Bab 39. Dengan Perkasa Ciok Boh-thian Menolong Su-popo dan A Siu

2.1K 33 0
                                    

Seketika Boh-thian menjadi bingung juga. Sambil membetot sekuatnya tangan orang itu Boh-thian mengulurkan sebelah kakinya ke belakang untuk meraih kunci borgol itu. Namun meski lengan orang itu sudah terbetot sampai-sampai hampir copot dari ruasnya toh masih belum bisa mencapai kunci itu. Sebaliknya orang itu menjerit-jerit kesakitan pula seperti babi, "Aduh, aduuuh! Jangan tarik lagi, kalau tarik lagi tanganku tentu putus!"

Melihat kaki sendiri tidak bisa mencapai tempat kunci, tiba-tiba Boh-thian mendapat akal pula, cepat ia menanggalkan sebelah sepatunya sendiri, ia incar dinding sebelah sana, lalu sepatu itu ditimpukkan sekuatnya. Ketika sepatu itu membentur dinding dan terpental balik, dengan tepat kunci yang terletak di tanah itu juga tersampuk dan terbawa ke sebelah sini.

Boh-thian sampai bersorak saking senangnya karena akalnya mencapai hasil yang diharapkan. Segera ia jemput kunci itu dan memakai kembali sepatunya. Secara bergantian ia membuka kedua belah borgol tangannya. Habis itu mendadak "krek", ia gunakan borgol itu untuk membelenggu tangan orang itu.

Keruan orang itu terkejut. "He, ap... apa yang kau lakukan?" serunya takut.

"Sekarang bolehlah kau membukakan pintu kamar tahanan ini," kata Boh-thian dengan tertawa sambil mengeluarkan rantai borgol.

Tapi orang itu masih ragu-ragu, Boh-thian menjadi tidak sabar, ia tarik rantai borgol sehingga lengan orang itu terseret ke dalam lubang lagi. Rupanya agak keras juga tenaga yang digunakan Ciok Boh-thian sehingga muka orang itu tertumbuk dinding, kontan batok kepalanya benjut dan hidung keluar kecapnya.

Orang itu sadar tidak dapat membangkang lagi, terpaksa sambil menyeret rantai borgol ia membukakan pintu kamar batu itu. Akan tetapi ujung rantai yang lain masih terikat pada borgol kaki Ciok Boh-thian, meski pintu sudah terbuka, namun kedua ujung rantai besi itu menembus lubang dinding batu dan terikat pada tangan dan kaki dua orang, jadi Ciok Boh-thian tetap tidak dapat keluar.

"Coba serahkan kunci borgol kakiku ini," kata Boh-thian sambil menarik rantai borgol tangan orang itu.

"Aku benar-benar tidak memegang kuncinya," sahut orang itu dengan wajah sedih. "Hamba benar-benar cuma seorang pengantar makanan saja dan tidak berkuasa memegang kunci."

"Baiklah, jika begitu tunggulah sesudah aku keluar dahulu," kata Boh-thian. Segera ia tarik pula lengan orang itu ke dalam lubang dan membukakan borgolnya.

Begitu tangannya terlepas dari borgol, dengan cepat orang itu lantas berlari ke sana dan bermaksud menutup kembali pintunya. Akan tetapi semuanya ini sudah dalam perhitungan Ciok Boh-thian, secepat kilat ia sudah melompat ke sana dan menyelinap keluar pintu. Sekali cengkeram segera ia bekuk kuduk orang itu dan diangkat ke atas.

Ia lihat orang itu berjubah putih, badannya kekar, mukanya cerdas, terang adalah anak murid Swat-san-pay dan bukan pengantar nasi saja seperti pengakuannya tadi. Segera ia membentaknya, "Kau mau buka borgol kakiku atau tidak? Atau kau minta kutumbukkan kepalamu di atas dinding batu ini?"

Sebenarnya ilmu silat orang itu juga tidak lemah, tapi kebentur di tangan Ciok Boh-thian orang itu menjadi seperti anak ayam dicengkeram oleh elang, sedikit pun tidak dapat berkutik. Tiada jalan lain terpaksa ia mengeluarkan kunci dan membuka borgol kaki pemuda itu.

"Di mana kalian telah mengurung Ciok-cengcu dan Ciok-hujin, lekas membawa aku ke sana," bentak Boh-thian.

"Sebenarnya Swat-san-pay tiada permusuhan apa-apa dengan Hian-soh-ceng, maka Ciok-cengcu suami-istri sudah pergi tanpa cedera sesuatu apa pun," sahut orang itu.

Boh-thian merasa sangsi, sekilas dilihatnya orang itu melirik ke arah pintu yang terletak di ujung lorong sebelah sana, ia pikir orang ini tentu berdusta, boleh jadi Ciok-cengcu berdua terkurung di kamar sana.

Medali Wasiat (Xia Ke Xing/Ode To Gallantry) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang