Sesudah berlari satu hari pula, jalanan pegunungan itu makin lama tambah berbahaya. Akhirnya anak muda itu tidak sanggup mendaki lagi, terpaksa Cia Yan-khek menggendongnya dan berlompatan dari suatu tebing ke tebing yang lain dan dari suatu lereng kelereng yang lain.
Anak muda itu sampai kebat-kebit melihat lereng2 gunung yang curam di sekitarnya itu. Terkadang kalau ketemu tempat2 yang curam dan mengerikan, terpaka ia pejamkan mata dan tidak berani melihat.
Pada waktu siang, sampailah Cia Yan-khek di bawah sebuah tebing yang menegak curam, tinggi mencakar langit. Dengan bantuan seutas rantai besi yang menyulur dari atas tebing itu Yan-khek lantas mendaki tebing itu.
Tebing itu sesungguhnya halus licin dan tegak, jangankan manusia, sekalipun kera juga susah mendaki keatas. Coba kalau tiada rantai besi yang panjang itu, biarpun kepandaian Cia Yan-khek setinggi langit juga belum tentu mampu memanyat keatas.
Sampai dipuncak tebing itu, Cia Yan-khek menurunkan anak muda itu, lalu katanya: "Tempat ini namanya Mo-thian-kay (tebing pencakar langit), karena itulah aku mendapat julukan sebagai Mo-thian-kisu (pertapa dari tebing pencakar langit). Maka itu bolehlah tinggal saja disini."
Anak muda itu coba memandang sekitarnya, ia lihat puncak tebing itu cukup luas jua, tapi dikelilingi oleh kabut dan awan sehingga dirinya se-akan2 berada ditengah langit. Tanpa merasa ia menjadi cemas dan gelisah. Segera ia tanya: "Katanya kau akan mencarikan ibuku dan si Kuning ?"
Tapi Cia Yan-khek telah menjawabnya dengan dingin : "Dunia seluas ini, kemana aku harus mencari ibumu? Biarlah kita menunggunya disini saja, boleh jadi pada suatu hari ibumu akan datang kesini untuk menyenguk kau, siapa tahu ?"
Biarpun anak muda itu masih ke-kanak2an dan hijau dalam segala hal, tapi tahu juga bahwa dia telah diapusi oleh Cia Yan-khek. Ditempat demikian cara bagaimana ibunya dapat menemukan dia? Karena itu, seketika ia menjadi terkesima.
"Kapan2 bila kau ingin pergi dari sini juga boleh," kata Yan-khek pula. Diam2 ia percaja kalau anak muda itu tak diberi makan, untuk turun kebawah tebing juga tidak berani, akhirnya anak muda itu tentu akan membuka mulut untuk memohon sesuatu padanya.
Biasanya biarpun ibu anak muda itu bersikap sangat dingin, tetapi selamanya tidak pernah mengapusi padanya. Sekarang, untuk pertama kali selama hidupnya dia telah diapusi orang, entah bagaimana perasaannya, air matanya lantas ber-linang2 dikelopak matanya, tapi sedapat mungkin ia menahannya agar air matanya tidak sampai menetes.
Ia lihat Cia Yan-khek telah memasuki sebuah gua, selang tak lama dari dalam gua tampak mengepul keluar asap, jaitu asap orang sedang memasak. Selang sejenak pula lantas terendus bau sedap dari dalam gua itu.
Memangnya perut anak muda itu sudah lapar, maka ia lantas masuk kedalam gua. Ia lihat gua itu sangat luas dan cukup untuk bersembunyi beberapa ratus orang.
Rupanya Cia Yan-khek sengaja menanak nasi dan memasak daging dimulut gua dengan tujuan memancing selera makan anak muda itu agar meminta makan padanya. Tak terduga, anak muda itu sejak kecil hanya hidup berdampingan dengan ibunya saja, pada hakikatnya dia tidak tahu tentang milikmu ataupun milikku, asal melihat makanan lantas diambilnya dan dimakan, kenapa mesti pakai minta segala. Karena itulah, demi dilihatnya diatas meja batu didalam gua itu tertaruh sepiring daging rebus dan sebakul nasi, maka tanpa permisi lagi ia lantas mengambil mangkuk dan sumpit sendiri, lalu mengisi nasi dan mengambil dan terus dimakan.
Cia Yan-khek menjadi tercengang sendiri. Pikirnya: "Ia pernah mentraktir aku makan bakpau, bahkan juga makan di restoran, kalau sekarang aku melarang dia makan masakanku tentu hal ini akan memperlihatkan kerendahan budiku sendiri."
Karena itulah iapun tidak ambil pusing, segera ia juga makan sendiri.
Rupanya penghidupan "berdikari" bagi anak muda itu sudah menjadi biasa, maka sehabis makan ia lantas mencuci mangkok, piring dan sumpit, lalu membersihkan bakul nasi dan selesai itu ia lantas pergi mencari kaju semuanya itu dikerjakannya seperti biasanya kalau dia hidup bersama dengan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medali Wasiat (Xia Ke Xing/Ode To Gallantry) - Jin Yong
Aktuelle LiteraturSepasang utusan "Pengganjar & Penghukum" menggetarkan kang ouw! Mereka mengundang setiap ketua perguruan untuk datang ke pulau Hiap Kek. Tidak ada satupun yang dapat melawan. Dunia Persilatan terjerumus dalam kekacauan karena setiap orang yang pergi...