BAB 29

68 5 0
                                    

BAB 29
Marah Kepada Diri Sendiri

"Be with someone who won't stay mad at you, who can't stand not talking to you, and who's afraid losing of you."

🌹

ADEL kini tengah duduk di sofa ruang tamu rumah Rama. Sepi banget! Cuma mereka berdua di sini. Eh, ada Rena di lantai atas. Dan kata Rama sih ada asisten rumah tangganya. Memang benar tadi ada, tapi hanya datang membawakan minuman dan camilan untuk mereka.

“Mau denger cerita tentang orangtua gue?” tawar Rama membuka obrolan.

Adel mengangguk. “Boleh kalo Abang memang mau cerita.”

Lalu selanjutnya mengalirlah cerita dari Rama. Dan kesimpulan yang Adel tangkap adalah:

Orangtua Rama dulunya baik-baik saja. Mereka adalah keluarga harmonis yang dapat membuat siapa saja iri. Namun lama kelamaan, orangtuanya sibuk dengan dunianya masing-masing. Pekerjaan mereka masing-masing. Rama dan Rena? Rama sendiri menganggap ia adalah anak Ibu yang dirawat Bibi. Yap. Mereka berdua diurus oleh asisten rumah tangga mereka.

Kedua orangtuanya masih saja menggeluti dunia mereka. Rama dan Rena kekurangan kasih sayang, sepertinya. Lalu belum lama ini, orangtua mereka justru lebih sering bertengkar ketika bertemu. Padahal dulu mereka baik-baik saja, meski baik-baik sajanya mereka mungkin tak baik bagi orang lain.

Ibunya Rama menuduh suaminya memiliki simpanan.

Ayahnya Rama menuduh istrinya tak mengurus dia dan anak-anaknya.

Lalu, apalagi yang diharapkan dari rumah tangga yang sudah tak didasari rasa saling menyanyangi? Sudah tak didasari saling percaya?

Mereka memilih bercerai.

Dan... mengabaikan anak-anak mereka yang ternyata jauh lebih menderita.

Kali ini, Adel bisa apa???

“Adel nggak tau harus gimana. Adel bahkan nggak pernah ngerasain jadi Bang Rama,” Adel mendesah bingung. “Tapi satu kuncinya untuk masalah ini: bersabar. Itu saja.”

“Makasih, Del.”

“Sama-sama,” Adel tersenyum. “Adel boleh numpang salat, Bang? Udah jam setengah empat nih.” Adel masih ingat dengan Tuhan, let’s say alhamdulillah.

Rama mengangguk, “Gue juga belum. Ayo, ajak Rena,” ia lalu mengajak Adel ke lantai atas. Ada mushola kecil di sana. Mereka lalu salat berjamaah, dengan sebelumnya mengajak Rena. Jadi mereka bertiga bersujud bersama. Menumpahkan beban mereka.

“Dulu Rena sehancur itu ketika... Bang Alif?” tanya Adel saat dirinya dan Rama kembali ke lantai bawah. Rena masih di atas, omong-omong.

Rama menggeleng lalu tersenyum kecut. “Nggak. Ini paling parah. Dia nggak keluar kamar dari beberapa hari yang lalu. Cuma buka pintu buat ambil makan. Kamar mandi udah ada di kamarnya, jadi dia nggak keluar-keluar. Dulu ketika sakit hati gara-gara Alif, dia cuma nangis semaleman dengan alasan drakor yang ditontonnya itu menyedihkan. Padahal dia jauh lebih menyedihkan. Adek yang aneh memang.”

“Kalo ngerumpi jangan terlalu keras atuh, Bang!”

YAP. Seseorang yang sedang dibicarakan muncul kembali. Rena datang dengan penampilan yang jauh lebih baik, lebih segar juga. Ia mengenakan kaos polos berwarna biru tua dan celana jeans selututnya.

Rena duduk di sebelah Adel, menempati ruang kosong di sebelah Adel.

Mood Rena memang dapat dengan mudahnya naik turun!

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang