KEHIDUPAN BARU - Part 18

2.3K 74 1
                                    

       

Aku sampai di rumahku. Rupanya cukup indah. Aku diajak masuk ke dalam kamarku. Aku melihat sebuah ruangan megah yang dilengkapi lampu remang-remang, kasur luas, lampu gantung yang indah, dan berjajar lemari penuh barang-barangku, sepertinya. Aku tercengang melihatnya. Betapa indahnya kamarku. Kemudian, setumpuk kado di atas meja yang besar.

"Apa itu?" aku menunjuknya dan menanyakannya pada Ibuku yang ikut tersenyum sedaritadi di sampingku.

"Itu kado untuk kesembuhanmu. Kami terus berdoa agar kamu cepat sembuh. Setiap minggunya, kami membelikanmu kado dan berharap kami bisa berhenti membelikannya karena mereka mahal," ujar Ibuku seraya tertawa.

"Kami? Siapa saja yang memberiku kado?" tanyaku seraya berlari pelan menghampiri semua kado tersebut.

"Ayah, Ibu, dan Derek. Kami sepakat untuk memberimu kejutan saat kamu pulang. Selamat datang di rumahmu, sayang," Ibuku segera memelukku dengan erat.

Aku tersenyum lebar seraya mengangguk dalam pelukannya.

"Terimakasih, Ibu. Aku tidak akan mengkhawatirkan Ibu lagi. Aku akan jadi anak baik mulai dari sekarang," jawabku padanya dengan bahagia.

Kemudian, segera duduk di sofa keabuan dan melihat satu per satu kado tersebut. Ya, aku mendapatkan tas, baju, dan sepatu. Kemudian, menyimpannya dengan rapi di dalam lemari-lemariku. Aku membuka satu per satu lemariku dan berusaha tidak terpesona akan isinya. Tak lama, aku teringat akan sesuatu.

Aku pasti menyimpan sesuatu tentang William di dalam kamarku. Aku berusaha membongkar semuanya. Sampai, aku menemukan sebuah baju hangat warna hitam. Aku membaca merknya. Tertulis Adidas di jaket hitam tersebut. Satu-satunya jaket yang bermerk Adidas. Itu artinya, merk itu bukan favoritku. Saat aku membuka lipatannya, aku mendapati ukuran yang besarnya melebihi badanku.

Saat itu pula, jaket itu terjatuh dari genggaman tanganku. Jaket itu tergeletak di lantai dan menyentuh telapak kakiku. Aku merasakan jantungku berdegup sangat kencang. Hati dan otakku setuju kali ini. Bahwa jaket ini milik William. Aku teringat setiap halaman buku tersebut. Pria berjaket hitam Adidas, kalimat itu langsung terbayang dalam otakku dan hatiku begitu sakit saat berusaha mengingatnya.

Aku segera terduduk lemas dan memejamkan mataku. Air mataku mengalir dengan deras membasahi pipiku. Seketika, otakku mengingat sebagian demi sebagian ingatan. Aku ingat wajah William saat ia memelukku terakhir kalinya di bandara. Aku ingat genggaman tangannya saat kami berlari menuruni tangga sekolah. Aku ingat saat pertama kalinya aku bertemu dengannya. Dengan mobil Range Rover hitamnya. Ya, aku mengingatnya.

Kepalaku mulai terasa pusing dan aku harus memeganginya. Aku ingat bagaimana mobil itu menabrak badanku dan bagaimana aku mengucapkan kalimat terakhirku saat tergeletak penuh darah di tengah jalan. Aku ingat betapa aku merindukan William saat itu dan tidak bisa menahan kakiku untuk melangkah menghampirinya.

Rasa sakit di kepalaku mulai tak tertahan. Hingga aku membuka mataku dan semua ingatanku terhenti. Hanya seperti itu ingatan yang aku miliki. Bagaimana aku dengan seragam SMAku, rambut pendek tanpa poni, dan kaos kaki dilipat semata kaki. Bagaimana pria itu, dengan ransel hitam Adidas, rambut rapi, dan tinggi melebihi diriku. Setidaknya, aku mengingatnya. Wajahnya, tawanya, dan rasa genggaman tangannya. Hanya ingatan itu yang bisa kudapatkan. Setidaknya, bagaimana caraku bertemu dengannya, berpisah dengannya, dan caraku hingga bisa melupakannya. Semuanya tergambar jelas.

Beberapa hari kemudian saat aku perlu membereskan laci-laci kamarku dan seluruh buku SMAku, aku menemukan secarik kertas. Aku sedang memasukkan seluruh buku ke dalam dus. Buku yang dulu aku hapal semuanya, sekarang menjadi serpihan debu dalam otakku. Kertas itu di selipkan dalam buku ekonomiku yang penuh stabilo.

WORDS of HIM (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang