AKU MENYALAHKAN CINTA - Part 12

2.5K 75 4
                                    

Aku menyukainya. Cara ia mendekapku erat. Cara ia meyakinkanku untuk bahagia.

Aku menyukainya. Menghabiskan waktu dengannya sampai larut tanpa sedetik pun aku harus berpikir untuk membuat topik.

Tuhan...apa yang salah dari aku yang mencintainya? Cinta? Cinta yang salah? Ya, mengapa harus ada hal semacam itu dalam kehidupan kita.

Cara ia tetap tersenyum saat pintu tertutup baginya, itu yang membuatku semakin menyukainya, seumur hidupku.

Aku meletakkan bolpoinku di samping halaman yang masih terbuka. Aku menopangkan daguku dan menatap keluar. Melihat rintikan hujan turun membasahi kaca jendelaku. Melihat bagaimana sepinya lingkungan rumahku. Tidak ada lagi mobil hitam Range Rover yang selalu menunggu aku terlelap. Tidak ada lagi pesan untuk melihat keluar jendelaku. Aku duduk termenung menerawang jendela sekitar tiga puluh menit. Sudah larut malam. Pria itu tidak lagi mengucapkan selamat malam kepadaku.

Aku tak bisa menahan air mataku. Mengalir membasahi halaman buku Words of Him yang kutulis. Aku ingin menanyakan kabarnya. Aku ingin ia menungguku tidur kembali di depan gerbang rumahku.

Aku menghela napas panjangku. Kuberharap untuk terbangun dengan lupa ingatan. Melupakan semua air mata saat aku bersamanya, melupakan semua tawa saat aku bersamanya. Aku ingin...melupakannya.

...

Hari itu, saat William ulang tahun dan ia memintaku untuk menemaninya satu hari, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Akhirnya, aku tak sanggup membuka mataku apalagi berjalan. Hanya bisa tertidur dengan jaket milik William menyelimuti tubuhku. Aku mendengar pria itu panik dan berusaha menyadarkanku. Tetapi, ia tetap menyetir dengan cepat. Mobilku masih berada di garasi rumahnya. Tidak ada waktu untuk mengambilnya. Yang membuatku gemetar karena, aku berbohong pada orang tuaku. Mereka mengira aku menghabiskan waktuku dengan 'sahabat' yang bernama Venya.

Aku merasa mobil William sudah terparkir di depan gerbang rumahku. Aku masih tak sanggup untuk membuka mataku. Tubuhku begitu lemas dan sulit digerakkan. Aku tak bisa menjawab apapun padanya, selain mendesah karena rasa pusing di kepalaku. Ia mematikan mobil Audinya. Ia turun dan berjalan kearahku. Ia membuka pintu mobil di sampingku dan menggendongku keluar di tangannya. Kedua tangannya menopangku dengan kokoh dan tanpa keraguan masuk kedalam rumahku.

Ibuku sedang meminum teh di ruang tengah, kemudian seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan aku pingsan. Ibuku segera panik dan membuka pintu. Ia mendapati William dengan wajah panik sedang menggendongku. Aku merasa ia bergetar saat menggendongku. Dalam hatiku, aku berkata agar lututnya baik-baik saja. Agar ia mampu berdiri dengan kokoh.

William membaringkanku di atas tempat tidurku dan menyelimutiku. Aku sadar bahwa pria itu mengelus lembut rambutku. Aku melihat sepintas ia tersenyum padaku dan mematikan lampu kamarku. Aku sama sekali tidak bisa tidur. Meskipun badanku lemas, aku merasa William akan memiliki obrolan penting dengan Ibuku. Aku bersusah payah mendengar apa yang dikatakan Ibuku padanya.

"Saya bisa jelaskan...," William mengatakannya dengan nada yang ragu-ragu.

"Ayahnya sudah tidur. Jadi, tidak perlu takut," Ibuku mengatakannya dengan nada yang lembut. Tetapi, tidak selalu artinya baik-baik saja.

Suasana hening sejenak.

"Saya tahu Nicole berbohong mengenai hari ini," ujarnya masih dengan nada yang lembut.

"Benarkah?" William terdengar begitu terkejut.

"Iya. Saya juga tahu Nicole menyukaimu. Saya juga tahu bahwa mobil kamu terparkir setiap malam di depan gerbang rumah kami," seolah Ibuku sedang menuturkan semua dosa yang aku dan William perbuat.

WORDS of HIM (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang