tanganya mendorong pelan bahu Edgar.
"Ciee––gabisa move on!" candanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
E.Sya.Ve.Ya: Guardian Friends
FantasyLahir dari latar belakang dan kekuatan yang berbeda. Edgar, Syafira, Vero, dan Maya di pertemukan di sekolah untuk anak-anak berkekuatan ajaib. Takdir juga membawa mereka menjadi sahabat. Mereka mengalami petualangan luar biasa. Puncaknya sabotase...