BAB 10
Siapa?"Realize that everyday is a gift."
🌹
ALIF memasuki kamar adiknya yang masih gelap. Ia baru saja menunaikan kewajibannya di masjid yang jaraknya tidak jauh dari rumah bersama Ayahnya. Rutinitasnya setelah shalat shubuh adalah membangunkan adik kecilnya itu. Jadi ya seperti ini.
Alif menyalakan lampu kamar Adel hingga kamar Adel yang tadinya gelap gulita menjadi terang benderang. "Abaaang! Apasih, silau tauuu," gerutu Adel karena merasa tidurnya terganggu. Adel mulai mengucek matanya berharap matanya dapat menormalkan cahaya yang masuk tiba-tiba itu.
"Ayo bangun! Salat cepet! Cuci muka gih," ucap Alif memerintah seperti biasa. "Jadi cewek tuh bangun nggak boleh kesiangan. Abang yang cowok aja nggak siang kayak kamu. Nggak boleh malas meskipun hari ini Minggu hey!"
Alif berseru melihat Adel yang bersiap menutup kembali wajahnya dengan selimut. Kebiasaan! Jadi ia harus meninggalkan Adel saja agar Adel terbangun dengan sendirinya. Lagipula Adel pasti tidak bisa tidur lagi jika lampunya menyala.
"Aish! Abang mah," balas Adel. Alif keluar dari kamarnya karena lama-lama di kamar Adel pasti akan memperlambat gerak-gerik Adel.
"Abang ke bawah dulu. Awas kalo nggak bangun." Alif berteriak.
Adel bergegas turun dari ranjangnya, ia mulai mengumpulkan kesadarannya agar dapat berjalan dengan baik. Setelah dirasa ia sudah mampu berjalan dengan baik, ia berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar mandi yang berseberangan dengan kamar Alif-yang ada di sebelah kamar Adel. Balkon kamarnya dengan kamr Alif juga menyambung, omong-omong. Sementara kamar kosong yang berseberangan dengan kamar Adel biasa difungsikan sebagai kamar tamu.
Adel mengernyitkan dahi karena kamar mandinya menyala padahal ia merasa belum memencet sakelar di sebelah pintu kamar mandi. Abangnya tadi bilang akan turun di lantai bawah? Lalu siapa? Ayah dan Ibunya tidak mungkin karena di lantai bawah sudah ada kamar mandi.
"Mungkin Abang tadi lupa matiin lampunya," gumam Adel. Tangan Adel baru akan memutar knop pintu namun sebelum ia memutar, knop pintunya memutar sendiri! Itu membuat Adel bergidik ngeri.
Adel mundur satu langkah demi melihat siapa yang akan keluar dari kamar mandi. Dan setelah pintu kamar mandi terbuka... deg. Adel langsung berteriak, "ABANG!!! ADEL LIAT ADA HANTU TAPI GANTENG BANGET DI DEPAN ADEL!!!"
Adel langsung berjongkok dan menutup mukanya dengan kedua tangannya. Ia berasa dikejar anjing kalo gini. Bukankah kalo ada hantu di depannya, ia harusnya berdoa agar hantunya pergi? Tapi itu sama sekali tak terlintas di benaknya setelah tadi melihat lelaki berbadan tinggi-Rama yang menurutnya sangat tinggi saja kalah. Lelaki itu tak mengenakan baju, hanya celana pendek selutut dan handuk kecil yang tersampir di lehernya. Rambutnya masih basah dan acak-acakan bekas keramas sepertinya. Yang menjadi perhatian Adel adalah wajahnya yang gantengnya... Mario Maurer aja lewat!
Rumah yang tadinya hening menjadi riuh seketika karena teriakan Adel. Ayah, Ibu, dan Abang Adel pun bergegas menuju lantai atas demi melihat apa yang terjadi di lantai atas. Sebelum orang di bawah ke atas, Adel sempat mengintip lewat celah tangannya. Lelaki di depannya berpijak! Jadi dia bukan hantu! Tapi sudah terlanjur, jadilah Adel tak mengubah posisinya.
Alif yang kesusahan berlari di tangga karena mengenakan sarung-bahkan hampir terjatuh akhirnya sampai di lantai atas. Disusul oleh ibu dan ayahnya. "Apaan sih Del?" tanya Alif bingung melihat pemandangan di depannya.
Ada Adel yang sedang berjongkok dan di depannya ada... ah itu! Ada sahabatnya!
"Ya ampun, Del! Di depan lo orang kok!" ujar Alif mengetahui bahwa Adel mengira di depannya adalah hantu. Ia lupa memberitahu Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia
Teen Fiction[CERITA SUDAH SELESAI] Namanya Atha. Mas Atha, begitu kusebut namanya. Dia adalah lekaki ketiga dalam hidup yang membuatku mulai mengenal dunia, setelah Papa dan Abang tentunya. Bertahun-tahun aku mengenalnya, aku sadar dialah pusat duniaku. Sayangn...