Jika Takdir - 17

711 30 0
                                    

***

"Lo mau tau banget?"

Arsya menoleh, menatap Cahya yang berdiri di belakangnya.

Tadi dia sedang berada di balkon bangunan itu menghadap hamparan rumput dibawah sana.

"Iya, terus dari mana?"

"Dari absen."

Sekarang Arsya mengernyitkan dahinya.

"Absen apa? Emang pernah kita rapat di Finch terus absennya ada nomor hp nya?"

"Absen syuro' syi'ar."

Arsya terdiam sejenak, mencoba mengingat-ingat.

Bukannya, kalaupun syuro' di Al Bayyinah, biasanya absen ikhwan dan akhwat dipisah, dan akhwat nggak bakal dikasih absen yang isinya nama ikhwan? Harusnya dikasih lembar absen yang kosong.

"Bohong ya lo? Absen syuro' tuh, cewek sama cowok dipisah, dan nggak bakal yang cewek dikasih absen cowok."

"Oh gitu ya? Berarti yang waktu itu, kita semua salah nulis dong? Mungkin waktu itu kita dikasih absennya yang punya ikhwan, terus pada nggak tau langsung diisi aja dikiranya emang dicampur."

"Apa lo aja yang cari-cari alesan?"

Cahya kali ini mendesis kesal. Udah jujur masih aja disangka bohong.

"Gue mana tau kalau absen itu salah ngasih, yang jelas gue dan akhwat lainnya nggak ada yang protes. Terus gue nggak sangka juga kalau ada nama lo disitu, karna, lo pernah cerita kalau nama lo Arsya, di bagian syi'ar, bidang mading ikhwan."

"Dari info yang gue dapet itu akhirnya gue menduga kalau nomor yang ditulis disitu emang nomor lo, Muhammad Arsya Fitrianto?"

Arsya terdiam lagi. Kali ini dia yakin Cahya tidak bohong.

Ia baru ingat terakhir kali ikut syuro' sewaktu sebelumnya bertemu Cahya pertama kalinya di Finch radio.

Tadinya dia hendak berangkat menuju kelas, namun temannya mengabari kalau dosen tidak bisa hadir. Akhirnya dia memutuskan untuk ikut syuro' di al Bayyinah.

Dia yang datang paling telat, dan begitu disuruh ngasih absen ke akhwat, dia langsung menyelipkan kertas absen yang dia pegang itu lewat bawah hijab. Padahal harusnya absen akhwat beda kertas dengan absen ikhwan.

Iya, dia ternyata biang masalahnya. Kenapa baru ingat?

"Oh. Iya deh, gue percaya," Arsya malu-malu mengakui.

Cahya tersenyum penuh kemenangan.

"Makanya jangan remehin detektif Cahya," sahut Cahya, sambil tertawa geli sendiri.

Arsya ikut tertawa geli, tepatnya ketawa menertawai keteledoran dirinya sendiri.

"Nah, sekarang, gue kasih tugas ke lo sebagai detektif. Cari tau akun facebook gue."

Kini Cahya mengernyit, menandakan sebenarnya dia rada nggak sudi.

"Buat apaan kalau gue udah nemu?"

"Yaa, terserah lo. Asal jangan dibajak aja," Arsya nyengir.

"Gue tau lo ngefans sama gue, jadi supaya lo bisa kepo-in medsos gue .... "

"Ngefans? Sama lo? Dih, males banget." Cahya bergidik, sambil memutar bola matanya.

"Loh, ngapain lo sampai simpen nomor gue, lu liatin satu-satu nama ikhwan yang ada di absen, demi dapetin nomor gue, kalau bukan karena lo ngefans sama gue?"

Jika Takdir Telah DitentukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang