Jika Takdir - 16

796 36 2
                                    

***

Andra baru saja menyelesaikan dzikir sholat subuhnya. Lalu beranjak menghampiri mushaf Al-Qur'annya.

Seperti biasa, melantunkan surat Al Waqiah dan muroja'ah surat Al Kahfi yang baru saja sampai di ayat ke 20. Sebelumnya sempat kelupaan dari ayat pertama, akhirnya ia ulangi lagi dari awal.

Bunyi ringtone tanda masuk pesan berbunyi dari handphone Andra. Pemiliknya segera menjangkau handphone yang berada di atas kasur itu.

"Siapa sih pagi-pagi udah SMS?" keluh Andra, sambil membuka pesan tersebut.

Dimohon kehadirannya para ikhwan untuk latihan beladiri buthong di masjid Al Bayyinah jam 7 pagi hari ini (Sabtu). Syukron.

Kening Andra mengernyit.

Beladiri? Wuih, keren juga, ada latihan beladiri segala.

Andra tidak membalas pesan itu. Ia melemparkan handphonenya lagi ke atas kasur dan segera membereskan sajadah serta sarung yang dipakainya.

Lalu diraihnya handuk yang semalam ia gantung di belakang pintu, dan melangkah menuju kamar mandi yang berada dalam kamarnya itu.

***

"Assalamu'alaikum bang, eh, akh Ali,"

Andra melepaskan sandalnya di depan tangga sekretariat ikhwan, lalu menaiki anak tangga kayu itu yang hanya ada tiga undakan.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah. Ehm, kamu Rizal bukan ya?"

Andra meringis.

"Bukan akh, saya Andra."

"Oh, iya iya ane lupa. Afwan ya. Kalau Rizal yang sipit nggak pakai kacamata itu ya?"

Kali ini Andra mengangguk.

"Belum pada dateng ya, akh?"

Andra duduk bersila disamping Ali yang juga sedang duduk bersila.

"Kalau yang dari rumah atau dari kos-kosannya sih, belum kelihatan. Tapi kalau yang pada nginep disini, tuh, masih tidur-tiduran di dalam,"
Ali menunjuk ke arah pintu yang terbuka sedikit itu dengan dagunya.

"Oh, disini bisa nginep, akh? Siapa aja yang bisa nginep disini?"

"Bisa. Tiap malam justru harus ada yang menginap. Jagain sekretariat, soalnya banyak barang-barang berharga. Kita punya jadwal setiap harinya. Wajib menginap kalau dapat giliran jadwal. Kecuali, ada alasan syar'i semisal sakit, atau harus pulang ke rumah karna disuruh ortu, terutama buat anak-anak perantauan."

Lagi-lagi Andra mengangguk, paham.

"Oh ya, boleh lihat kak, eh akh, ke dalem?"

"Ah, kalau itu... bentar ya, ane tanyain dulu sama yang di dalem."

Ali buru-buru beranjak, lalu membuka pintu sedikit lebih lebar. Terdengar suara Ali sedang mengumumkan sesuatu pada teman-temannya di dalam.

Andra hampir saja penasaran mengintip lewat pintu yang sedikit dibuka lebih lebar dari sebelumnya itu. Namun urung, karena dilihatnya sosok berambut klimis dan bermata segaris itu melangkah menuju ke arahnya.

Bukan sih, tepatnya ke arah sekretariat ikhwan.

"Ijaaaal..." spontan Andra memanggil nama unyu cowok itu.

Andra kaget sendiri. Ia menutup mulutnya refleks, namun tak lama kemudian, ia mengeluarkan cengiran khasnya. Cengiran jahil.

Sementara Rizal membelalakkan matanya (ya walaupun nggak bakal belo banget sih), refleks karena si Andra memanggil nama 'anak mami'nya itu.

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang