Kiranya orang yang pura-pura sakit dan menyamar sebagai Pek Cu-cay sehingga tangan Ban-kiam mendadak diborgol itu tak-lain-tak-bukan adalah Liau Cu-le. Di antara anak murid Tiang-bun yang baru pulang dari Tionggoan itu hanya Pek Ban-kiam yang paling lihai, sekali kepalanya sudah tertangkap, seketika juga ekornya tidak dapat berkutik sehingga Kheng Ban-ciong dan lain-lain juga kena diringkus dengan mudah. Sekarang berhadapan dengan orang yang telah menangkapnya dengan cara pengecut itu, keruan Ban-kiam merasa dendam dan geregetan tak terkatakan.
Maka dengan tertawa Liau Cu-le menjawab, "Jika kau tidak keok di bawah tanganku mengapa kedua tanganmu bisa terbelenggu? Aku toh tidak menggunakan senjata rahasia juga tidak memakai obat tidur!"
"Buat apa masih terus bertengkar tak habis-habis?" bentak Li Si mendadak. "Hayo, lekas membuka belenggunya, biarlah mereka berdua bertanding."
Liau Cu-le masih ragu-ragu, Li Si menjadi tidak sabar, segera ia rampas pedang dari tangan Liau Cu-le, hanya dua kali bergerak saja, tahu-tahu borgol tangan dan kaki Pek Ban-kiam sudah terputus dan jatuh ke atas lantai. Padahal borgol-borgol itu terbuat dari baja, sekalipun pedang Liau Cu-le itu cukup tajam, tapi bukanlah pedang mestika yang dapat memotong besi sebagai potong sayur, namun dengan lwekang yang tinggi Li Si telah menebas borgol-borgol itu dengan mudah sekali, yang hebat adalah tangan dan kaki Pek Ban-kiam sedikit pun tidak ikut terluka. Keruan semua orang sangat kagum dan tanpa merasa sama bersorak memuji.
Biasanya Pek Ban-kiam juga tinggi hati, tapi sekarang mau tak mau ia pun menyatakan kekagumannya. Dalam pada itu seorang murid Tiang-bun cepat-cepat menyampaikan sebatang pedang padanya.
Tapi mendadak Ban-kiam meludahi muka murid Tiang-bun itu, menyusul kakinya lantas mendepak sehingga orang itu terguling. "Huh, pengkhianat!" Ban-kiam memaki.
Maklumlah bahwa anak murid Tiang-bun yang tinggal di Leng-siau-sia ternyata dalam keadaan selamat tanpa diganggu, maka terang adalah kaum pengkhianat yang telah ikut bersekongkol dengan anak murid cabang-cabang yang lain.
"Ini, ayah!" seru A Siu sambil mengangsurkan pedangnya sendiri.
Ban-kiam tersenyum senang, "Ehm, putriku yang baik!" katanya terhibur. Selama ini dia sudah cukup menderita, sekarang diketahui ibu dan putrinya dalam keadaan selamat dan sehat walafiat, dengan sendirinya ia sangat gembira.
Tapi ketika dia berpaling, wajahnya yang tersenyum simpul itu sekonyong-konyong berubah menjadi bengis dan penuh kebencian, sorot matanya berapi, bentaknya kepada Liau Cu-le, "Kau pengkhianat ini bukan lagi angkatan tua Swat-san-pay, marilah kita coba-coba lebih dulu. Ini, terimalah pedangku!"
"Sret", kontan ia mendahului menusuk.
Pada saat yang hampir sama tiba-tiba Li Si menegakkan pedang rampasannya tadi sehingga serangan Ban-kiam itu tertangkis. Lalu ia sodorkan gagang pedang ke tangan Liau Cu-le.
Maka mulailah pertarungan sengit, kedua orang sama-sama mengeluarkan segenap kepandaian masing-masing untuk mengadu jiwa, sama sekali berbeda daripada pertandingan antara Seng Cu-hak berempat tadi.
Di antara angkatan tua Swat-san-pay, kecuali Pek Cu-cay, maka kepandaian Liau Cu-le terhitung yang paling tinggi. Ia pikir dirinya tadi sudah mengaku kalah pada Ciok Tiong-giok, asal sekarang dirinya mengalahkan Ban-kiam, maka dengan sendirinya Ciok Tiong-giok akan tetap diangkat sebagai pejabat ketua dan akan mengantarkan nyawa ke Liong-bok-to.
Kepandaian Pek Ban-kiam memangnya tidak di bawah Liau Cu-le, dalam keadaan gawat begini terpaksa Cu-le mengerahkan segenap tenaganya, kalau ayal sedikit saja bukan mustahil dia sendiri yang akan celaka. Ia bertekad harus membinasakan Ban-kiam, dengan demikian barulah dia dapat menjagoi di Leng-siau-sia dan Ciok Tiong-giok hanya akan menjadi ciangbunjin dengan nama kosong saja. Asal Thio Sam dan Li Si sudah pergi, pemuda itu akan segera didesak agar lekas berangkat ke Liong-bok-to yang jauh itu daripada nanti terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medali Wasiat (Xia Ke Xing/Ode To Gallantry) - Jin Yong
قصص عامةSepasang utusan "Pengganjar & Penghukum" menggetarkan kang ouw! Mereka mengundang setiap ketua perguruan untuk datang ke pulau Hiap Kek. Tidak ada satupun yang dapat melawan. Dunia Persilatan terjerumus dalam kekacauan karena setiap orang yang pergi...