2 - Emangnya kamu siapanya Anin?

9.4K 572 150
                                    

Tok... Tok... Tok...

"Assalamu'alaikum!" Evan mengetuk pintu rumah Anin.

"Wa'alaikumsalam. Masuk, Van. Anin lagi sarapan di dalem."

Ambar, Ibunya Anin membukakan pintu untuk Evan.

Mereka berdua masuk ke ruang makan, disana terdapat Candra–Ayahnya Anin dan Fero–kakak tercinta Anin.

"Kamu udah sarapan, Van? Sini sarapan bareng."

"Udah, Tan, tadi di rumah."

"Oh, ya sudah. Nin, kamu cepetan makannya! Evan nungguin tuh."

"Cie, pagi-pagi dah dijemput sama Epan." Fero menggoda adiknya hingga pipi Anin yang tembem itu merona seketika.

"Apaan sih, A! sirik aja!"

"Bentaran, Bu. Anin laper, nih. Lagian pagi banget sih datengnya." Anin memakan makanannya dengan lahap.

"Emang lo mau kita telat ke sekolah?"

"Hehe, nggak lah. Ya udah, Bu, Yah, Anin sama Evan berangkat ya. Assalamu'alaikum!"

"Om, Tan, duluan." Evan tersenyum ramah pada kedua orang tua Anin.

Setelah mereka–Anin dan Evan–pamit, mereka pergi ke sekolah. Kalau kalian pikir Evan akan membawa motor atau mobil ke sekolah, kalian salah. Evan bukan tipe cowok yang selalu memakai fasilitas mahal atau mewah yang dimilikinya, alasannya simple, ia tidak mau memperlihatkan kekayaan orang tuanya.

Lalu Evan berangkat ke sekolah naik apa? Sepeda. Ia selalu membonceng Anin naik sepeda. Sepeda yang ia miliki juga bukan dibelikan oleh kedua orang tuanya, tapi dari hasil tabungan ia bersama Anin yang dikumpulkan.

Sepeda itu milik mereka berdua. Bukan karena mereka tidak mampu membeli dua sepeda untuk masing-masing, tapi kata Evan 'Nin lo itu harus selalu sama gue, selagi gue masih kuat ngebonceng lo, kenapa lo harus pake sepeda sendiri?'

_____

Beberapa menit berlalu. Akhirnya mereka sampai di Screenhigh Senior high School tempat mereka bersekolah.

"Huh, untung pagernya masih dibuka."

"Abisan lo lama amat sarapannya, jadi hampir telat kan."

"Ya kalau ditutup juga kita masih bisa masuk," lanjut Evan.

"Lewat mana?"

"Manjatlah!"

"Gue gak bisa manjat, Van. Kalau gue jatoh gimana?"

"Gue selalu siap nangkep lo."

'nangkep lo dihati gue juga gue siap, Nin.'

"Bisa aja lo!"

Entah kenapa jantung Anin masih sering berdetak tak karuan kalau Evan ngegombal kayak gitu, padahal itu udah sering terjadi, dan itu hanya sebatas candaan kan? Harusnya Anin biasa aja. Harusnya.

"Ya udah, yok ke kelas, keburu Bu Amin masuk."

Bu Amin adalah guru Fisika. Sebenarnya nama asli guru ini Bu Aminah, tapi karena sifatnya yang galak dan suka berceramah, jadilah murid-murid menghapus ah-nya. Tapi Bu Amin tidak pelit nilai. Maka dari itu murid-murid disini tidak terlalu benci pada guru satu ini.

Fyi. Anin sama Evan memang sekelas, kelas XI-MIPA-3. Kok bisa kebetulan sekelas sih? Ya gak tau, jodoh kali. Kali ya.

_____

Nothing Special Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang