Jika Takdir - 5

1.8K 64 0
                                    

Saat-saat pulang dari suatu rutinitas menjadi salah satu hal yang paling menyenangkan. Orang yang sekolah, begitu mendengar bel sekolah berbunyi tanda pulang, langsung menghambur berdesakan keluar kelas. Orang yang kerja, langsung merentangkan tangan, kaki, dan badannya alias ngulet, lalu membereskan barang-barangnya dan pulang dengan wajah cerah ceria.

Para mahasiswa baru yang dibolehkan pulang dari HMJ nya masing-masing ini berhamburan layaknya rombongan lebah yang keluar dari sarangnya dan menuju suatu sumber favorit mereka, gerbang kampus, walaupun dengan berbagai cara. Ada yang mengendarai motor, mengendarai mobil, dan ada yang mengendarai dirinya sendiri (baca : jalan kaki).

Andra berjalan kaki menuju kos nya di belakang kampus itu. Ia tidak melewati gerbang kampus, tetapi melewati sebuah jalan kecil yang berasal dari jebolan tembok pembatas kampusnya dengan gang kecil tersebut.

Herawan ikut menyertai langkahnya. Tadi keduanya berpapasan saat sama-sama keluar dari lorong antara gedung II dan gedung III.

"Wan, udah sholat ashar belum lu?"

"Belum Dra. Nanti aja di kosan"

"Sama sih" sahut Andra. "Terus tadi lu ikut UKM apaan?"

"Ehm, kayaknya sih DKM Al Bayyinah. Soalnya kakak gue juga ikut itu dulu. Lu?"

"Gue juga sama."

"aisshh, lu kok ikut-ikutan gue?"

"Loh bagus kan, ikut-ikut dalam kebaikan. Fastabiqul Khairot. Berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Kegiatannya juga bagus-bagus, menarik. Bukan kegiatan yang, kita bikin bom terus meledakkan diri sendiri lalu dikatakan bahwa itu jihad. Ya kan?"

Herawan manggut-manggut. Tiba-tiba Andra menepuk pundak Herawan spontan.

"Yuk ke Al Bayyinah sekarang! Katanya kalau sore begini ada kegiatan mengajar anak-anak mengaji. Gue mau coba ikut. Sekalian kita sholat",  Andra menarik lengan atas Herawan, berbalik arah menuju gerbang kampus.

Herawan mencoba menepis tangan Andra dari lengannya.

"Jangan pegang-pegang gue, nanti dikira kita ada apa-apa lagi..."

Andra mendelik tajam, menatap Herawan yang sedang cengengesan itu.

"Naudzubillaaahh..." Andra melepas pegangannya lalu melangkah lebih cepat dari Herawan. Sedangkan Herawan terkikik lepas, sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan Andra.

~
Rahmat berpapasan lagi dengan seorang cewek yang ia ajak berkenalan kemarin. Kali ini mereka berpapasan di taman kecil dekat gerbang kampus bagian dalam.

Baru saja Cahya hendak bangun dari tempat duduk di sekitar taman kecil kampusnya itu, ia dikejutkan dengan kehadiran seorang cowok berambut agak ikal dan tidak terlalu tinggi itu. Cowok yang pernah meminta nomor handphonenya.

"Hai Cahya, mau pulang?"

Cahya mengangguk. Ia mengeratkan tali tas cangklongnya yang hampir jatuh, ke pundaknya.

"Lu pulang ke arah mana?"

Cahya menunjuk ke arah sebelah kiri. "Ke arah Ciputat"

"Sama berarti. Bareng yuk!"

Rahmat melangkah mendahului Cahya, lalu menoleh ke belakang, mengkodekan dengan matanya kepada Cahya supaya mengikuti dia di sampingnya. Cahya menurut saja.

Cahya memegang handphonenya, meng-SMS seseorang, kemudian mengunci layarnya. Rahmat ternyata sedari tadi memperhatikan kegiatan Cahya itu. Ia mencoba mengintip ke layarnya, namun kalau dari samping tidak kelihatan apa-apa. Akhirnya ia menatap wajah Cahya yang sedang memainkan handphonenya itu.

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang