Jika Takdir - 9

979 51 0
                                    

**
"Cahya, temenin gue ke toko buku nanti sore, bisa?"

Cahya terpaku di hadapan Rahmat. Cowok ini menghalangi jalannya menuju kelas. Tepatnya, ia menghalangi Cahya persis di depan pintu kelasnya. Untung saja masih sepi. Kalau nggak, bisa menimbulkan gosip-gosip aneh.

"Ke toko buku? Mau ngapain?"

"Ehm, jadi kemaren disuruh cari materi buat kuliah minggu depan sm dosen gue. Nah gue cari di perpus nggak ada. Kata temen gue dia beli di toko buku deket sini. Jadi, lu mau kan temenin gue?"

"Nggak bisa ya lo fotokopi aja buku temen lo?"

"Ngh, bisa sih, tapi.." Rahmat mengusap keringat yang mengalir di dahinya dengan punggung tangannya. "tapi, gue.. sekalian mau cari buku yang lain."

"Ohh, gue selesai kuliah jam 4, lo mau nunggu?"

Rahmat nyengir lebar, "Apa sih yang engga buat lo?".
Ups, lagi-lagi gombalannya keluar. Aihh, nanti dikiranya gue modus doang minta ditemenin. Padahal... emang modus doang sih!

"Oke, nanti gue SMS lo kalo gue udah selesai kelas,"

"Sip!" Rahmat terdengar bersemangat banget menjawabnya. Wajahnya terlihat cerah ceria.

"Gue, mau masuk dulu. Permisi ya?" Cahya mencoba menerobos badan Rahmat yang masih menghalangi pintu.

"Eh, i, iya iya, maaf ya," Rahmat menggeser tubuhnya, membuka jalan. Lalu berbalik badan hendak melangkah menuju kelasnya di gedung VI.

"Rahmat? Abis dari mana?" sekarang Renata yang menghalangi jalannya.

"Oh, abis dari toilet disitu," ia menunjuk arah secara asal. Padahal dia nggak tau toiletnya di sebelah mana.

Renata menatapnya curiga, tetapi ia memberi jalan setelah sebelumnya ia memberikan senyum termanis yang ia miliki itu pada Rahmat.

Renata menghampiri kelasnya. Dilihatnya Cahya didalam kelas sendirian. Ia masuk lalu duduk di bangku samping kirinya Cahya.

"Tadi Rahmat abis ketemu lo?" tanya Renata tanpa basa basi.

"Hmhh?" Cahya menoleh pada Renata, setelah ia tadi menyandarkan kepalanya di meja membelakangi Renata.

"Rahmat siapa?"

"Nggak usah pura-pura nggak tau! Itu tadi cowok yang barusan gue liat dari arah sini,"

"Oh, lo kenal dia? Gue kira Rahmat yang mana lagi. Gue nggak tau lo kenal dia,"

"Ya, terus tadi dia abis ketemu lo?"

"Iya," dijawab singkat oleh Cahya.

"Ada apa? Eh iya gue mau nanya, lo berdua pacaran kan? Sejak kapan?"

"Haahh?!" Cahya terbelalak dengan rentetan pertanyaan Renata itu. Daripada nih anak salah paham, gue mesti jelasin.

"Gue ceritain deh ke lo. Jadi, dia itu awalnya cuma..."

"Cahya!" Mia yang baru saja masuk ke kelas tiba-tiba heboh. Ia menghampiri Cahya lalu menarik tangannya.

"Temenin gue ke kantin yuk! Gue belum sarapan. Tapi gue takut sendirian kesana. Lo tau sendiri cowok-cowok di kantin teknik mesin itu suka godain gue kalau gue lewat sana..."

"Iya deh," Cahya nggak tahan kalau udah mendengar rayuan Mia, nggak bisa dilawan.

Cahya bangkit dari bangkunya dengan tangan kanannya masih ditarik oleh Mia.

"Maaf ya Ren, nanti kalau ada waktu gue lanjutin lagi,"
Ia pun melangkah mengikuti Mia keluar kelas.

Renata menggebrak mejanya, kesal. Tinggal ngaku aja susah banget sih? geramnya, masih saja su'udzon.

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang