BAB 17 (A)
Memilih Untuk Menikmati"Tidak perlu macam-macam, yang aku butuhkan untuk sebuah hal semacam cinta itu hanya dirimu. Cukup itu karena kamu adalah cintaku."
🌹
TIDUR. Posisi paling nyaman dan kegiatan yang sedang dibutuhkan Adel kali ini. Namun kehadiran Atha justru tak bisa membuatnya tidur.
Perutnya masih terasa sakit bagai diremas-remas. Biasanya tidur adalah obat paling ampuh baginya. Tapi sekarang, bagaimana ia bisa memejamkan mata jika ada sepasang mata yang mengawasi?
Setelah tadi sarapan bersama Atha dan ya... sedikit ngobrol kini mereka ada di kamar Adel. Pembicaraannya pun tak jauh-jauh; mengenang masa kecil mereka, mengingat kepergian Atha dulu, dan berbagi pengalaman yang dilewatkan tanpa bersama.
Atha juga menjelaskan dengan rinci kenapa selama ini ia tak menghubungi Adel. Adel cukup lega mengetahui bahwa Atha memang masih seperti dulu. Atha-nya sama saja. Atha-nya tetap menjadi Atha yang dulu.
Tadi Atha memintanya meminum obat. Lagi, ia menolak. Jadi dia mencari-cari alasan agar Atha tak terus menerus memintanya minum obat. Jadilah ia bilang akan tidur. Namun tidak diperbolehkan oleh Atha gara-gara belum mandi! Adel menurut, ia pun membersihkan badan terlebih dahulu. Lalu kini ia berbaring di ranjang kesayangannya.
Atha malah menemaninya tidur dengan alasan takut terjadi apa-apa pada Adel secara tiba-tiba. Katanya, ia juga takut Adel malah bermain handphone, bukan beristirahat. Dan agar Adel bisa tidur dengan nyenyak!
Nyatanya tidak! Dia malah grogi. Pandangan Atha yang terarah padanya.... Tubuh Atha yang setia berbaring di sofa bed sebelah ranjangnya.
Ranjangnya berdecit, ia bangkit dan akan turun dari ranjang. Namun sebuah suara menghentikannya, “Mau kemana?” suara Atha! Atha sedaritadi hanya memandangi Adel dari sofa bed di sebelah ranjang Adel, omong-omong.
“Ambil minum, Mas. Adel haus.” Adel berkata dan akan menuju lantai bawah sebelum tangan kekar mencekalnya.
“Biar Mas yang ambil. Sini aja.” Alif berucap seraya meninggalkan Adel yang memilih kembali ke ranjangnya. Jadilah Adel menidurkan kembali tubuhnya di ranjang.
Drrrt. Drrrt.
Ponsel Adel yang terletak di nakas bergetar, sebuah panggilan masuk. Adel mengambil lalu menggeser layarnya.
Bang Rama’s calling...
“Halo?” Adel mulai menyapa.
“Del? Katanya sakit, ya? Kenapa?”
“Eh, Bang Rama. Iya. Biasa. Tamu bulanan datang nih. Ada apa, Bang?”
“Nggak. Cuma mastiin lo nggak apa-apa. Sekarang udah baikan?”
“Iya udah, Bang.”
“Oh oke deh. Nanti gue main nggak papa kan?”
“Wah, iya, ng—“
“Tuh, baru Mas tinggal ambil minum udah teleponan gitu.” Atha datang dan tiba-tiba menginterupsi percakapan Adel dan Rama.
“Eh, iya bentar, Mas.” Adel menatap Atha. Kemudian ia melanjutkan pembicaraannya dengan Rama di telepon, “Main aja nggak apa-apa. bawain Adel makanan jangan lupa, Bang. Tapi ini bercanda, kok.”
“Oke, Del. Istirahat, ya.”
“Ya udah. Udah dulu ya, Bang! Dah.”
Hubungannya dengan Rama baik-baik saja. Ia memang dekat dengan Rama semenjak ia mengenal lebih jauh Rama. Pernah beberapa kali Rama mengantarnya sepulang sekolah. Rama juga beberapa kali datang ke rumahnya meski sebelum adanya Atha di rumahnya.
Rama menjelma menjadi sosok kakak untuk Adel. Ya, seperti abangnya, Alif. Rama yang baik. Rama yang perhatian. Dan Adel selalu menganggapnya sebagai kakak saja. Tak pernah bisa lebih.
Adel memutuskan sambungan teleponnya. “Tadi Bang Rama yang telepon, masa Adel tolak sih,” kilah Adel pada Atha.
Atha menyerahkan segelas air putih pada Adel dan langsung diterima oleh Adel. “Handphone kamu di-silent atau matiin aja, Del. Takut ganggu kamu istirahat.”
Kenapa nggak Mas Atha-nya aja yang dimatiin? Mas Atha juga penyebab Adel nggak bisa merem! Andai saja Adel seberani itu. Andai saja Adel tak takut kehilangan Atha. Ia pasti akan meneriakkan kalimat itu persis di depan wajah ganteng Atha. Tapi ia tak mau kehilangan Atha untuk ke dua kalinya. Dan ia tak seberani itu.
“Iya, Mas.” Nyatanya itulah yang terucap dari bibir mungilnya. Ia mengubah mode suara ponselnya menjadi diam. Selanjutnya Adel kembali berbaring. Dan... Atha balik ke posisi semulanya! Ih Adel jadi gemas deh!
Adel menaikkan selimutnya hingga menutul seluruh tubuhnya. “Kamu bisa nafas kalo ditutupin gitu, Del?” Suara bariton Atha mengagetkan Adel lagi. Kenapa sih Atha bisa membuat tingkah Adel aneh?
“Bisa kok, Mas. Dingin soalnya.” Adel menjawab masih sambil bergelung du dalam selimut.
“Dingin? Oh ya udah. AC-nya matiin aja, ya,” ucap Atha dan akan mengambil remote AC yang diletakkan di meja belajar Adel.
“Eh! Jangan! Nggak jadi dingin kok, Mas.” Adel menyibak selimut yang tadi menutupinya. “Adel lebih nggak bisa tidur kalo AC-nya mati. Gerah.”
Tak menanggapi omongan Adel, Atha malah mengambil kursi yang terletak di depan meja belajar. Lalu memindahkannya di sebelah ranjang Adel. Gawat! Adel bisa mati grogi gara-gara Atha berada di radius satu meter darinya!
“Ngapain, Mas?” tanya Adel melihat Atha yang duduk di kursi yang tadi dipindahkannya.
“Kata Mami, kalo lagi sakit dan nggak bisa tidur tuh diusap rambutnya. Jadi, siapa tahu ampuh buat kamu.” Atha dengan santainya memperbaiki posisi duduknya lalu mengusap-usap rambut Adel.
GILA! GILA! GILA!
Sialan!
Adel mengumpat dalam hati! Detak jantungnya tidak normal lagi! Jantungnya serasa akan lompat dari dada ke perut! Usapan lembut Atha di kepalanya ... Adel suka itu! Adel mencoba memicingkan matanya dan kupu-kupu indah justru berterbangan di dalam perutnya. Bikin grogi! Gotcha!
“Mas Atha...,” panggil Adel pelan masih dalam kondisi memejamkan mata.
“Hm?” Atha berdeham.
“Adel malu.”
“Kenapa?” tanya Atha dan masih mengusap pelan rambut halus Adel.
“Jadi kayak bocah,” desis Adel, ia mencoba memejamkan ke dua matanya.
“Udah ah. Ayo bobo.” Atha berbicara dengan Adel seolah-olah ia sedang berbicara dengan bayi. Atau Atha ini memang berbakat jadi pengasuh bayi, ya?
Dan Adel benar-benar malu.
Fixed. Adel tidak bisa berkutik. Ia memilih menikmati usapan lembut Atha. Menikmati kehadiran Atha tepat di sisinya.
Untuk saat ini, memilih untuk menikmati memang pilihan yang terbaik.
Bersama Atha, Adel merasakan kenyamanan. Adel merasa mendapat perlindungan dari pangerannya. Ah, lengkap sudah hidupnya ketika Atha datang kembali ke sisinya.
• • •
Author Note
Hai! Sejauh ini, gimana sih pandangan kamu tentang cerita ini? Aku butuh masukan kamu, ya!
See you on next part, guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia
Teen Fiction[CERITA SUDAH SELESAI] Namanya Atha. Mas Atha, begitu kusebut namanya. Dia adalah lekaki ketiga dalam hidup yang membuatku mulai mengenal dunia, setelah Papa dan Abang tentunya. Bertahun-tahun aku mengenalnya, aku sadar dialah pusat duniaku. Sayangn...