Pagi ini, aku berjalan menuju sekolah seperti biasa. Seperti biasanya, William selalu turun dan berjalan di depanku. Apakah semua ini selalu kebetulan? Kami selalu datang dengan waktu yang sama dan memutuskan untuk turun dari mobil dengan detik yang persis? Ia juga selalu memarkirkan mobilnya lebih depan sehingga selalu berada di depanku.
Aku selalu berusaha untuk tidak membuat suara apapun sehingga pria itu tidak sadar akan keberadaaanku. Tidak, ia juga takkan peduli apakah aku ada ataupun tidak. Namun, aku bisa melihat pria itu tidak berjalan lurus. Ia seolah sempoyongan dan menahan keseimbangannya. Tak lama, ia benar-benar terjatuh ke aspal di ujung lahan parkir. Aku pun berlari menghampirinya secara spontan.
"William, kau baik-baik saja?" tanyaku padanya sembari membantunya untuk berdiri.
Pria itu terlihat tidak melepaskan perban yang aku lilitkan di dagunya sejak Jumat. Aku ingin tersenyum melihat pria itu ternyata menjaga sesuatu yang aku lakukan susah payah untuknya. Pria itu menengadah kearahku. Aku tidak bisa membaca ekspresinya, entah ia meminta bantuanku atau memintaku untuk pergi.
Namun, hatiku mengatakan bahwa pria itu memintaku untuk menjauh darinya. Lama-lama, aku berpikir mungkin ada yang bermasalah dengan kakinya. Apakah dibalik celana panjang abu-abunya, ia menyimpan luka yang sangat besar di kakinya sehingga ia kesulitan berjalan? Aku pun hanya bisa lewat di depannya dan aku tidak mendengar pria itu memanggil namaku. Artinya, ia benar-benar tidak membutuhkan bantuanku kali ini.
Sepulang sekolah, aku mendapati Jericho menungguku didepan ruang ujianku. Ia melipat tangannya seraya menunggu ruanganku bubar. Aku pun keluar dan tidak menyangka melihat Jericho. Kami tidak membuat janji untuk bertemu sepulang sekolah. Aku melihat ekspresinya seperti lesu dan ada berita buruk yang harus ia sampaikan.
"Ada apa?" tanyaku padanya sembari menggendong tas MCM kecil di punggungku.
"William tidak mengikuti ujian hari ini. Ia seharian hanya berbaring lemas di UKS," ujar Jericho kearahku sembari dirinya menunjukkan wajah lemas kearahku.
"Benarkah? Aku harus melihat keadaannya," ujarku dengan gelisah.
Baru saja aku dan Jericho akan melangkah, tangan Derek menahanku. Ia membuat langkah kakiku terhenti dan aku menoleh kearahnya, "Keadaan siapa?" tanyanya.
Aku hanya menyunggingkan senyum tipisku sembari menggeleng, "Teman," jawabku dengan singkat dan berusaha melepaskan genggamannya.
"Teman? Apa ia benar-benar temanmu?" tanyanya dengan wajah penuh kecurigaan.
"Derek, aku tidak ada waktu untuk ini," dengan satu hentakan, aku berhasil melarikan diri dari Derek dan segera berjalan dengan cepat menuju UKS.
Aku mengintip sebentar dan mendapati pria itu sedang duduk dengan wajah yang sangat pucat. Apakah ia kelelahan mempelajari biologi? Matanya melirik kearah kehadiran kami berdua. Aku pun segera melangkah masuk kedalam ruangan yang sangat sunyi tersebut.
"Jericho, ada hal penting yang harus kutanyakan kepadanya. Kau tunggu diluar," ujarku kepada Jericho sembari berbisik pelan untuk mengusirnya secara halus.
Jericho pun memundurkan langkahnya dengan paksa dan menutup pintu UKS dengan agak kecewa. Aku tahu bahwa ia yang memberitahuku, namun ada hal yang penting yang harus aku pastikan padanya.
Suasana menjadi semakin hening saat aku berada di depan pria itu. Ia terlihat sangat sakit dan tubuhnya begitu lemas.
"Apa kau sudah makan?" aku pun mulai bertanya kearahnya.
Pria itu menggeleng. Tentu saja, sudah hampir jam dua belas siang dan ia belum makan apapun sejak pagi. Ia pasti sangat-sangat lapar.
"Kalau begitu, biar aku belikan bubur," aku pun segera membalikkan tubuhku dan hendak melangkah keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
WORDS of HIM (COMPLETE)
Romance#1Novel Indonesia; #1 Novel Romantis "Aku? Aku menyukainya sejak pertama kali bertemu dengannya. Aku terus menerus memikirkannya, sampai aku mengetahui semua mengenainya. Ia tidak lebih dari pria dingin, malas, tak sempurna, dan...yang sudah memilik...