Ujian praktek diadakan gabungan di lapangan sekolah. Kali ini Edgar, Syafira, Vero dan Maya berdiri sejajar.
"Tadi kamu kenapa? Teriak keras amat?" tanya Edgar.
"Itu, sayapku." Vero meneringai.
"Harusnya kanu minta disembuhkan Bu Adelide." saran Maya.
"Ah, iya kulakukan setelah ujian ini, ya." respon Vero santai.
Selain penentu nilai semester ini, ujian praktek gabungan jadi tontonan yang menarik bagi siswa. Bahkan mungkin dijadikan ajang untuk mencari lawan jenis yang menarik dari kelas lain, atau sekedar menambah teman.
Adelide berdiri di sisi lain lapangan bersama guru-guru lainya.
"Repot juga menyiapkan ujian praktek ini. Masing-masing dari mereka punya kekuatan, keahlian dan cara tersendiri dalam menyelesikan masalah." celetuk sang kepala sekolah."Jangan lupakan seberapa somongnya mereka saat berhasil." sindir guru ber-name tag Alex untuk Dean. Tamer muda itu masih sempat-sempatnya tebar pesona pada gadis-gadis.
****
"Edgar Silverwings..." terdengar suara seorang guru.
Edgar berjalan santai menuju sekumpulan boneka kayu bersar dengan tangan berduri. Ia pun sudah membawa sabitnya. Menangkis tangan-tangan berduri kemudian menebasnya.
"Whoa!" Syafira terkagum saat melihat satu-persatu tangan bonekanya terbang.
Kini tinggal tersisa bongkahan kayu yang bergerak tak karuan. Edgar menancapkan sabitnyaWussh....
bongkahan kayu itu habis jadi abu. Semua bertepuk tangan.
Setengah jam kemudian, giliran Maya yang dipanggil. Kali ini dia harus mengambil sebuah kertas yang digantung begitu tinggi. Seekor monster seperti belut menghalangi jalanya.
Maya mulai dengan pijakan kecil, lama kelamaan semakin tinggi. Sesekali ia harus terbang untuk menghindari belut itu. Sampai ia nekad. Menumbuhkan sebuah sulur yang membelit belut itu sekaligus membuatnya jadi seperti pilar pijakan itu.
"Pijakan tambahan, dan aku selesai!" Maya begitu santai saat mengambil kertasnya. Siswa dan guru dibuat tertegun oleh si underdog.
Syafira dipanggil tak lama kemudian. Gadis itu melewati rintangan dalam hitungan detik. Sesekali hampir celaka karena bergerak terlalu cepat. Di depanya kini ada seekor naga tanah besar.
Syafira membidik dengan panahanya. Tapi panahanya selalu meleset dari naga itu.
"Huu..." sekumpulan anak menyorakinya sambil mengacungkan jempol terbalik.
"Hahaha... Lihat dia! Udah payah, sok pinter, gampang dibodohi pula! Aku harus menjahilinya lagi!" Tito menggunakan kekuatanya untuk menembak titian kayu.
"UWOW– AA– UH..." badan mungilnya goyah. Tapi ia buru-buru menarik sebuah tali transparan. Sebenarnya setiap anak panah yang ia lontarkan dihubungkan sebuah benang trasparan. Tak ada yang menyadari semua meleset yang Fira lakukan adalah untuk melilitkan tali di sekitar naga tanah itu. Saat benangnya ditarik, naga itu terjerat.
"Dan eh, tau ngak, dia itu sebenarnya–– JENIUS!!" Tito terbelalak saat berbalik. Mahluk itu sudah terjerat. Syafira turun dan mendekatinya.
"Oye, jangan bergerak!" tindakanya tak di sangka. Dia menyembuhkan luka naga tanah itu.
"Sekarang siapa yang payah?" Vero bicara jutek. Tikus kecil bekas ujian peserta sebelumnya lepas dan mendekat ke arah mereka. Tito berteriak, mengusirnya dan berlari dengan gaya yang kemayu.
Bukan hanya siswa yang terkagum. Adellide yang sudah cukup lama menunjukan ketertarikanya pada empat sahabat beda ras itu, ikut tertegun.
Sebuah ingatan lampau terbersit kembali ke permukaan. Mengajak pemiliknya kembali ke masa lalu. Melihat kembali sosok bersurai keperakan yang serupa dengan yang ia lihat hari ini.
****
Lapangan yang sama dengan pemandangan yang berbeda. Pohon sakura yang sudah berdaun hijau masih setinggi orang dewasa. Guru berteriak dari sebuah kerucut kardus memanggil siswa.
Seragam yang mereka pakai masih kemeja putih, bawahan putih--abu kotak-kotak dan rompi merah rajutan. Semua dasi berwarna hitam tapi bentuknya berbeda.
Remaja putra berambut putih keperakan, manik abu-abu terang, berkulit kuning langsat.
Ia berlari mengitari seekor naga tanah
Selanjutnya Vero. Dia harus menghindar dari hujan bebatuan. Dengan air yang sudah di sediakan, dia membuat prisai dari air. Uniknya prisai itu terlihat seperti sulur berduri yang mengurungnya.
"HIYAA....!"
Remaja pirang itu memegang cambuk air yang juga terlihat seperti sulur berduri. Menghancurkan bebatuan sampai ke sumbernya.
Diam-diam Adelide mengacungkan jempolnya.
****
"Hahaha–– harusnya kamu lihat ekspresi Tito waktu itu!" Vero terpingkal saat menceritakan kejadian dua hari yang lalu.
"Tapi tunggu, sejak kapan kamu bisa kekuatan penyembuh?" sela Maya .
"Umm, sekitar–– sebulan yang lalu. Sejak aku tau kalau teknik regenerasi Vero ngak bisa digunaiin terus-terusan." Syafira memutar-mutar garpunya. "Dan bisa kalian bayangin berapa banyak orang dan mahluk yang bisa kutolong jika aku punya kemampuan ini." jawabnya polos.
"Ohya, kapan hasilnya dibagi?" tanya Syafira.
"Minggu depan. Karena ulanganya udah selesai, kita pikirin aja dulu tentang persiapan festifal magic game nanti." kata Edgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
E.Sya.Ve.Ya: Guardian Friends
FantasíaLahir dari latar belakang dan kekuatan yang berbeda. Edgar, Syafira, Vero, dan Maya di pertemukan di sekolah untuk anak-anak berkekuatan ajaib. Takdir juga membawa mereka menjadi sahabat. Mereka mengalami petualangan luar biasa. Puncaknya sabotase...