18

54 4 2
                                    


Ben menunggu Maisha di ruang UKS. Ia mengepalkan tangannya marah, bisa-bisanya Farius memperlakukan Maisha seperti ini. Kalau ia tidak tahu awal mulanya. Ia mungkin akan langsung menghajar Farius sampai puas.

Maisha mulai membukakan matanya perlahan, tenggorokannya serasa kering. Ben langsung memberikan minum padanya.

"Apakah kau merasa baikan?" tanya Ben khawatir sembari menyentuh kening Maisha.

Maisha tersenyum."Hmm, aku baik-baik saja."

Mata Ben membulat, sudah jelas jika Maisha sedang tidak baik. Tapi ia malah mencoba melindungi Farius, ia bahkan berbohong demi Farius. Membuat Ben sangat iri padanya.

"Jika kau diperlakukan seperti ini, aku akan menentang hubungan kalian dan tidak akan membantumu lagi."

Maisha terkejut dengan ucapan Ben."Tapi kau sudah berjanji akan menolongku!"

"Iya itu benar, tapi Farius yang sekarang mencoba menyakiti mu. Ia sekarang sudah sangat berubah."

"Aku harap kau menyerah saja." pinta Ben pada Maisha.

Maisha tampak berpikir, benar juga apa yang dikatakan Ben padanya. Farius sekarang sudah sangat berubah. Ia menimbang-nimbang permintaan Ben padanya. Sepertinya Farius tidak akan mudah kembali padanya.

"Baiklah, aku tidak akan terlalu berusaha. Tapi aku tidak bisa mengendalikan hatiku yang sangat menginginkan Farius," ucap Maisha jujur.

Jantung Ben terasa seperti berhenti berdetak. Tapi ini sudah keputusan Ben yang akan membantu Maisha mendapatkan Farius kembali, meskipun ia harus mengorbankan perasaannya pada Maisha.

"Kalau begitu, lebih baik kau mendengar rencanaku."

"Apa itu?"

"Hanya ada satu cara agar Farius kembali padamu, yaitu dengan membuatnya cemburu padamu."

"Apa! Tapi bagaimana jika Farius malah meninggalkanku?" tanya Maisha khawatir.

"Jangan khawatir, jika dia benar-benar mencintaimu ia tidak akan meninggalkanmu." jawab Ben tenang.

Maisha menimbang kembali rencana Ben. Mungkin hanya ini jalan satu-satunya yang bisa ia tempuh. Tanpa berpikir panjang Maisha menyetujuinya.

"Baiklah."

***

Farius, Rahma dan Maria sedang makan malam bersama di ruang makan.

"Hatcih...!" Farius menutup mulutnya, sudah satu jam berturut-turut ia bersin. Hidungnya terasa sangat gatal, sehingga hidungnya memerah.

"Astaga Farius, kenapa kau bisa terkena flu?" tanya Maria khawatir. Ia tidak terlalu mengenal anak tirinya itu. Ia menyentuh kening Farius dan terasa panas di sana.

"Dia tadi kehujanan tante," ucap Rahma tiba-tiba sambil mengingat kejadian tadi di sekolah.

"Ehm, pantesan jadi flu, kalau begitu kau harus segera beristirahat." Maria mengantarkan Farius ke kamarnya, diikuti Rahma di belakang mereka dengan perasaan khawatir.

Farius berbaring di kasurnya. Maria menyelimutinya dengan lembut lalu hendak pergi. Tapi tangannya di tahan oleh Farius.

"Bunda jangan tinggalin Farius," ucap Farius manja. Tapi ia tidak terbiasa sendirian ketika sakit. Ia selalu ditemani neneknya ketika sakit.

Maria ingin menemani Farius tapi pekerjaannya sangat banyak hari ini. Ia harus segera ke kantor menyusul Van yang sudah pergi duluan kesana. Mereka sedang ada banyak masalah di kantor mereka. Sehingga mereka harus lembur di sana dan mungkin harus menginap.

My Love Is YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang