Jika Takdir - 6

1.5K 57 2
                                    

**
Hari terakhir dari masa orientasi adalah games outdoor dan panggung seni. Para mahasiswa baru dikelompokkan, masing-masing terdiri dari 8 orang, yang berbeda-beda jurusan. Ini bertujuan untuk saling mengenal antar jurusan.

Laki-laki dan perempuan kelompoknya dipisah, begitu juga dengan mentornya (senior pemimpin kelompok) jika kelompoknya perempuan, mentornya juga perempuan.

Cahya mendapat teman sekelompok dengan wanita-wanita 'tangguh', dari jurusan teknik mesin 2 orang, teknik otomotif 1 orang, teknik mekatronika 2 orang, dan teknik sipil 1 orang. Cahya menyebutnya tangguh karena jurusan-jurusan tersebut jarang diminati perempuan. Cahya juga sekelompok dengan Renata, yang notabene cewek tomboy. Lengkaplah sudah kelompok ini bisa disebut kelompok cewek 'tangguh', kecuali Cahya tentunya.

Sebelum outbond dimulai, dilakukan pemanasan terlebih dulu. Semua maba dan senior-seniornya turut ikut serta melakukan pemanasan dan senam. Setelah itu, barulah setiap mentor mengarahkan jalan kepada setiap kelompok tanggungannya masing-masing. Setiap kelompok diberi kertas petunjuk untuk menuju setiap pos.

~
Andra didaulat sebagai ketua kelompok. Itu dikarenakan para anggota kelompoknya merupakan cowok-cowok 'lenjeh' dan kuper. Lihat saja, ada salah satu cowok yang katanya jurusan teknik kimia. Baru sebentar saja mereka melakukan pemanasan, cowok satu itu mengeluh sambil menyeka keringat yang mengalir dari jambangnya (rambut di sisi kiri dan kanan pipi yang nyambung ke rambut).

"Duh, panas. Nggak kuat, Andra" cowok itu jongkok, lalu duduk selonjoran di tengah-tengah orang sedang bergerak kiri-kanan-kiri--kanan.

Nggak takut keinjek apa? Andra menghela nafasnya agak keras, hampir saja ia tertawa ketika cowok di sampingnya itu selonjoran layaknya anak kecil minta sesuatu sama ortunya terus nggak dikasih, ngambek.

Lain lagi dengan cowok jurusan arsitektur yang berada di sebelah kanan Andra saat senam tadi. Kacamatanya kelihatan lebih tebal daripada Andra. Andra sebenarnya minus tidak sampai -2 namun dia rajin memakai kacamatanya. Sudah begitu, cowok ini terlihat serius banget, bahkan sampai saat ini Andra belum melihat seperti apa dia tersenyum. Bicaranya pun singkat,

"Aku Chandra. Calon arsitek."

Begitulah dia mengenalkan dirinya pada mahasiswa baru dan siapapun yang bertanya padanya. Singkat, padat, ambisius.

Andra dipanggil oleh salah satu senior untuk menemui mentornya di depan gedung II, karena si mentor sedang memperbaiki salah satu audio yang bermasalah. Ketua kelompok harus meminta kertas berisi petunjuk pada mentornya langsung, bukan dikasih begitu saja. Kata senior,
"Supaya kalian terbiasa untuk mengejar-ngejar sesuatu yang kalian inginkan, jangan bisanya disuapin saja seperti anak TK!"

"Bang!" panggil Andra, menepuk pelan bahu si senior yang membelakangi Andra itu.

" Iya ndra?" senior itu menoleh, sambil tersenyum lebar pada Andra.

"Lu ternyata mentor gue?" Andra mengenal jelas sosok ini. Si Cahyoko alias Joko, teman SMA nya itu.

Cahyoko nyengir lagi.

"Bantuin gue dulu dong ini, lu coba mic nya, nanti gue sambil perbaiki speakernya."

"Wani pirooo? (mau bayar berapa)"

"Aishh, junior durhaka lu!" Cahyoko menepuk pundak Andra cukup keras.

Andra cuma bisa mengelus-elus pundaknya itu, kemudian mulai membantu sobat karib sewaktu SMA nya itu. Ya, daripada dibilang temen durhaka lagi.

***

Cahya tersenyum senang. Pasalnya, ia mendapatkan mentor yang asyik diajak ngobrol, dan feminin. Sepanjang jalan menuju pos ia mengobrol dengan sang mentor, Fira. Ternyata dia panitia masa orientasi ini juga.

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang