Ciok Boh-thian sama sekali tidak ambil pusing jurus serangan apa yang akan dilontarkan Ting Put-si, dia hanya memerhatikan gerak-gerik lawan, jurus apa yang digunakan orang tua itu, segera ia pun meniru dan memapak dengan jurus yang sama.
Dengan demikian Boh-thian menjadi tidak perlu menggunakan otak, sebaliknya perhatiannya melulu dicurahkan dalam hal mengerahkan tenaga dalam sehingga pukulannya makin lama makin dahsyat.
Di pihak lain Ting Put-si mesti dua kali pikir bila hendak menyerang, ia khawatir kalau-kalau tangannya kebentur dan lengket dengan tangan Ciok Boh-thian dan terpaksa harus mengadu tenaga dalam. Sebab itulah banyak serangan-serangannya yang bagus-bagus tak dapat dikeluarkan.
Sebagai seorang tokoh, sudah tentu banyak sekali lawan ternama yang pernah dihadapi Ting Put-si, tapi tak pernah ia ketemukan lawan sebagaimana Boh-thian sekarang, tidak peduli jurus apa yang dimainkan, selalu lawan menirukannya.
Bilamana lawannya adalah tokoh kenamaan, maka cara pertarungan ini boleh dianggap terlalu licik, tapi sekarang Ciok Boh-thian jelas tidak mahir ilmu silat dan sebelumnya sudah berjanji akan melawannya dengan menggunakan jurus-jurus serangan yang diajarkannya tadi, jadi perbuatan pemuda itu yang menirukan setiap jurus serangannya boleh dikata tidak melanggar janji.
Keruan lama-kelamaan Ting Put-si menjadi gelisah, berulang-ulang ia mencaci maki, tapi toh tak bisa mengapa-apakan Ciok Boh-thian.
Sesudah berlangsung beberapa puluh jurus, lambat laun Boh-thian sudah dapat meraba cara bagaimana mengerahkan tenaganya maka setiap pukulannya makin lama makin kuat.
Sudah tentu Ting Put-si tak berani ayal, ia melayaninya dengan sepenuh tenaga.
Pikirnya, "Sebenarnya orang macam apakah bocah ini? Jangan-jangan dia sengaja pura-pura bodoh, tapi sebenarnya dia adalah seorang jago muda yang memiliki ilmu silat sangat tinggi?"
Setelah beberapa jurus pula, Ting Put-si ra\sakan tekanan tenaga lawan makin lama makin kuat. Untung Boh-thian hanya menirukan gaya serangannya saja sehingga dia tidak perlu khawatir kalau-kalau pemuda itu mendadak menyerangnya dengan cara di luar dugaan.
Pada suatu jurus, mendadak kedua tangan Ting Put-si berputar beberapa kali, lalu kedua tangan Ting Put-si berputar beberapa kali, lalu kedua telapak tangannya menghantam miring ke depan. Jurus ini bernama "Hek-co-hek-yu" (mungkin kiri mungkin kanan), ke mana tenaga pukulannya akan dikerahkan, apa ke kiri atau ke kanan, hal ini tergantung dalam keadaan.
Diam-diam Put-si bergirang dengan jurus pukulannya ini, ia membatin, "Anak busuk, sekali ini kau tentu mati kutu dan tak bisa menirukan lagi. Masakah kau tahu dari jurusan mana tenaga pukulanku akan kukerahkan?"
Benar juga, tertampak Boh-thian menjadi bingung, tiba-tiba ia bertanya, "Hey, seranganmu ini akan mengarah ke kanan atau ke kiri?"
Ting Put-si terbahak-bahak geli, bentaknya, "Boleh kau terka saja akan ke kanan atau ke kiri?" berbareng kedua tangannya sengaja digerak-gerakkan untuk menggodanya.
Dalam gugupnya terpaksa Boh-thian mengangkat kedua telapak tangannya dan sekaligus memapak kedua tangan lawan. Karena tak mengetahui dari sebelah mana tenaga pukulan lawan akan dikerahkan, terpaksa ia memapak dengan kedua tangan dengan sekuatnya.
Keruan Ting Put-si menjadi kaget malah. Kurang ajar pikirnya, masakah jurus "Mungkin kiri mungkin kanan" yang pura-pura itu telah ditirukan oleh Ciok Boh-thian dengan perubahan "Hek-co-ek-yu" (juga kiri juga kanan) sehingga serangan sungguh.
Dengan cara demikian, terpaksa Ting Put-si harus mengadu tenaga dalam dengan Ciok Boh-thian dan hal ini justru tidak dikehendaki olehnya. Pada detik berbahaya itu, sekilas timbul sesuatu akal, mendadak Put-si mengangkat kedua tangannya ke atas sehingga tenaga pukulannya dilontarkan ke udara. Jurus ini disebut "Thian-ong-thok-tah"(Thian mengangkat menara), yaitu suatu jurus serangan yang biasanya digunakan untuk melawan musuh yang sedang menubruk dari atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medali Wasiat (Xia Ke Xing/Ode To Gallantry) - Jin Yong
Ficción GeneralSepasang utusan "Pengganjar & Penghukum" menggetarkan kang ouw! Mereka mengundang setiap ketua perguruan untuk datang ke pulau Hiap Kek. Tidak ada satupun yang dapat melawan. Dunia Persilatan terjerumus dalam kekacauan karena setiap orang yang pergi...