Prolog

5K 112 1
                                    

Aku  menatap  rumah  sederhana yang  dulu  sering  aku  kunjungi  ketika  kecil. Disinilah  sekarang  aku  tinggal, bersama  seorang  wanita  yang  aku panggil nenek. Dia  adalah  ibu kandung dari  ayah  kandungku.

Aku  hanya  tidak  ingin  dicap  cucu  durhaka, dan  aku tidak  mau  ayah  tiriku disangka  memonopoliku. Aku  beruntung  karena  ayahku  Gibran  dia  sangat  menyayangiku  meski  aku bukan  anak  kandungnya.

"Ayo nak masuk, kok  bengong?" nenek  memanggilku dan  membawaku ke dunia  kesadaran.
"Ekh  iya  nek  maaf." aku  langsung  masuk  mengikuti  langkah  nenek. Dia  tinggal  sendiri, karena  anak-anaknya  atau  saudara  dari  ayahku  sudah  memiliki  rumah  sendiri.

"Kamu  tidur  dikamar Vandi." ucap  nenek, lalu  aku  masuk  kedalam  kamar  sederhana. Meski kamar tidak  sama  dengan  kamarku yang  di  Jakarta tapi  aku  suka.

"Dari  dulu  tidak  pernah  berubah  nak, karena  nenek  memang  sengaja  tidak  pernah  merubahnya."

Aku  memeluk  nenek  dengan  senyum  bahagia.
"Nenek  senang  kamu tumbuh  dengan  baik bersama  Gibran." ucap  nenek lalu aku melepaskan pelukanku.
"Baiklah, kamu  istirahat. Nenek  mau  menyiapkan  makan  malam. Oh  iya, kalau nenek mengajak seseorang boleh?" pinta nenek.

"Siapa nek?" tanyaku
"Ada pokoknya, dia sering main kesini." aku langsung tersenyum dan mengangguk.

Nenek langsung keluar kamar dan aku langsung menjatuhkan tubuhku di ranjang medium size. Menatap langit-langit, semakin dewasa aku tidak memungkiri  kalau  aku menginginkan ayahku  masih  hidup.

Tapi  aku  harus  menerima, kalau ayah  Gibran lah  yang  menjadi  ayahku. Bahkan  keluarganya  sangat  baik, aku  beruntung  dan  patut  bersyukur.

Aku  merasakan  ponselku bergetar  dan  aku  langsung  mengambilnya di  saku  celana.
Aunty  Dea? Mati  aku, aku  lupa  memberitahu  nya  kalau  aku  sudah  ke  Yogya.

Dengan  hati-hati aku  menggeser  tombol  hijau dan.

"Hall"

"ARVAAAAAAAAAN."  aku  langsung  menjauhkan  ponsel  dari  telingaku. Aunty  Dea  memang  seperti mamazola  karakter  yang  ada  di  kartun  boboiboy.

"I-iya  aunty  ada  apa?"

"Kamu  engga  bilang  ke  aunty  kalau  udah  balik  ke  Yogya? Kamu  engga  sayang  atau  udah  engga  anggap  aunty  ini  auntymu?"

Pantas  Uncle  Rama  dan  Deven  sangat  takut  sama  Aunty  Dea, dia  garang  dan  cerewet.

"ARVAAAAAAN, KAMU DENGAR  ENGGA??"

"i-iya  aunty, Arvan  denger  kok. Maaf  engga keburu abis kata Ayah perusahaan disini lagi urgent banget."

"Baiklah, aunty  dan  uncle akan  ke  Yogya. Kalau  engga  ada  halangan  hari  Jum'at."

"Baiklah  aunty, engga  sama  Rein  dan  Deven?"

"Mereka  sibuk  mau  UN."

"Oh, baiklah. Ekh  tapi  katanya  Ayah  sama  Bunda juga  mau  kesini."

"Bukan  hanya  ayah  bunda  kamu. Grandpa, Grandma, kakek  dan  nenek  Arkin  juga."

"Oh  kenapa  engga  se RW  aja  aunty bawa  kesini?"

"Emangnya  mau  karya  wisata? Udah  deh, aunty  ada  rapat. Salam  sama  nenek  dari  Dea  yang  cantik  tidak  kentara."

"Siaaap."

Aku  langsung  menutup  telpon  sambil  tersenyum. Dari  kecil  aku  memang  dekat  dengannya. Bahkan  aku  lebih  terbuka  pada  Aunty daripada  bunda. Beda  dengan  adikku  Giselle yang  dekat  dengan  bunda  mungkin.

Rasanya  aku  ingin  istirahat  sebentar karena  lelah  melakukan  perjalanan  dari  Singapura menuju  Yogja.

*************************

Romantic Love {Arvan's Story}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang