Jika Takdir - 10

956 44 0
                                    

***

"Zal, bener kan ini buku yang disuruh Pak Elbert baca itu?" Andra mengangsurkan buku yang barusan ia beli pada Rizal.

"Kayaknya sih iya. Nama pengarangnya bener kok, ini." Rizal mengamati detail buku itu.

Setiap dosen memberikan referensi buku-buku yang mereka pakai saat mengajar. Ini dimaksudkan agar para mahasiswa lebih aktif mencari tau materi yang akan diajarkan dan membandingkannya dengan buku-buku di luar referensi dosen tersebut, agar terjadi diskusi yang menjadikan mahasiswa lebih memahami materi yang dipelajari dalam setiap mata kuliahnya.

Namun di era digital sekarang, jarang ada mahasiswa ngubek-ubek toko buku atau nyari buku bekas di Senen buat cuma mencari referensi pelajaran kuliah. Search di mbah google lebih efisien, tetapi belum tentu hasilnya bisa dipercaya.

"Oh gitu. Alhamdulillah deh," ucap Andra lega.

"Eh, sholat dulu yuk! Udah jam segini," Rizal menunjukkan jam tangannya ke hadapan Andra.

"Wuah, jam 5! Ayo lah, jalan! Tetua tau kan musholla dimall ini dimana?" masih sempet-sempetnya si Andra meledek Rizal yang memang asli orang daerah situ.

Rizal cuma mendelik pasrah, kemudian melangkah lebih dulu dari Andra. Menjalankan tugas sebagai tour guide mall nya Andra.

***

"Astagfirullah!" pekik Mia saat mereka baru saja keluar dari musholla mall itu.

"Gue baru inget, tadi sepupu gue nitip beliin novel. Gue lupa nyari sekalian tadi,"

Cahya bernafas lega. Dia kira Mia kehilangan sesuatu. Dia sempat khawatir.

"Mau gue temenin?"

"Nggak usah Cahya, gue sebentar kok. Paling 15 menit. Tungguin gue ya. Mat, jangan tinggalin Cahya sendirian!"

Cahya tersenyum geli. Memang dia anak kecil yang bakal nangis ditinggal sendirian?

Sedangkan Rahmat tersenyum-senyum senang.

"Lama juga boleh kok!"

Ups, keceplosan lagi kan! Emang ya cowok itu kalo mau modus gampang ketauan, beda sama cewek.

Mia melirik handphonenya. "Oke, sampai jam 17.30 ya! Kalau gue belum balik, telpon aja gue ya, Cahya?"

Cahya mengangguk. Ia juga melirik jam di handphonenya.

Loh, sekarang masih jam 17.05? Kata Mia 15 menit, harusnya kan 17.20? Cahya baru mau protes saat Mia sudah pergi dari hadapannya. Si cantik namun mungil itu jalannya cepat juga.

"Haus nih. Mau beli minum dulu nggak?" tawar Rahmat pada Cahya.

"Nggak usah, aku bawa minum kok," Cahya menepuk tasnya, menandakan tempat minumnya di dalam tas.

Tapi Rahmat udah keburu berjalan ke arah booth minuman bubble. Terpaksa Cahya mengikutinya dari belakang.

Cahya duduk di bangku yang view nya menghadap pintu keluar-masuk mall itu. Ia menselonjorkan kakinya, sambil tangannya meng SMS Mia, memberitahukan bahwa dia berada disitu jika Mia sudah selesai dengan belanjanya.

Sesuatu yang dingin menyentuh kulit punggung tangan Cahya. Dilihatnya Rahmat duduk di samping kanannya, menyodorkan minuman dingin tadi padanya. Cahya menerimanya tanpa ekspresi.

"Ini berapa?"

"Udah, nggak usah," jawab Rahmat lalu menyeruput duluan minumannya.

Cahya terpaksa ikut meminumnya, menghargai pemberian Rahmat.

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang