BAB 14

120 13 0
                                    

BAB 14
Kemana? Kenapa?

"Kalau kamu kembali padaku, aku tidak akan pernah menanyakan alasan kepergianmu. Karena semua jawaban yang aku butuhkan sudah kudapat; kamu."

🌹

Past, 2010 akhir

“MAMI dan Papi udah urus kepindahan kita, Sayang. Barang-barang kita sudah beres. Jadi kita tinggal berangkat saja. Lusa kita sudah pindah.” Desi—Ibu dari Atha menjelaskan perihal acara kepindahan keluarga Atha ke Amsterdam mengikuti tugas papanya.

“Tapi, Mi....” Atha, bocah berumur 8 tahun yang masih polos itu hendak protes akan kepindahan mereka yang semendadak ini.

Desi menghela napasnya, “Enggak ada tapi-tapian, ini memang mendadak, Mami sama Papi minta maaf soal itu. Tapi memang harus. Kamu bisa pamit kepada teman-teman kamu di sini besok.”

Dengan lemasnya Atha hendak protes lagi, “Besok Atha pamit sama teman-teman Atha di lapangan, ya? Mami mau antar ‘kan?” tanya Atha dengan mata berbinarnya.

Mana mungkin Desi bisa menolak keinginan salah satu jagoannya ini. “Ya, Sayang. Besok Mami yang antar, Papi masih urus beberapa keperluan.”

Atha tersenyum lalu memeluk Mami satu-satunya itu. "Makasih, Mi.”

“Sama-sama, Sayang.”

• • •

Hari ini adalah hari terakhir Atha di Jakarta. Tepatnya, ia akan berangkat ke Belanda menggunakan
penerbangan malam.

Seperti yang dijanjikan Ibunya, dia sudah berada di luar stadion sepakbola tempat dia biasa berlatih sepakbola. Dengan bantuan Ibunya yang mengemudi tentu saja.

“Mau ditemenin Mami atau nggak, Tha? Kalo nggak Mami mau ke depan dulu sebentar beli minum,” ucap Desi sambil melirik arlojinya.

Atha menggeleng, “Nggak usah, Mi. Atha sendiri aja. Mami kan udah pamit sama coach,” Atha lalu berpamitan sebentar pada ibunya bahwa ia butuh waktu dengan teman-temannya saja. Dan juga bersama Adel tentu saja.

“Atha duluan ya, Mi!” ucap Atha sambil berlalu meninggalkan Ibunya di depan mobil sedan miliknya. Atha bergegas menuju ke dalam stadion.

Di lapangan teman-temannya terlihat telah selesai melaksanakan latihan rutin. Sebelum menuju teman-temannya Atha berlari kecil menuju tribun tempat dia biasanya menghabiskan waktu istirahat. Ia mulai mengedarkan pandangannya berharap bahwa jika seseorang yang dicarinya ada di tempat biasa. Minimal seseorang itu ada.

Namun nihil. Batang hidung Adel—seseorang yang dicarinya—tidak terlihat sama sekali. Mungkin Adel sibuk? Atau Adel sakit? Sehingga ia tak ikut kakaknya latihan? Ah ya apakah kakaknya ada?

“Atha! Sini!” teriakan dari beberapa bocah lelaki di lapangan membuat Atha tersentak. Ia menoleh dan mendapati arah pandang teman-temannya di lapangan sudah seratus persen padanya.

Atha tersenyum lalu bergegas menuruni tribun menuju lapangan.

“Hai, temen-temen!” sapa Atha girang.

“Hai, Tha!” balas teman-temannya serempak. Sekarang posisi mereka membentuk lingkaran.

“Kok Atha nggak latihan sih?”

“Atha bolos ya?”

“Awas Tha ntar diporsi!”

“Tuh coach, Atha di push up! Kan nggak latihan.”

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang