PULUHAN HARI TERLEWATI - Part 14

2.4K 75 0
                                    


Ayahku memang memiliki penyakit jantung. Jika sudah kumat dan telah dibawa ke rumah sakit, efeknya bisa fatal. Itulah alasan mengapa aku selalu khawatir padanya. Itulah alasan mengapa aku setiap hari menyetir sendiri ke sekolah agar orang tuaku tidak perlu mengantar jemput. Sekarang, aku berada di dalam mobil Derek. Basah kuyup dan terselimuti oleh jaket Derek. Entahlah, tetapi ini benar-benar terasa dan terlihat canggung. Biasanya William yang berada di sampingku.

Sekarang, Dereklah yang melindungiku. Ia menatapku dengan begitu khawatir. Aku menamparnya pagi ini, tetapi ia masih menatapku seolah aku baru menerima cintanya. Perjalanan sangat lama. Jalanan macet karena hujan besar. Kami menjadi canggung di dalam mobil Jaguarnya.

"Aku tahu seberapa kamu sayang pada orang tuamu," Derek menggeser posisi duduknya menjadi lebih dekat denganku.

"Aku juga tahu apa yang ada dalam pikiranmu sekarang," Derek melanjutkan kalimatnya.

Aku tidak mau kehilangan dua orang yang aku sayangi sekaligus. William dan Ayahku, dua pria di dunia ini yang paling aku cintai. Aku bergumam dalam hatiku. Ya, itulah hal yang sedaritadi aku lamunkan. Sedaritadi membuat hatiku lebih sakit dibandingkan tubuhku yang sudah terguyur hujan besar.

"Cukup bagi kamu untuk kehilangan William...," pria itu mengatakannya dengan jeda yang panjang.

Ia berhenti mengucapkannya saat mendengar isak tangisku. Air mataku mengalir tanpa mampu kutahan sama sekali. Seluruh badanku gemetar.

"Jangan coba membaca apa yang ada dalam pikiranku," aku memintanya dengan nada agak tinggi disertai air mata yang mengalir.

Derek menggeser posisi duduknya menjadi tepat berada di sampingku. Ia memelukku dengan erat. Ia tidak meminta izin untuk melakukannya.

"Aku takkan memaksamu untuk mencintaiku. Tapi izinkan aku menjadi tempat dimana kamu menuangkan semua kesedihanmu," Derek membisikannya dengan sangat pelan di telingaku.

...

Kami sampai di rumah sakit. Kami berdua segera berlari menuju ruang gawat darurat. Terlihat disana Ibuku sedang menangis di depan ruang operasi sendirian seraya terus menundukkan kepalanya. Saat mendengar langkah kami berdua mendekat, ia menengadahkan kepalanya. Jantungku berdegup dengan begitu kencang. Ibuku segera berlari memelukku dengan erat seraya menangis. Matanya merah dan pakaiannya sudah kusut.

"Darimana saja kamu, Nicole?" Ibuku berniat untuk marah padaku yang datang begitu terlambat, tetapi dirinya terlalu lemas untuk membentakku.

"Bagaimana kondisi Ayah?" aku segera mengalihkan pembicaraan.

Maafkan aku, Ibu. Aku terlalu khawatir sehingga tidak sanggup untuk menyetir sendirian menuju rumah sakit. Aku terlalu takut untuk mendengar dan melihat keadaan Ayahku.

"Sedang dilakukan operasi oleh beberapa dokter sekaligus. Mungkin agak lama. Ayahmu terjatuh dari tangga dan tiba-tiba tak sadarkan diri sama sekali," Ibuku menangis semakin histeris.

Itu membuatku tidak bisa menahan air mataku dan kembali memeluk Ibuku. Kami sama-sama menangis khawatir. Aku menerawang kedalam ruangan operasi yang begitu dalam. Semoga Ayahku baik-baik saja selama berada disana.

Sudah hampir dua jam. Belum ada kabar sama sekali. Kami bertiga masih terduduk. Aku masih tak berbicara apapun selain merenung dan sesekali memainkan jari jemariku.

Sementara Ibuku sedang asyik mengobrol bersama Derek. Derek adalah pria yang ramah dan senang berbicara. Itulah alasan mengapa ia sangat mudah untuk menghibur orang lain. Aku berpura-pura tidak peduli meskipun aku sedaritadi mendengarkannya dengan saksama.

WORDS of HIM (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang