***
"IP lu berapa kemaren?"
Rahmat nyengir. Tanda dia hendak berbohong. Itu ciri khasnya, yang sekarang sudah dihafal dengan baik oleh Cahya.
"Jangan bohong, loh."
Rahmat memutar bola matanya, sok-sok mikir.
"Kecil sih, ya, paling lebih besar IP lo daripada gue."
"Nggak udah sok merendah gitu deh. Sini gue liat IP lo di portal akademik."
Cahya mengklik tanda 'google chrome', lalu muncul tampilan 'google search'. Ia mengetikkan alamat website akademik kampus mereka. Muncul kolom 'log in' disamping kiri.
"Emang lo tau username gue berapa?"
Username yang digunakan berupa nomor mahasiswa mereka masing-masing.
"Tau dong," Cahya mengetik empat belas angka nomor mahasiswa milik Rahmat.
"Passwordnya nggak tau kan? Udah gue ganti, bukan sama kayak nomor mahasiswanya."
Cahya tersenyum. Ia mengetik enam angka di kolom 'password'.
"Yeay, terbuka!"
"Ih kok lo bisa tau sih?" Rahmat menutupi layar netbook Cahya dengan kedua tangannya.
"Tanggal lahir lo."
Diam-diam Rahmat tersenyum. Ke ge-er an karena Cahya ingat tanggal lahirnya. Jadi dia udah mulai perhatian nih, sama gue?
"Ya udah lo kasih tau aja makanya."
"Enggak."
Cahya mencubiti lengan Rahmat.
"Ah, iya iya ampun deh! Cuma dua koma berapaa gitu, gue lupa," Rahmat meringis kesakitan, mengusapi lengannya di bagian bekas cubitan.
Cahya lebih sigap. Setelah Rahmat lengah karena mengurusi lengannya, ia meng-scroll halaman bagian 'rincian nilai akademik'.
Cahya mengamati satu persatu. Sementara Rahmat sudah menyerah untuk mencegah Cahya. Dia orangnya memang tidak tegaan, apalagi buat menyakiti Cahya. Aseek dah.
"Bagus kok, ada A plus nya," komentar Cahya.
"Iya itu matkul pendidikan agama Islam doang, yang lainnya mah ancur."
Tapi dari yang Cahya liat, matematika dasar I, fisika dasar I, dan matkul yang isinya hitung-hitungan rata-rata bagus. Setidaknya B plus kan lumayan bagus.
"Lo matematika gitu, jago ya?"
"Ah enggak juga. Tapi yang jelas gue nggak suka hafalan. Makanya nilai gue di matkul yang isinya hafalan jelek semua."
Rahmat melirik Cahya, "Nah, sekarang giliran gue yang liat nilai lo."
Ia menggeser netbook Cahya, lalu meng 'logout' akunnya dan mengganti jadi username Cahya.
Nah, sayangnya Rahmat nggak tau passwordnya."Ya, passwordnya apa nih?
Rahmat menoleh Cahya yang tadi ada di sebelah kirinya. Sekarang hilang.
Rahmat menengok kanan-kiri-depan-belakang, tapi cewek berkemeja pink itu tidak dia temukan.
***
"Kenapa, Sya?"
"Mana kuncinya?"
"Kunci apa?"
"Mading."
"Lah? Gue mana tau. Kemaren gue cuma pegang kunci mading akhwat."
"Itu di salah satunya ada kunci mading ikhwan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Takdir Telah Ditentukan
SpiritualJika Takdir Telah Ditentukan Jika takdir telah ditentukan oleh-Nya, tidak ada manusia yang bisa melawan. Bukan, lebih tepatnya semua makhluk hidup dan segala yang diciptakanNya di dunia ini, tidak ada yang bisa melawan takdirNya. Walaupun ada takdir...