Jika Takdir - 18

681 39 0
                                    


***

Rahmat masih saja selonjoran di atas kasurnya, walaupun adzan subuh sudah terdengar mengalun dari musholla.

Karena baru bangun, sambil nunggu 'nyawa ngumpul', dia memainkan handphone dulu. Mengecek SMS atau telpon yang masuk.

Hanya ada sebuah pesan dari nomor yang ia kenali tiga digit belakangnya, tapi tidak pernah ia save.

Selamat pagi, Mat. Sampai ketemu di kampus nanti, ya.

Heuh, sakarep mu wae lah (terserah kamu aja).
Baru bangun udah dibikin bad mood aja!
umpat Rahmat dalam hati.

Ia lanjut beranjak dari ranjangnya, membuka pintu, lalu  mengambil handuk dari jemuran handuk di seberang kamarnya.

Mendadak ia ingat sesuatu.

Rahmat kembali meraih handphonenya lagi, lalu mengetikkan beberapa kata. Mengirimnya ke moodbooster-nya.

Semoga saja kali ini dibalas.

Baru saja Rahmat hendak memilih baju yang akan dipakainya hari ini, ringtone SMS terdengar.

Okee

Hanya satu kata saja, namun dampaknya besar buat Rahmat.

Siulan penuh kegembiraan terdengar seiring langkahnya menuju kamar mandi.

***

Arsya baru saja bangun ketika sholat shubuh berjama'ah telah selesai.

Ia melirik handphonenya. Pukul 04.59.

Arsya mengacak-acak rambutnya, lalu mengusap wajahnya untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa.

Kaos tipis yang dikenakannya bermandikan keringat. Kini ia mengusap-usap bagian belakang lehernya. Masih sedikit lembab.
Arsya mencari handuk yang ia gunakan semalam.

Beginilah kalau menginap bareng-bareng di satu tempat yang isinya cowok single semua. Barang-barangnya bertebaran tidak karuan.

Mungkin semalam juga mereka semua tidur dengan 'masa bodo' tas temennya keinjek ataupun baju temennya nggak sengaja mereka jadikan alas tidur.

"Ketemu!" gumam Arsya, setelah ia mencari diantara gantungan jaket-jaket bertanda 'Al Bayyinah' di bagian punggungnya.

Ia meraih gagang pintu, lalu membukanya.

"Astaghfirullah!" pekik keduanya. Iya, Arsya dan orang yang tiba-tiba muncul saat Arsya membuka pintu.

"Baru bangun ente? Udah telat shubuhnyaaa..." sapa orang itu yang ternyata Zaenal alias Zeze, temen karib Arsya yang beda jurusan.

"Banyak nyamuk, Ze. Mana gerah banget lagi," keluh Arsya, sambil mengusap bagian belakang lehernya lagi.

"Lagian bukannya bangunin?"

"Eh, lo nggak tau kalo lo tidur kayak apa? Persis orang mati! Susah banget dibanguninnya. Udah gue tepokin berapa kali, udah gue teriakin di kuping lo, lo nggak bergerak sama sekali. Nyadar nggak, waktu ada yang bangunin lo?"

Arsya menggeleng lemah. Ia memang tidak ingat. Ia cuma ingat, sekitar jam 11 dia hendak tidur, meskipun di sekitarnya ikhwan-ikhwan Al Bayyinah masih sibuk, nggak tau pada ngapain aja.

Baru saja tidur sebentar, serangan nyamuk berdenging di telinganya dan mengigit tangan serta kakinya. Kontan ia bangun. Menepoki nyamuk-nyamuk itu dulu, beberapa. Lalu melanjutkan tidurnya.

Tapi sayang sekali sepertinya nyamuk-nyamuk itu menyukainya, dan akibatnya Arsya harus bolak-balik bangun hanya untuk mengusir hewan kecil bersayap itu.

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang