BAB 21

97 7 0
                                    

BAB 21
Si Hitam

"Be with someone who won't stay mad at you, who can't stand not talking to you, and who's afraid losing of you."

🌹

BULAN Juli memang bulannya anak sekolah banget! Apalagi kayak Adel. Hidupnya makmur sejahtera sentausa. Kerjaannya nggak jauh-jauh sama murid yang libur selama 3 minggu. Iya tiga minggu! Karena semester kemarin adalah kenaikan, jadi liburnya 3 minggu, nikmatnyaaa!

Adel kini masih bergelung dengan selimut, setelah tadi dibangunkan oleh abangnya untuk salat subuh ia memilih kembali lagi ke alamnya. Tiduran!

“Del! Jogging, yuk,” suara Atha memanggilnya dari luar kamar. Adel memutuskan untuk keluar dari kamarnya untuk menemui Atha. Yappp! Adel dan Atha ‘kan masih satu rumah. Kata Atha sih dia bakal ‘mengungsi’ di rumah Adel sampai dia lulus SMA. Kalau begitu, Adel bisa meleleh lalu membeku kembali setiap hari, begitu teruuus. Meleleh karena digoda Atha lalu membeku karena diledek Atha. Begitu seterusnya.

Adel menampakkan wajahnya di pintu kamarnya. Ya bodo amat muka bangun tidur, tadi ia sudah cuci muka dan gosok gigi kok. Ditambah wudhu tadi... kinclong sudah mukanya. “Jangan lama-lama, ya?”

“Kenapa?”

“Adel belum kasih tau, ya?” tanya Atha. Atha menaikkan satu alisnya, maksudnya: kasih tau apa? “Adel nanti ada acara. Mau ikut, Mas?”

“Acara apaan? Nggak tau tuh,” ujar Atha.
Adel lalu keluar dari kamarnya sambil menggenggam ponsel di tangannya, “Nih.” adel mengangsurkan ponselnya pada Atha.

Atha menerimanya dan menatap layar ponsel Adel dengan seksama. Di sana jelas tertulis undangan untuk pemenang lomba majalah kretif tingkat SMA di Bandung. Dan Adel diminta Rama untuk ikut datang di penerimaan penghargaan itu. Kata Rama sih nggak cuma berdua, ada teman-teman jurnalistik yang lain karena mereka memang bekerja sama secara tim.

Atha mengangguk-angguk, “Nanti dijemput dia atau gimana? Mau dianter?”

“Nggak tau nanti, Mas Atha mau anter, pake mobil abang?”

Atha menggeleng, “Nggak. Motor Mas ‘kan udah di sini.”

Adel melongo, “Motor? Di sini? Kok?”

Atha geleng-geleng kepala melihat kelemotan Adel pagi ini. Ya Atha sih sudah biasa karena Adel ketika pagi dan belum sarapan pasti bakal loading lama, dan susah mencerna kata-kata orang. Atha sudah paham itu. Sejak adegan pernyataan cintanya yang disaksikan oleh matahari terbit itu mereka kini makin dekat. Maksudnya, sudah saling mengenal lebih dalam lagi. Mereka pulang dari Wonosobo beberapa hari lalu, setelah ke Sikunir mereka juga mengunjungi beberapa tempat wisata yang terkenal di sana. Dan setelahnya kembali ke Bandung lagi. Ini kira-kira sudah seminggu sejak adegan ‘tembak-tembakan’ di Puncak Sikunir.

“Motor Mas udah di sini. Ayo ah sarapan dulu,” ajak Atha lalu mengajak Adel ke lantai bawah. Di bawah sudah ada Ayah Adel yang sedang membaca koran paginya dan Ibu Adel yang sedang membuat sarapan.

“Pagi, Tante, Om,” sapa Atha. Setelah dibalas dan pamit mau ke depan mereka pun menuju halaman rumah. Dan di sana sudah terparkir sebuah motor hitam ducati yang diperkirakan milik Atha.

“Motor hitam, laki banget.... Bang Alif nggak mungkin dibelikan sama Ayah. Punya Mas Atha?” tebak Adel. Atha lagi-lagi geleng-geleng kepala sambil tersenyum, batinnya sih menertawai kelemotan Adel kali ini.

“Iya, Pacarku yang paling cantik. Mau jalan-jalan bareng Mas Pacar dan Si Hitam-nya?” goda Atha sekaligus penawaran jalan-jalan pagi, bukan jalan-jalan sih, karena naik motor.

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang