15

60 6 4
                                    


“Aku tidak tahu, jika Farius akan bersikap seperti itu padaku.” Maisha berusaha untuk menahan tangisannya, dadanya terasa sesak. Ben memeluknya erat mencoba untuk menenangkannya.

“Mungkin Farius butuh waktu,” ucap Ben sembari mengusap lembut punggung Maisha.

Ia juga merasakan sakit yang sama. Ben telah memutuskan untuk mendukung keputusan Maisha. Meskipun begitu, Ben tetap untuk mencoba kuat. Mungkin ini adalah karma baginya karena selalu mempermainkan wanita.

“Apa kau ingin pulang, sepertinya kau sedang tidak baik.” Ben menatap Maisha, ia benar-benar terlihat hancur.

“Sepertinya lebih baik aku pulang.” Maisha berdiri diikuti dengan Ben. Ia akan mengantarkan Maisha pulang ke apartemennya.

***

Pesta berakhir dengan sukses, Van dan Maria akan pulang ke rumah Maria. Van tidak punya rumah di Indonesia, ia hanya mempunyai dua apartemen.

Ketika ia mengunjungi Indonesia Van akan tinggal di apartemennya karena rumahnya ada di Inggris. Jadi mereka sepakat untuk tinggal di rumah Maria. Meski di Indonesia ada rumah keluarga R Group, tapi itu bukan miliknya tapi milik keluarganya.

Van mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merasa ada yang dilupakannya, ia berpikir keras. Lalu ia ingat jika ia dari tadi ia tidak melihat Farius.

“Apa kau melihat Farius?” tanya Van pada Maria dengan khawatir.

“Terakhir kali aku melihatnya saat di panggung, setelah itu aku tidak melihatnya,” jawab Maria sama-sama khawatir.

Van mengirim pesan singkat pada Farius, jika ia akan tinggal di kediaman keluarga B mulai sekarang.

Van membawa Maria ke dalam mobil dan membawanya pulang ke rumah. Mereka berdua tampak kelelahan setelah menyambut banyak tamu tadi di hotel.

Van memarkirkan mobil di bagasi. Ia masih belum menerima balasan pesan dari anaknya, Farius.

Ia keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Maria. Van menggenggam tangannya dan membawa masuk Maria ke rumah.

“Kamar kita ada dibagian sebelah kiri rumah ini,” kata Maria menjelaskan rumahnya.

“Apa itu khusus untuk kita?’ tanya Van penasaran. Soalnya rumah ini sangat besar seperti kastil yang di bagi menjadi beberapa bagian.

“Ya, gedung sebelah kiri untuk kita dan bagian sebelah kanan khusus untuk anak-anak,” jawab Maria, ia menatap Van dan tersenyum.

“Oh ... sangat privasi sekali.”

“Tidak juga.” Maria menarik Van, ia membawanya kedalam kamar mereka.

Maria benar-benar sudah kelelahan. Apalagi baju pernikahannya yang lumayan berat dan sesak ia ingin segera mengganti baju.

***

Rahma menatap Farius heran, sudah satu jam ia masih diposisi itu. Ia hanya duduk sembari menatap jalanan dengan pandangan kosong. Rahma mencoba untuk menyadarkannya, tapi Farius malah tidak peduli, itu membuatnya sangat kesal. Buat apa Farius mengajaknya jika Rahma hanya di kacangin seperti ini.

“Kalau kau masih terus seperti ini, lebih baik aku pulang.” Rahma melangkah untuk meninggalkan Farius tapi ia menahan tangan Rahma.

“Maafkan aku, ayo kita pulang ....” Farius menggandeng tangan Rahma dan membawanya masuk ke dalam mobil.

Rahma menatapnya cemas. Raut wajah Farius benar-benar berbeda, seperti banyak beban dikepalanya.

Mereka berdua sampai di rumah, dan bersegera masuk. Rahma heran kenapa Farius terus mengikutinya.

”Kenapa kau malah mengikutiku, pergi sana ke apartemen mu!”

Farius menyunggingkan senyumnya.”Aku sekarang tinggal di sini.”

Mata rahma terbelalak, ia benar-benar shock. sekarang ia akan tinggal bersama Farius. Kesialan macam apa ini! Batin Rahma.

Farius melangkah mendahului Rahma, dan dengan mudahnya masuk ke dalam rumah itu. Ia dengan wajah datarnya itu serasa sudah menjadi tuan di rumah ini. Rahma langsung menyusulnya ke dalam.

“kenapa sepi di sini?” tanya Farius ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

“Yaiyalah sepi, mereka pasti sudah tidur lihat ini sudah hampir tengah malam!” jawab Rahma kesal, ia sekarang benar-benar lelah.

Untungnya besok hari minggu jadi ia tidak perlu untuk bangun dini hari.

Farius berjalan mengikuti Rahma, ia tidak tahu kamarnya ada di mana. Mereka berdua menaiki tangga dan sampai di lantai dua. Di sana terdapat 3 ruangan, dan tempat santai di antara ruangan itu. Rahma berhenti melangkah dan menoleh ke belakang.

“Kenapa kau terus mengikutiku?”

“A-aku tidak tahu di mana kamarku,” ucap Farius polos.

“Ckk, tadi kau berlaga seperti tuan rumah padahal kau tidak tahu kamarmu sendiri, pilih saja salah satu di antara dua kamar itu,” ketus Rahma, ia benar-benar muak.

Hatinya terus bertanya-tanya mengapa tuhan menakdirkan dirinya dan Farius untuk tinggal bersama.

“Oh, okay!” Farius kesal dengan sikap Rahma terhadapnya, ia juga tidak menyangka jika ibu tirinya adalah tantenya Rahma.

Rahma langsung masuk ke kamarnya begitu juga dengan Farius, ia memilih kamar yang tepat karena di kamar itu terdapat semua barang-barang pribadinya.

Rahma mengganti baju dan membersihkan diri. Ia langsung berbaring di kasur dan tidur.

***

Fajar mulai tiba, hawa semakin dingin. Rahma mencoba untuk meraih selimutnya yang sepanjang malam terus di tendangnya.

Masih dua jam lagi menuju pagi hari. Tidak tahu mengapa selimutnya sangat hangat dan berat. Rahma tidak peduli dengan ke anehan tersebut, yang penting ia tidak kedinginan.

Tapi lama kelamaan hatinya merasa tidak enak. Baru kali ini ia merasa selimutnya lama-kelamaan semakin hangat dan berat.

Rahma berbalik dan merasakan hembusan napas hangat menerpa kulitnya. Dengan berat hati ia membuka perlahan matanya.

Rahma terkejut, ia berteriak tapi ia langsung menutup mulutnya takut kedengaran oleh orang lain.

Di hadapannya ada Farius yang sedang tertidur lelap. Jantung Rahma berdegup cepat, ia mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya. Ia bahkan mencubit dirinya, ia ingin jika ini hanyalah mimpi.

Farius membuka matanya karena terganggu dengan suara Rahma.

”Aaaaa ...,” teriak Farius, mulutnya langsung di bungkam oleh Rahma.

“Sssssttt ...!” Rahma melepaskan tangannya setelah Farius tenang.

“K-kau kenapa bisa tidur bersamaku?” tanya Farius gelagapan. Jantungnya berdegup cepat.

“Aish! Harusnya aku yang bertanya begitu, kau berada di kamarku sekarang,” kata Rahma kesal.

Kenapa jadi ia yang disalahkan sekarang. Farius melihat-lihat sekeliling, memang benar ini bukan kamarnya.

“Ma-maaf, sepertinya aku tidur sambil berjalan lagi.”  Farius bangun dan menjauh dari tempat tidur ia langsung keluar dari kamar Rahma setelah meminta maaf, ia benar-benar malu.

Rahma berdecak sebal, Farius selalu kabur jika melakukan hal mesum padanya.

Ia jadi ngeri membayangkan apa yang akan terjadi nanti jika Farius terus di dekatnya. Hal itu membuatnya merinding. Ia lupa mengunci pintu kamar tadi malam, membuat Farius bisa masuk ke kamarnya.

Ia merutuki dirinya sendiri karena lupa mengunci pintu. Untungnya ini masih dini hari, benar-benar akan jadi masalah besar jika mereka berdua tertangkap basah sedang tidur berduaan.

Rahma melangkah ke arah pintu dan menguncinya lalu ia tidur lagi mencoba menstabilkan kembali jantungnya

***

My Love Is YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang