Aku tak pernah mengerti apa yang dipikirkan oleh orang bodoh. Mungkin, mereka juga tak mengerti apa yang dipikirkan olehku, si jenius. Baru saja dua hari aku masuk kedalam kelas tersebut, aku sudah dipanggil si jenius oleh seisi kelas. Terimakasih disertai senyum tipis adalah respon yang selalu aku berikan. Kau tahu, aku malas menanggapi mereka. Aku lebih senang menanggapi ucapan dari Aristoteles atau Plato mengenai teori-teori cerdas mereka.
Aku sedang duduk didalam mobilku sembari membuka halaman-halaman buku cetak. Siapa tahu guru menanyakan isi undang-undang atau sekedar memberi pertanyaan pengetahuan umum. Aku sesekali menguap. Kau tahu, aku juga manusia. Usiaku sudah tujuh belas tahun dan duduk di bangku kelas dua belas SMA unggulan yang penuh dengan siksaan ini. Meskipun aku adalah 'si jenius' aku memilih jurusan sosial dibanding sains. Aku tidak pandai dalam kimia maupun fisika. Aku hanya pandai dalam menjabarkan isi proklamasi Indonesia atau letak geografis negara-negara ASEAN.
Aku berada dalam Mini Cooper berwarna kuning yang diberikan oleh orang tuaku sebagai hadiah ulang tahunku. Biasa saja. Ini bukan mobil mewah bagiku. Dibandingkan dengan Lexus ataupun Mercedes yang terpelihara di garasi rumahku, tentu saja mobilku ini paling murah. Tapi sudahlah, aku tetap bersyukur setidaknya mereka membelikanku mobil.
Banyak orang mengatakan alasanku tetap jomblo adalah karena mobilku. Saat semua pria mengendarai sepeda motor kuno mereka, aku bisa menyetir mobil yang bagi mereka sangat mewah ke sekolah. Ditambah aku orangnya dingin sekali. Aku tidak tertarik pada pria jenis manapun. Aku tidak suka dengan pria yang berambut tajam. Tidak suka dengan pria yang memakai kacamata tebal. Tapi, aku benci dengan pria yang selalu merasa dirinya tampan dan menghina wanita-wanita yang tidak memiliki teman di sekolahku. Mereka juga mengira para pria gentar menghadapiku karena semua ucapan mereka bisa aku patahkan dengan teori yang tertulis.
Aku tidak terlalu jenius untuk dijauhi oleh pria. Aku bukan virus yang harus membuat mereka takut dekat-dekat denganku. Apalagi Ayahku juga menekankan bahwa mencari pria itu sulit. Kaya saja tanpa kebaikan akan membuatku terluka. Apalagi jika baik saja tanpa kaya, akan membuatku kelaparan. Benar juga. Bagaimana caranya agar aku bisa melepas seluruh koleksi sepatu dan tas mahal yang selalu aku beri senyum setiap pagi.
Tidak ada yang lebih indah dibandingkan sendirian. Teman-temanku banyak yang sudah mempunyai pacar, tapi aku merasa lebih bahagia dibandingkan mereka. Mereka tak bisa menentukan indikator untuk bahagia. Aku bahagia dengan apapun yang aku miliki sekarang. Aku juga benci dengan orang yang meremehkanku. Mereka pasti menyesalinya, pasti.
Aku rasa sudah beberapa menit lagi menuju bel dan aku masih didalam mobil. Tak lucu jika aku datang terlambat karena terlambat turun dari mobil. Aku pun memasukkan buku tersebut kedalam tasku dan segera membuka pintu mobil. Angin kencang menerjang rambutku yang agak kecoklatan. Aku pun keluar mobil dengan tatapan yang tajam, seperti biasa. Dilahirkan di keluarga yang seperti ini sejak lahir membuatku sulit untuk merendah. Wajahku terlahir untuk terus terangkat.
Saat aku turun, aku melangkahkan kakiku dengan sepatu yang selalu bersih melewati aspal. Namun, langkah kakiku terhenti saat ada mobil yang dengan buru-buru parkir di samping mobilku. Sebuah Range Rover rupanya hampir menabrakku yang sedang menggendong tas sekolah tanpa dosa. Nampaknya, orang yang menyetir mobil ini sudah sangat handal. Aku pun menempelkan tubuhku ke badan Mini Cooperku. Mobil yang raksasa dan menyetir tanpa kehati-hatian, aku menggerutu.
Aku berusaha melihat siapa orang menyetir mobil ini ke sekolah. Namun, kaca filmnya begitu gelap. Bahkan aku tak bisa memastikan apakah didalamnya ada yang menyetir atau tidak.
Tak lama, pintu terbuka. Aku berjalan sampai ke bagian depan mobil Range Rover tersebut. Aku masih penasaran dengan siapa yang keluar dari mobil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
WORDS of HIM (COMPLETE)
Romance#1Novel Indonesia; #1 Novel Romantis "Aku? Aku menyukainya sejak pertama kali bertemu dengannya. Aku terus menerus memikirkannya, sampai aku mengetahui semua mengenainya. Ia tidak lebih dari pria dingin, malas, tak sempurna, dan...yang sudah memilik...