PERGI TAKKAN KEMBALI - Part 3

3.9K 94 4
                                    

Sudah satu minggu semenjak acara pesta itu, mobil William tidak pernah terlihat lagi. Aku tidak pernah melihatnya di kantin atau di lorong sekolah. Aku merasa pria itu pasti mati atau sekarat. Syukurlah, mungkin ia juga pindah sekolah. Ataukah ia melarikan diri bersama Lyn? Aku menghela napasku. Aku sudah buktikan bahwa aku hidup dengan normal selama satu minggu ini. Dan ia, setelah pergi bersama Lyn langsung hilang selama seminggu. Wanita itu pastilah membawa pengaruh buruk. Mungkinkah Lyn menularkan penyakitnya pada William?

Saat sedang pelajaran matematika, suasana kelas seperti biasa, selalu membosankan.

"Derek, mengapa ulanganmu selalu yang paling rendah di kelas ini!" bentak guru matematika kami yang terkenal dengan soalnya yang susah dan pelitnya setengah mati.

Derek yang duduk di depanku tersentak. Ia yang sedang asyik menggambar di buku latihannya segera menengadahkan kepalanya dan tersenyum bodoh pada Pak Andre, guru matematikaku.

"Nicole, karena kamu selalu mendapatkan nilai seratus, kamu harus duduk di samping Derek," ujarnya dengan keras kearahku.

Benar. Pak Andre juga wali kelasku. Ia segera memintaku pindah. Alhasil, Alvin, teman sebangku Derek menjadi teman sebangku Venya. Aku mengeluh dalam hatiku. Tetapi, selagi ia masih memujiku, aku tidak apa-apa jika harus duduk di sebelah Derek. Satu kelas akan segera menyadari bahwa nilaiku memang selalu tertinggi.

"Ajarkan Derek jika ia tak bisa. Nicole, Bapak percaya kamu akan mampu mengajari Derek," ujarnya dengan raut memaksa padaku.

Kemudian, ia segera duduk kembali dan menunggu seluruh murid selesai mengerjakan soal latihan yang diberikan.

Aku pun segera membuka buku tulisku dan melanjutkan pekerjaanku.

"Sebelum masuk ke sekolah ini, aku sempat berpikir untuk pergi Australia dan tinggal disana," ujar Derek dengan nada datar dan dirinya melirik kearahku. Aku meletakkan bolpoinku dan menoleh kearahnya.

"Lalu?" tanyaku. Aku tak terkejut lagi. Derek adalah orang kaya raya. Untuk apa ia memilih sekolah yang jauh lebih murah dibandingkan di Australia?

Pria itu tersenyum, "Hatiku mengatakan, aku akan bertemu dan berakhir denganmu," ujarnya dengan senyuman yang tulus.

Aku mengerutkan dahiku dan kembali fokus pada pekerjaanku, "Kerjakan latihan ini," ujarku dengan nada yang serius padanya.

"Nicole," pria itu memanggilku sekali lagi.

"Hm?" responku sembari mataku bergerak ke kanan dan kiri membaca soal.

"Pastilah, ada pria yang sudah mengambil tempat di hatimu," ujar pria itu sekali lagi padaku sembari senyumnya menghiasi wajahnya yang menurut Venya tampan.

Aku berhenti menulis. Telingaku menangkap pertanyaan yang membuat jantungku berdegup tanpa alasan. Apakah pria itu adalah William? Apakah William telah menempati tempat di hatiku dan membuat semua pria yang menungguku seakan menjadi sesak?

"Tidak ada," jawabku pelan disertai kepalaku yang menggeleng pelan untuk menunjukkan kepada Derek bahwa benar-benar tidak ada.

Derek pun tersenyum dan mengangguk. Ia segera mengambil bolpoinnya dan duduk dengan rapi membaca soal. Aku rasa, jawaban yang aku berikan adalah jawaban bijak.

...

Setiap murid yang tidak masuk sekolah, pastilah meminta izin pada guru tata usaha. Entah mengapa, kakiku terus memaksa tubuhku melangkah menuju ruang tata usaha. Guru tata usaha, teman karibku di sekolah ini, pastilah ia tahu kemana perginya pria itu. Ya, kemana William. Aku mengaku kalah dengan diriku sendiri. Aku memutuskan untuk berhenti bertanya-tanya akan keberadaan pria itu. Jika pria itu sudah mati, aku akan berhenti memikirkannya.

WORDS of HIM (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang