BAB 35

65 3 0
                                    

BAB 35
Dilarang Bodoh

"Saying that you're okay is much easier than explaining all the reasons why you're not."

🌹

UJIAN akhir telah berakhir bagi SMA Sentosa Jaya. Semester ganjil telah usai, tinggal pembagian rapor saja yang belum dilakukan. Classmeet sudah di depan mata. Dan siswa pun bergembira karena mereka pikir hanya tinggal bersantai saja setelah dua minggu mengasah kemampuan otak mereka.

Tetapi tidak bagi Adel, seusai mengerjakan ujian terakhir tadi. Kaki Adel berjalan menuju gedung sebelah barat sekolah. Ia telah mengganti seragam sekolahnya kali ini dengan kaos dan celana olahraga. Tangannya menimang-nimang tas kecil khusus untuk bed tenis mejanya.

"Nggak terlambat 'kan, Coach?" kata Adel setelah datang ke gedung barat sekolah. Sudah banyak anak berkumpul di sana. Coach Ana, Tomi, dan teman-teman lainnya juga sudah ada.

Coach Ana tersenyum, "Nggak kok. Yuk mulai! Pemanasan dulu, ya!"

Anak-anak di sana mengangguk dan mulai mengitari area lapangan. 5 putaran namun cukup membuat Adel kewalahan. Yaaah, ini latihan terakhir mereka karena lusa sudah harus bertanding di turnamen. Jadi harus benar-benar digunakan dengan baik latihan kali ini.

Setelah mengitari lapangan, mereka kemudian melakukan stretching. Lalu dilanjutkan dengan latihan di meja tenis meja langsung.

"Adel mau duluan? Sama siapa? Coach atau Tomi?" tawar Coach Ana. Adel memang seperti lebih diistimewakan kali ini karena hanya ia, Tomi dan beberapa anak-anak lain yang bertanding lusa.

"Boleh. Sama Coach, ya?"

Coach Ana mengangguk lalu mengambil bed dan bola tenis meja di tasnya. Mereka kemudian melangkah menuju meja yang sudah digelar entah kapan. Coach Ana lalu meminta anak-anak lainnya untuk berlatih di meja lainnya.

Adel itu termasuk ke dalam pemain single bukan double. Jadi yah, tanpa kawan di sampingnya, ia harus siap menghalau bola yang datang.

Tangan Adel dengan sigap mengembalikan bola yang datang.

Smash,
Satu hal yang dulu dibenci Adel dan paling malas dilakukannya ketika sedang latihan. Kalau sedang pertandingan sih ia akan mencoba habis-habisan agar smashnya berhasil melumpuhkan lawan.

Namun sekarang ia tak sebahagia ini ketika berhasil meng-smash bola ke pelatih di seberangnya. Ia rasa, emosinya terbawa oleh kilatan cepat bola dan tak kembali padanya karena coach Ana-panggilan untuk pelatihnya-tak dapat menangkis bola berwarna orange itu kembali.

Emosinya memang sedang tak beraturan.

"Lagi butuh nge-smash bola?" tanya Coach Ana. Adel mengangguk. "Oke. Biar Coach kasih bola tinggi. Biar kamu matengin teknik smash kamu."

Lalu perempuan berkuncir di seberang Adel yang umurnya kira-kira berkepala tiga mulai memberikan Adel umpan alias bola-bola tinggi. Adel dengan sigapnya meng-smash bola dengan tanpa perasaan.

Jangan pakai perasaan, nanti baper. Dulu, kata Rama begitu. Mungkin memang benar, jangan pakai perasaan, pakai logika aja.

Juliana-Coach Ana-dengan sigapnya menangkis bola cepat dari Adel. Bed-nya dengan lincah membalas serangan bola dari Adel. Dan Adel, tanpa perasaan lagi-lagi, membalas umpan Coach Ana. Masa bodoh dengan tangannya yang sebenarnya sudah lelah. Batinnya lebih lelah lagi.

Pikiran Adel berkecamuk. Ujian akhir tadi juga diselesaikan dengan perasaan yang tidak baik karena ia rasa ia mengerjakan dengan kurang maksimal. Pikirannya melayang entah kemana. Yang mengganjal di pikiran Adel beberapa minggu ini adalah; Sheryl.

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang