Jika Takdir - 13

850 43 0
                                    

*

Hari sabtu aja masih masuk kuliah. Cahya mulai bosan juga dengan rutinitasnya. Padahal cuma datang, duduk, belajar kan? Padahal cuma satu mata kuliah loh!

Huh, sayangnya nggak bisa jadwal kuliah ini digeser ke hari lain, gara-gara kelasnya mesti gabung sama jurusan lain.

Cahya melangkah gontai berjalan menuju gerbang kampus, hendak pulang. Ia tidak sendiri kali ini, karena tadi sempat berpapasan dengan salah satu teman sekelasnya, Rahma, yang juga hendak pulang.

"Tumben pulang sendirian?" Rahma membuka pembicaraan.

Cahya mengangkat alisnya sebelah.
"Emang biasanya gue pulang sendiri kok."

"Bukannya kamu biasa jalan sama, hmm, cowok gitu yang suka nunggu kamu di taman itu.."

"Ah," Cahya baru ingat, padahal hampir tiap hari dia pulang bareng cowok itu, si sipit Rahmat. Lebih tepatnya sih, terpaksa pulang bareng karena dia kebangetan setia nunggu Cahya hanya buat pulang bareng.

"Dia kalau hari Sabtu nggak ada kuliah," jawab Cahya, pendek.

"Oh gitu. Maaf nih Cahya, aku kepo. Tapi aku seriusan pengen tau biar aku nggak su'udzon sama kalian."

Cahya tersenyum kecil, "Why?"

"Kalian itu pacaran nggak sih?"

Kali ini Cahya tersenyum lebar. "Enggak lah Rahma." Cahya masih meneruskan tawanya,
"orang-orang juga pada nanya begitu ke gue, jadi lo nggak usah minta maaf, ya?"

Rahma tersenyum tulus.

"Oh gitu. Alhamdulillah. Soalnya teman-teman sekelas kita juga pada ngomongin kamu, dikiranya kamu pacaran sama cowok itu, karena kamu jarang kumpul sama kita-kita."

Iya juga sih, batinnya, gue kalau selesai kelas, pergi bareng Mia. Kemana-mana sama Mia. Sekalinya nggak sama Mia, si Rahmat muncul. Pulang kuliah hampir tiap hari bareng Rahmat. Wajar, sih muncul gosip aneh-aneh.

"Tapi, gue bareng sama Rahmat karena dia selalu nungguin gue. Padahal janjian aja nggak pernah. Ya gue nggak enak udah ditungguin masa ditinggal."

Kali ini Cahya menoleh pada Rahma, menatap wajahnya.

"Rahma, gue yang mestinya minta maaf sama lo, dan sama temen-temen sekelas. Gue emang orangnya suka sendirian. Kalau nggak sendirian, pasti sama Mia. Tapi bukan maksud gue jutek sama kalian semua. Serius deh."

Rahma lagi-lagi tersenyum.

"Iya, nggak apa-apa. Aku cuma denger omongan temen-temen aja. Makanya aku tanya kamu langsung, tabayyun, biar aku nggak su'udzon sama kamu."

Cahya mengangguk-angguk paham. Biasa lah, cewek emang tukang gosip.

Kini keduanya sudah sampai dekat masjid al Bayyinah.
Sosok wanita berkerudung warna biru dongker menghampiri mereka berdua dengan nafas terengah-engah.

"Cahya, Rahma..."

Keduanya mengerutkan kening menatap Fira, cewek yang menghampiri mereka itu.

"Kalian udah mau langsung pulang? atau mau ke tempat lain?" tanya Fira, setelah dia berdiri tegak di hadapan kedua anak itu.

"Mau pulang sih," sahut Cahya.

"Emang kenapa kak?" kini Rahma yang bertanya balik.

"Yuk temenin aku syuro'. Aku nggak enak kalau cewek sendirian."

Rahma dan Cahya terdiam. Keduanya tidak paham, syuro' itu acara apa?

"Ah," kata Fira, baru ngeh kalau mereka nggak paham. "Syuro' itu rapat, nah rapatnya itu di Al Bayyinah. Kalian, udah daftar jadi anggota Al Bayyinah kan?"

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang