BAB 17 - When your friends got a broken heart

137 9 1
                                    

Disclaimer : This story and fict is absolutely mine!

Happy Reading!

---------------------------------------

"Lo serius dia ngomong gitu, Ke?"

Rike mengangguk pelan. Kedua mata sembabnya menatap Manda lalu beralih ke Asha sebelum memutuskan menunduk lagi berusaha menyimpan airmatanya.

"Dia.. dia dua hari lalu ngajakin gue ketemuan..g—gue pikir itu.." suara Rike tersendat-sendat, mencoba menyampaikan kisah duka dari hubungannya dengan laki-laki yang sudah empat bulan lebih menjadi kekasihnya. "Itu bakalan jadi quality time kita yang ke sekian kalinya, tapi ternyata—" dan isak tangis pun kembali memecah, meruntuhkan ketenangan suasana kamar sang pemilik.

"—he was asked me to break up,"

Manda kembali memeluk Rike yang menangis tersedu-sedu, menenangkan perempuan itu sambil mengelus punggungnya.

Sementara itu, Asha duduk di sofa, memandang obyek yang ada di atas ranjang berlapis seprai biru langit miliknya dengan pandangan prihatin—pada awalnya. Namun, kini bentuk pandangan itu sudah berubah.

Ih yaelah yaudah kek apalagi yang mau di harapin?

Perempuan itu menyandarkan tubuh di sandaran sofa. Sebenarnya melihat keadaan seperti ini sudah pernah ia lalui beberapa bulan lalu, dan sebagai karib yang baik ia berusaha mencari tempat yang tepat untuk menyesuaikan keadaan supaya terkendali. Meski sebenarnya tak ada hal paling berarti yang ia perbuat karena terlampau bingung dengan apa yang harus ia lakukan.

Dua jam sudah berlalu, Asha hanya mampu menghela nafas berulang kali, menyadari seluruh planning santai di hari libur PKL-nya menjadi failed dan merelakan kamar—terutama ranjang empuknya menjadi tempat keluh kesah Rike sambil terisak-isak untuk yang kesekian kalinya yang entah kapan akan mereda.

"Yaudahlah, Ke, ikhlasin aja kalo emang dia pengen kayak gitu. Lo nggak perlu ngemis-ngemisin dia supaya nggak mutusin lo—terlepas lo udah terlanjur sayang sama dia. Seiring waktu sejuta penyesalan bakal terpampang di mukanya ketika dia menyadari kalo rasa lo ke dia lebih tulus daripada cewek manapun."

Manda mengelus bahu Rike yang bergetar. "Sementara lo bisa fokus dulu sama sekolah. Lo tau dunia lo itu nggak cuma tentang dia, lo nggak bisa kayak gini terus. I mean, lo boleh sedih, lo boleh nangis tapi ya jangan over. Lo juga harus inget, fokus lo sekarang ini juga ada di PKL, jangan sampe cuma gara-gara dia semuanya malah jadi berantakan."

"Nah, that's the point, Ke!" Asha ikut menyahut. "Lagian kan udah pernah gue bilang, lo sama Danar tuh nggak cocok. Dia tuh—"

"Sha!"

Ucapan Asha terputus, ia kembali mengunci mulutnya rapat-rapat saat Manda dengan mata melotot, menoleh ke arahnya memberi tanda peringatan.

Baru saja ia bermaksud menyampaikan opini terkait perkara Rike dan mencoba memberitahu bagaimana seharusnya Rike menyikapi hal ini, Manda dengan galak sudah mematahkan pernyataan sebelum ia menyelesaikan.

"I'm sorry,"

Asha melipat kedua tangan di dada seraya menghembuskan nafas. Perempuan itu memutar mata, setengah kesal karena sejak tadi tak pernah di beri kesempatan bicara. Di mata sahabatnya itu selalu saja ia salah saat mencoba menyalurkan saran perkara makhluk berbatang yang begitu sering membuat karibnya yang satu ini bergalau-ria.

Asha sadar bahwa pengalamannya dengan kaum adam masih nol besar. Tapi bukan berarti ia tak paham atau bahkan tak mampu sedikit saja dalam memberi saran kan?

Our FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang