Waktu kami masih sekitar satu jam lagi. Kami sudah selesai makan dan hendak berkeliling. Tempat tersebut adalah tempat yang sangat luas. Terdapat taman besar yang dihiasi lampu-lampu taman. Kami berjalan bersamaan menyusuri taman tersebut. Nampaknya, semua orang lebih memilih untuk mengobrol dan bercanda bersama teman-teman mereka.
Aku dan William memiliki banyak sekali persamaan. Kami sama-sama sering kecewa oleh yang namanya teman. Oleh sebab itu, kami sangat cocok untuk jalan bersama seperti ini. Ia menceritakan banyak hal yang menarik dan itu membuat mulutku selalu melengkung membentuk sebuah senyuman.
Sudah hampir tengah malam. Angin semakin berhembus kencang. Aku menggosok kedua telapak tanganku agar membuat suhu yang lebih hangat. William mengamatiku. Kemudian tersenyum padaku.
"Kamu begitu kedinginan?" tanyanya padaku dengan tatapan yang tersenyum.
Aku mengangguk sembari mulai menggigil pelan. Tak lama, pria itu mengeluarkan sebuah syal dari dalam saku jaketnya. Syal rajut berwarna kecoklatan. Kemudian, ia mengalungkan syal tersebut melilit leherku. Wanginya benar-benar hangat. Kemudian aku tersenyum padanya.
"Syal ini adalah syal yang diberikan oleh nenekku. Beliau mengatakan untuk memberikannya pada wanita yang ingin aku lindungi. Menurutku, syal ini cocok untukmu. Kamu bisa menjaganya," ujar William padaku sembari ia masih merapikannya.
"Apakah kamu akan melindungiku?" ulangku padanya dengan wajah yang berseri.
William mengangguk dengan yakin.
...
Aku melangkah masuk kedalam bis dan duduk di bangku semula. Kemudian, Derek segera duduk di sampingku. Ia menatapku dengan begitu heran.
"Seingat diriku, kamu tidak pernah memiliki syal seperti itu," ujarnya padaku sembari menunjuk syal yang melilit rapi di leherku.
"Apakah kamu pernah melihat seluruh koleksi bajuku? Jika tidak, maka jangan mengatakan hal itu," ujarku padanya.
Jika Derek mengetahui bahwa syal ini dari William, dia pasti marah padaku. Tetapi, sejujurnya syal ini sangat menghangatkan. William tidak akan memberikannya pada sembarang wanita, bukan? Bagaimana jika ternyata Lyn sudah mempunyai baju, gelang, cermin, dan seluruh barang milik Neneknya? Itu sama sekali tidak lucu.
...
Kami diberi waktu luang yang sangat panjang. Aku berjalan-jalan sendiri menyusuri jalan setapak dekat hotelku. Sembari menghirup udara segar dan berjalan santai, kadang aku berhayal apa jadinya jika aku bisa menikmati hal ini bersama William. Venya dan beberapa teman lainnya entah ada dimana, aku pun tidak berniat mencari tahu. Derek pastilah dengan teman-temannya bermain kartu dan hal-hal membosankan lainnya.
Di ujung taman tersebut, aku melihat Tom, Richard, dan Melvin sedang berbincang-bincang bersama. Saat melihat kehadiranku, mereka segera berhenti berbicara dan tersenyum terkejut kearahku. Mereka merapatkan barisan dan seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Aku hanya mengangguk, membalasan senyuman mereka dengan wajah datar-datar saja. Entah mengapa, firasatku mengatakan hal yang tidak baik. Dimana William? Bukankah mereka adalah teman dan selalu duduk bersama William? Apa mereka tahu dimana William berada?
Aku berlalu dari hadapan mereka. Sekarang, aku sudah keluar dari komplek hotel dimana sekolahku menginap. Aku tak tahu harus pergi kemana dan melakukan apa. Sudah hampir makan sore, kami diperbolehkan mencari makan sore sendiri bersama teman-teman. Aku merapatkan jaketku karena udara hari ini begitu dingin. Tepatnya, angin yang berhembus sangatlah kencang.
Baru saja aku akan membalikkan tubuhku, ponselku bergetar.
William – 16.30
Nicole, apakah kamu mau makan bersamaku? Temui aku di restoran tempat tadi siang kita makan. Aku menunggumu disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
WORDS of HIM (COMPLETE)
Romance#1Novel Indonesia; #1 Novel Romantis "Aku? Aku menyukainya sejak pertama kali bertemu dengannya. Aku terus menerus memikirkannya, sampai aku mengetahui semua mengenainya. Ia tidak lebih dari pria dingin, malas, tak sempurna, dan...yang sudah memilik...