Bab 37. Ciok Boh-thian Memalsukan Ciok Tiong-giok untuk Menolong Ciok Jing

2.1K 29 2
                                    

"Kalian bilang akan melanjutkan perjalanan jauh, apakah... apakah kalian akan berkunjung juga ke Leng-siau-sia?" tiba-tiba Ban-kiam bertanya.

"Dugaan Pek-tayhiap sangat jitu, kami berdua memang hendak berkunjung dan menyambangi ayahmu, Wi-tek Siansing Pek-loenghiong," sahut Thio Sam dengan tertawa.

Ban-kiam melangkah maju, tampaknya ia ingin bicara apa-apa, tapi tidak jadi. Selang sejenak barulah berkata, "Ya, baik, baiklah!"

"Jika Pek-tayhiap cepat pulangnya mungkin kita dapat berjumpa pula di Leng-siau-sia," ujar Thio Sam. "Nah, selamat tinggal, sampai bertemu!"

Sesudah memberi salam, bersama Li Si segera mereka melangkah keluar.

"Keparat! Berlagak apa di sini?!" mendadak Ko Sam-niocu memaki, berbareng empat bilah pisau terbang lantas ditimpukkan ke punggung kedua orang.

Sebenarnya Ko Sam-niocu sadar bahwa serangannya itu sukar mengenai sasarannya, soalnya dia teramat murka, beberapa bilah pisau terbang itu hanya sekadar pelampias saja. Benar juga, kedua orang itu seperti tidak merasa apa-apa meski empat bilah pisau itu sudah melayang sampai di belakangnya.

"Awas, Toako!" seru Boh-thian khawatir.

Tapi mendadak bayangan orang berkelebat, kedua orang itu tahu-tahu melesat ke samping untuk kemudian menghilang dengan cepat sehingga pisau-pisau terbang itu mengenai tempat kosong dan jatuh dengan sendirinya. Betapa cepatnya gerakan kedua orang itu sungguh susah untuk diukur, keruan semua orang saling pandang dengan tercengang.

Saat itu Ciok Tiong-giok sebenarnya bermaksud mengeluyur pergi dengan membawa si Ting Tong, tak terduga serangan Ko Sam-niocu itu telah memancing perhatian semua orang ke arah pintu sehingga perbuatan Ciok Tiong-giok itu diketahui.

"Berhenti!" bentak Pek Ban-kiam dengan bengis. Lalu katanya kepada Ciok Jing, "Ciok-cengcu, silakan menyatakan keputusanmu!"

"Apa mau dikata lagi jika memang demikian jadinya," sahut Ciok Jing dengan menghela napas. "Pek-suheng, biarlah kami suami-istri membawa serta anak murtad itu ikut kau pergi ke Leng-siau-sia untuk menerima hukuman dari Pek-supek."

Ucapan Ciok Jing ini benar-benar di luar dugaan Pek Ban-kiam dan anak murid Swat-san-pay yang lain. Untuk membela putranya yang palsu tempo hari Ciok Jing suami-istri telah bertempur mati-matian pantang menyerah, sekarang demi putranya yang tulen sudah ketemu malah dia menyanggupi berkunjung ke Leng-siau-sia, jangan-jangan di balik ini ada sesuatu tipu muslihat.

Dalam pada itu Ciok Jing dan Bin Ju sendiri merasa sangat sedih, mereka sangat menyesalkan putranya yang tak becus, sudah mau menjadi pangcu, di kala ada bahaya berbalik main sembunyi dan mengelakkan kewajiban, manusia demikian biarpun ilmu silatnya setinggi langit juga takkan diindahkan oleh orang gagah di dunia Kangouw.

Bilamana mereka bandingkan dengan Ciok Boh-thian yang telah kumpul bersama sekian lamanya, walaupun tutur kata pemuda itu rada-rada kekanak-kanakan, tapi dasar wataknya sangat jujur dan polos, terkadang pun memperlihatkan jiwa kesatrianya yang menggembirakan mereka menjadi suka kepada pemuda itu.

Tak terduga Ciok Tiong-giok yang tulen mendadak muncul, meski wajah kedua pemuda itu sangat mirip, tapi jiwa mereka sangat berbeda, yang satu gagah perwira, yang lain lemah pengecut. Celakanya yang pengecut itu justru adalah putranya sendiri yang tulen, sedangkan kesatria muda itu berbalik bukan putranya, hal ini membuat Bin Ju sangat kecewa. Tapi apa pun juga pemuda itu tetap darah dagingnya sendiri, tidak urung ia memanggilnya, "Anak Giok, coba ke sinilah!"

Segera Tiong-giok mendekat dan berkata dengan tersenyum, "Ibu, sudah beberapa tahun kita berpisah, sungguh anak sangat merindukan engkau. Tampaknya ibu menjadi semakin cantik dan lebih muda, setiap orang yang melihat tentu akan mengira engkau adalah kakak perempuanku dan takkan percaya engkau adalah ibu kandungku."

Medali Wasiat (Xia Ke Xing/Ode To Gallantry) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang