Bab 46. Buku Ganjaran dan Hukuman

2.2K 35 0
                                    

Dalam pada itu terdengar Thio Sam telah berkata pula kepada Boh-thian, "Samte, tampaknya para tamu agung tidak menyukai bau jenang Lap-pat-cok ini, jika kau suka boleh silakan tambah lagi beberapa mangkuk!"

Sesungguhnya Ciok Boh-thian memang sudah kelaparan, hanya semangkuk jenang encer saja sudah tentu tidak cukup untuk menyamak perutnya. Ia pikir minum semangkuk atau dua mangkuk toh tiada bedanya andaikan kalau memang betul bubur itu beracun. Maka tanpa merasa ia lantas melirik meja di sebelahnya.

Melihat pemuda itu mengincar jenang bagian mereka, segera beberapa orang di sebelah Boh-thian mengangkat mangkuk dan menawarkan padanya, "Ya, bau bubur ini terlalu keras, aku tidak berani makan. Jika Siauenghiong suka boleh silakan ambil saja, jangan sungkan-sungkan!"

Bahkan khawatir kalau bagian mereka tidak diambil oleh Ciok Boh-thian, tanpa diminta lagi mereka terus membawa jenang mereka dan ditaruh ke atas meja Ciok Boh-thian.

"Terima kasih! Terima kasih!" berulang-ulang Boh-thian menyambut "kebaikan hati" orang-orang itu dan sekaligus ia terus menghabiskan dua mangkuk Lap-pat-cok pula.

Kedua tocu tampak tersenyum menyaksikan apa yang terjadi itu. Lalu Liong-tocu melanjutkan ucapannya tadi, "Apa yang dikatakan Kay-enghiong memang tidak salah, pulau karang tak bernama yang terlukis di dalam peta itu memang betul adalah Liong-bok-to yang dipijak para hadirin sekarang ini. Cuma saja nama Liong-bok-to baru dipakai setelah kami berdua datang ke sini. Kami telah mencari sampai belasan hari lamanya menurut petunjuk dalam peta, akhirnya dapatlah kami menemukan bu-kang-pit-koat yang dimaksudkan itu. Kiranya itu cuma sebuah lukisan bersyair kuno yang mengandung arti yang sangat dalam dan ruwet. Saking girangnya kami berdua lantas melatihnya menurut keterangan di dalam lukisan.

"Akan tetapi, ai, untung atau malang sukar diramal! Dengan giat kami berdua berlatih sampai beberapa tahun, tiba-tiba timbul perselisihan pendapat kami terhadap ilmu silat menurut petunjuk lukisan itu. Aku bilang begini seharusnya cara melatih, tapi Bok-hiante bilang pendapatku itu salah dan harus cara begitu melatihnya. Sampai beberapa hari kami berdebat dan tetap tidak diperoleh suatu rumusan yang cocok. Akhirnya kami berjanji untuk melatih menurut caranya sendiri-sendiri, sesudah berhasil baru diadakan kompetisi lagi untuk melihat siapa yang betul melatihnya.

"Dengan tekun kami melatih pula secara sendiri-sendiri. Kira-kira setengah tahun pula, kami berdua coba-coba saling bergebrak. Tapi hanya beberapa jurus saja kami menjadi terperanjat, kiranya... kiranya...." sampai di sini wajahnya menjadi muram dan terdiam. Bok-tocu juga kelihatan rada kikuk. Selang sejenak barulah Liong-tocu menyambung, "Kiranya kami berdua telah salah latih semua!"

Mendengar itu, hati para hadirin tergetar semua. Hendaklah diketahui bahwa kepandaian Liong dan Bok-tocu bukan ilmu silat pasaran saja, yang dilatihnya tentu adalah lwekang yang paling tinggi, dan sekali salah melatih lwekang, biasanya kalau tidak lumpuh dan cacat untuk selamanya, lebih berat lagi adalah binasa. Soal ini tidak boleh dibuat gegabah.

Maka terdengar Liong-tocu telah menyambung, "Begitu merasa tidak betul, seketika kami berdua berhenti dan saling berdebat untuk menganalisis pula di mana letaknya kesalahan. Mungkin karena bakat kami terlalu rendah, sebaliknya ilmu yang terdapat di lukisan itu teramat dalam sehingga kami tetap susah memecahkannya biarpun kami sudah mempelajari pula beberapa bulan lamanya. Kebetulan pada waktu itu ada sebuah kapal bajak laut yang terdampar ke pulau ini, kami telah membunuh gembong-gembong bajak itu serta memeriksa anak buahnya, yang terlalu banyak melakukan kejahatan lantas dihukum mati, sisanya yang hanya ikut-ikutan saja sesudah kami memberi peringatan dan ancaman, lalu ditahan di atas pulau ini.

"Sesudah berunding pula, kami berdua menganggap sebabnya tidak dapat memecahkan rahasia lukisan dan syair kuno itu boleh jadi lantaran kami sudah lebih dulu melatih ilmu silat lainnya, jadi jalan permulaan sudah menyimpang sehingga sukar menyelami ilmu di dalam lukisan itu. Kami pikir lebih baik mengambil beberapa orang murid saja dan suruh mereka belajar dari permulaan.

Medali Wasiat (Xia Ke Xing/Ode To Gallantry) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang