Kedua puluh tiga

992 101 12
                                    

Jiyeon mengusap perutnya perlahan sambil memasukan beberapa helai pakaian kedalam koper yang sudah ia siapkan untuk dibawa nanti saat melahirkan.

"Jiyeon, kau sudah siap nak?" Ibu mertuanya nampak mengintip dari balik pintu kamar, meneliti raut wajah anak menantunya yang tak karuan.

"Ah, ibu... Melahirkan? Entahlah, aku bingung... Jika aku mengatakan aku siap itu berarti aku berbohong tapi aku sudah harus siap. Kau sudah ingin melihat dunia bukan sayang?" Jiyeon memeluk perutnya gemas, menutupi kegundahannya.

"Kau sudah memberitahu Mingyu kapan kemungkinan kau melahirkan?"

Jiyeon tersenyum ragu sembari menggelengkan kepalanya,

"Mingyu sibuk dengan kuliahnya. Aku tak ada waktu bicara dengannya bu." bisik Jiyeon menutupi suaranya yang serak seperti hendak menangis.

"Uhm... Bagaimana kalau kita membuat makanan ringan? Cucuku suka cookies buatan nenek kan?" gurau Nyonya Kim terarah pada perut Jiyeon.

Wanita yang lebih muda itu mengangguk berusaha melupakan kesedihannya.

Memang sudah seminggu ini Jiyeon tak bekerja, ia sudah mengambil cuti hamilnya.

Bayangannya saat mengambil cuti sangat indah... Mingyu akan lebih sering diam dirumah menemaninya yang bisa saja melahirkan kapan saja tapi lihatlah sekarang... seminggu Jiyeon tak bekerja Mingyu tetap sibuk dengan kuliahnya,

Berangkat pukul 7 pagi pulang pukul 9 malam.

Selepas membantu membuat makanan ringan bersama nyonya Kim,

Jiyeon memutuskan untuk berjalan jalan seorang diri ditaman belakang, harum bunga lavender selalu membuatnya bahagia dan tenang... Tapi, tidak untuk saat ini.

"Jalan sendirian?" tanya seseorang dibelakang Jiyeon, wanita itu menoleh dengan ogah ogahan.

"Ya. Presdir tidak kerja?"

"Hanya mengambil beberapa berkas sebentar, lalu kembali lagi ke kantor."

"Oh." Jiyeon hanya mengangguk menanggapi penjelasan kakak iparnya.

"Kenapa kau? Kau terlihat menyedihkan dan kesepian.. Oh, apa suami mudamu itu tak menemanimu? Bosan? Ckk..."

"Kau mengejekku? Hhh... Aku rindu ejekanmu presdir.... Itu membuatku mengingat bagaimana aku dan Mingyu pertama kali bertemu." Jiyeon tersenyum sendiri, senyum manis sambil menerawang langit diatas sana.

"Ckk... Setiap kita bersama selalu bocah itu yang menjadi topik pembicaraan kita, kau tahu... Aku seolah tak memiliki celah untuk mendapatkanmu." ucap Joonmyun setengah jengkel.

"Ya? Apa maksudmu?" Jiyeon menoleh pada Joonmyun sambil menaikan sebelah alisnya bingung.

"Maksudku... Aku menyukaimu Jiyeon... Sejak pertama kali kau interview, berbicara mengenai pengalaman magangmu. Semuanya tak pernah kulupakan." balas Joonmyun ikut menatap langit diatas sana dengan senyum lebar seolah mengingat masa lalu bahagia yang tak mungkin terlupakan.

"Aku... minta maaf."

"Tak perlu minta maaf... Ini juga kesalahanku, kalau aku tak merendahkanmu... Membuatmu membenciku mungkin kini kita bisa bersama.... kau tahu alasan kenapa aku begitu jahat padamu?

Aku... Aku tak ingin orang lain melihatmu dengan tatapan terpesona, aku juga menutupi perasaan sukaku padamu, gengsi aku... Ya.. Inilah karma yang kudapat, aku kehilanganmu oleh adikku sendiri." Joonmyun mengeluarkan senyum mirisnya.

"Presdir..."

"Aku tak akan merebutmu dari adik tiriku, Tenang saja... meskipun kami saudara tiri Mingyu adalah adik yang ku inginkan sejak kecil.

Give LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang