BAB 17 (B)
Squad's Day"Kadar bahagia itu kita sendiri yang menentukan, bukan orang lain."
🌹
“EWWW! ITU KENAPA DIMAKAN?”
“IH JOROK BANGET!”
“AMIT-AMIT DEHHH!”
“JIJIK IIIH! KOK PADDINGTON-NYA MAKAN KOTORANNYA SENDIRI?!”
Sayup-sayup teriakan dan celotehan yang Adel kenal pemiliknya masuk ke indra pendengarannya. Ia membuka kedua matanya. Namun langit-langit kamar berwarna putihlah yang pertama dilihatnya. Ia melirik jam dinding di tembok sebelah kirinya. Sudah pukul satu siang. Berarti Adel tidur selama empat jam! Gotcha!
Adel bangkit dari tidurnya dan bergegas turun ke lantai bawah, mencari sumber keributan yang membangunkannya. Dengan kepala yang masih sedikit pusing ia menemukannya. Ada beberapa orang di ruang keluarga yang sedang menonton film.
Adel ikut duduk di sofa single dan semua orang di situ masih belum menyadari kehadiran Adel. Adel berdeham memecah keseriusan orang-orang yang sedang menonton film yang menurut Adel bocah banget.
“Eh, Adel? Udah bangun, ya?” Atha lah yang pertama menyadari kedatangan Adel. Adel mengangguk.
Lantas semua yang ada di situ, ada Alif, Atha, Rama dan... Bram menengok! Adel sontak membulatkan matanya melihat sepupunya yang selama ini ada di Jogjakarta melanjutkan kuliahnya berada di hadapannya.
“Loh, Mas Bram?! Aaaa Adel kangen!” teriak Adel. Dengan masih menggunakan piyama bermotif bunganya Adel menubrukan diri pada Bram. Bram yang tidak siap hampir saja terjungkal jika saja Alif tak memeganginya. “Mas Bram kok pulang nggak ngabarin sih?” Adel masih mendekap erat Bram.
Bram terkekeh, “Iya, baru pulang semalem, ke sini juga diajak sama Alen, katanya kamu sakit?” tanya Bram, Adel mengangguk. “Uluuuh. Tuh, Del, banyak yang iri,” ucap Bram, lantas pandangannya menghadap ketiga cowok tadi. “Mau juga dipeluk cewek cantik gini?” katanya meledek membuat dengusan kian terdengar.
Adel melepas pelukannya pada Bram. “Hehe. Abisnya kalo Mas Bram liburan, Adel nggak ketemu ish!”
Tanpa menghiraukan kehadiran cowok-cowok lainnya, Adel justru asik ngobrol dengan Bram. Hingga membuat Alif menceletuk, “DEL! Ini juga banyak cogan kok yang dipake cuma satu sih?”
Adel menoleh lantas tertawa kecil, “Adel ‘kan lama nggak ketemu Mas Bram, Bang.”
“Ah serah deh, itu Alen lagi di dapur. Lagi masak. Bantuin gih, udah sembuh ‘kan?” tanya Alif, Adel mengangguk lantas bangkit menuju dapur dan sebelumnya menyapa Atha dan Rama yang tadi dianggurkan olehnya. Ada sedikit pertanyaan melintas tiba-tiba karena Adel melihat Atha dan Rama yang, uhm, akur! Padahal ketika pertemuan pertamanya Atha seperti kurang suka kepada Rama. Ah ia harusnya bersyukur.
“Mbak Aleeen!” Adel memeluk Alena, sepupunya yang sedang memasak di dapur. Alena sedang menggoreng udang tepung, omong-omong.
“Hai, Del! Gimana? Udah baikan? Laper?” tanya Alena. Adel mengangguk-angguk. “Ya udah... bentar ya. Bentar lagi matang, kok.” Alena masih sibuk dengan alat penggorengan dan lain-lain.
Adel membuka kulkas lalu mengambil minuman yang ada.
“Kamu dismenore ya, Del?” tanya Alena.
Adel menjawab, “Iya. Kok tahu?”
“Kamu kan langganan. Dan tadi Serva kasih tahu. Tadi Mbak LINE kamu lho, tapi nggak dibalas, jadi mbak tanya ke Alif. Dia bilang kamu sakit. Ya udah Mbak kesini sekalian. Terus tadi Mbak datang, ke kamar kamu, ada kamu juga Serva. Dia lagi elus-elus kamu. So--!” Alena menjelaskan dengan mata berbinar sebelum akhirnya mulutnya ditutup oleh telapak tangan Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia
Teen Fiction[CERITA SUDAH SELESAI] Namanya Atha. Mas Atha, begitu kusebut namanya. Dia adalah lekaki ketiga dalam hidup yang membuatku mulai mengenal dunia, setelah Papa dan Abang tentunya. Bertahun-tahun aku mengenalnya, aku sadar dialah pusat duniaku. Sayangn...