Eighteenth

88 12 8
                                    

Vandra melahap dengan nikmat ketoprak yang ada dihadapannya itu.

"Enak ya Dev, gue baru tau ada ketoprak enak dideket sini" Vandra lalu menyendokkan ketoprak itu lagi kemulutnya.

Devan menyeringai sambil memotong ketupat di piringnya "Laper apa doyan bu?" Kemudian menyendokkannya.

"Dua duanya sih" Vandra meringis sambil menikmati ketoprak itu.

"Maaf ya, kalo udah bikin lo risih" ucap Devan kepada Vandra yang sedang lahap menyantap hidangan dihadapannya itu.

Vandra terdiam, ia tidak melanjutkan makannya "maksudnya?" Dahinya mengernyit tanda bingung.

"Pasti tadi lo risih banget gegara emak-emak rumpi sekolah kan?"

Vandra menyeringai.
"Emang gitu ya mereka? Kalo tau kayak gitu, gue nggak mau ikut lo" sahut Vandra yang menyudahi makannya.

Devan mengangkat ringan bahunya.
"Gue sampe males ngapa-ngapain disekolah gegara fanbase alay itu"

"Emang siapa sih yang bikin Devanistic itu?" Tanya Vandra heran.

"Gatau gajelas, mereka pikir gue seneng digituin" sahut Devan ketus.

"Ohiya, besok lo ngga jemput gue kan?"

"Kenapa emangnya?" Devan menautkan alisnya.

"Ngga enak aja, nanti kayak tadi diliatin banyak orang gitu"

"Lo beneran risih?" Tanya Devan ternyata tebakannya benar bahwa Vandra tidak suka jadi sorotan seperti kejadian tadi siang.

Vandra mengangguk pelan.
"Gue bisa ikut nyokap aja besok, pulangnya gampang naik ojek atau angkot"

"Okee" Devan mengangguk setuju "udah makannya?"

Vandra mengangguk mengiyakan.

"Sebelum pulang, bersihin dulu sambel kacangnya nyangkut di pipi" Devan menyerahkan tisu yang ada dimeja.

"Hahh" Vandra gelabakan mengambil beberapa helai tisu dimeja, kemudian segera membersihkan sambal kacang di pipinya yang dimaksud Devan.

"Ngga adaaa hahaa serius amat" Devan tertawa geli.

"Ngga lucu" ketus Vandra.

"Yaudah pulang, udah mau malam" Devan mengajak Vandra untuk segera pulang kemudian berjalan ke arah penjual ketoprak itu untuk bayar.

"Ada yang mau di beli dulu nggak? Biar sekalian?" Tawar Devan saat sudah melaju dijalan.

"Ngga usah deh, Mamah paling udah makan juga" sahut Vandra menggeleng walaupun Devan tidak melihat.

"Oke"

Mereka melaju, angin malam sudah terasa sangat menusuk dikulit Vandra. Dingin sekali. Vandra mengusap ngusap lembut lengannya, berharap ada energi panas yang ia rasakan.

Devan melirik cewek dibalik badannya itu melalui kaca spion motornya. Kemudian ia menepi.

"Ngapain?" Vandra heran karena Devan langsung menepikan motornya begitu saja.

Hai CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang