BERPASRAH PADA TAKDIR - Part 20

1.9K 70 5
                                    

Pesawat kami mendarat dengan selamat di Indonesia. Aku melihat tim manajemenku sudah menunggu di depan tempat kedatangan. Mereka mengacungkan papan besar bertuliskan, "Menjemput sang novelis". Pria berkacamata yang sering menawarkan pekerjaan padaku itu melambaikan tangannya padaku. Aku berseri-seri saat membaca tulisan kampungan di papan tersebut.

"Bagaimana perjalananmu?" sapanya dengan hangat padaku.

"Menyenangkan," jawabku padanya dengan nada ringan.

"Aneh sekali. Kau tidak mengeluh kali ini? Kamu selalu menjawab lelah dan membosankan. Aku jadi penasaran pesona kota Hong-Kong," jawabnya padaku dengan panjang lebar berbasa-basi denganku.

Aku hanya tersenyum samar padanya. Tentu saja perjalanan ini menyenangkan. Saat sampai di mobil, aku segera mengeluarkan ponselku.

Nicole – 18.00

Aku sudah sampai di Indonesia. Hubungi aku jika kamu ada waktu. Aku merindukanmu.

Aku mengirimkan pesan itu pada William. Seolah sekarang rasa berdebar-debar saat mengirimkan pesan padanya teringat kembali. Aku seolah mampu mengingat jaman SMA dulu, saat aku terus mengabarinya. Ingatan tersebut samar. Tetapi, meyakinkanku bahwa aku dan dia memang seperti itu.

"Anda mau diantar kemana?" supir mobil itu bertanya padaku.

"Rumahku. Aku sedang tidak ingin bertemu siapa-siapa," jawabku padanya.

Perjalanan lama membuatku semakin tidak sabar untuk sampai di rumah. Tak lama ponselku bergetar dan aku begitu bersemangat.

William – 18.45

Apakah kau baik-baik saja, Nicole? Kapan aku boleh meneleponmu?

Aku tersenyum membacanya. Mungkin supir itu sadar sikap anehku. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya.

Nicole – 18.46

Sebentar lagi aku sampai di rumah. Mungkin jam delapan malam?

Aku menunggunya membalas pesanku lagi.

William – 18.50

Baiklah, istirahat yang baik. Aku juga merindukanmu.

Jantungku berdegup begitu kencang. Ya Tuhan, aku sudah dua puluh tujuh tahun, tetapi perilakuku mirip dengan sepupuku yang masih tujuh belas tahun. Aku menggelengkan kepalaku. Merasa aku merasa masih cukup usia untuk berdebar melihat pesan darinya?

...

Saat aku sampai di rumah, aku segera mandi dan membuat makan malam. Benar saja, selesai makan malam, ponselku segera berdering. Aku membaringkan diriku di atas tempat tidurku dan tersenyum-senyum seraya mengangkatnya.

"Nicole, kamu sedang santai?" tanyanya padaku.

"Iya. Aku selalu santai saat kamu ingin berbicara," jawabku dengan begitu bahagia. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku.

"Syukurlah kamu baik-baik saja. Jangan lupa untuk tidur awal hari ini," jawabnya padaku.

"Bagaimana harimu? Pekerjaanmu sudah selesai? Kamu bisa pulang besok?" tanyaku dengan begitu bersemangat padanya.

"Nicole, aku bisa pulang enam hari dari sekarang. Jaga dirimu baik-baik. Jangan sampai buat aku khawatir. Lagipula, ada yang harus kamu selesaikan, bukan?" tanyanya lagi padaku.

"Iya. Besok aku akan menemuinya," maksudku adalah menemui Derek.

Kami berbincang-bincang sekitar satu jam. Benar-benar kami berdua menikmati percakapan tidak penting dan sederhana namun melengkungkan bibir ini.

WORDS of HIM (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang