"Ve, lo tau nggak, tadi di grup kelas 10 kita dulu, mereka bahas Dio popularitasnya bakalan ngalahin si Rey. Terus grup kelas gue sekarang juga bahas itu."
Mereka tengah berada di koridor, berjalan menuju kelas mereka masing-masing.
"Gue gak perduli! Jangan ngomongin Dio ah, telinga gue sakit dengernya."
"Ih, bentaran, ada 1 kabar lagi, dia udah punya komplotan di sekolahan kita, semacam geng gitu! Isinya anak kelas 12 sama 10."
"Palingan juga geng gak guna yang suka cari rusuh," ucap Veve malas.
"Eh-eh, liat tuh, dia ada di depan kita, jalan ke arah kita sama gengnya!" bisik Sasa.
"Eneg sumpah gue liatnya. Tuh liat, sok tebar pesona ke adek kelas."
"Itu namanya bukan tebar pesona. Tapi sadar pesona! Catet dan garis bawahi, Ve, sadar pesona! Tuh liat muka-mukanya adek kelas, kayak lagi jalan di gurun pasir terus liat es teler," ucap Sasa lalu terkekeh geli.
"Kalimat perumpamaan lo aneh banget, Sa! Malu-maluin anak kelas Bahasa aja," gurau Veve membuat Sasa mencebik kesal.
"Eh, eh, dia semakin deket ke arah kita!" bisik Sasa.
"Biarin aja kali, Sa, yuk ah jalan. Inget! Anggap dia nggak ada. Oke?"
"Gimana bisa anggep nggak ada. Cowok setampan Dio sayang banget kalau dianggap gak ada!"
Veve mencubit lengan Sasa pelan. "Lo kalau nggak nurutin apa kata gue, malam ini lo tidur di kamar tamu! Jangan tidur di kamar gue!" ancam Veve.
"Iya-iya! Yuk ah jalan."
Veve tiba-tiba memeluk lengan Sasa. "Gue pegangan ya? Gue mau fokus liat hp," ucap Veve.
Sebenarnya, ia hanya ingin menunduk, berharap Dio tidak menyadari kehadirannya.
Mereka pun mulai berjalan.
Baru beberapa langkah, mereka berhenti berjalan. Veve yang sedang menunduk melihat ada sepatu menghalangi jalannya.
Ia memandang sepatu itu. Namun, sebuah tangan menarik dagunya ke atas membuat Veve mendongak dan melihat siapa pemilik sepatu tersebut. Mata Veve membulat melihat pemilik sepatu itu.
"Jangan liatin sepatu gue. Liatin yang pakek aja," godanya.
"Ciye, Dio, udah dapet gebetan aja! Gerak cepet cuy," ucap teman Dio yang bernama Gara.
Ya, pemilik sepatu itu adalah Dio.
"Gasak udah!" ucap Manu, salah satu teman Dio dari kelas 12. Ucapan Manu tadi dihadiahi jitakan kepala dari teman Dio lainnya.
"Diem! Dia lagi beraksi," ucap Liam.
"Anjir, apaan bereaksi? Lo kira apaan?"
"Larutan kimia!"
Veve menepis tangan Dio yang berada di dagunya. "Jangan pegang-pegang gue!"
Dio tersenyum melihat kegalakan Veve.
"Galak banget, jadi makin sayang," ucap Dio lalu mencolek pipi Veve.
"Lo yang bikin gue galak! Gue mimpi apa ya semalem, pagi-pagi udah ketemu kunyuk kayak lo!"
"Mimpi ketemu pangeran tampan. Nah, mimpi lo sekarang kejadian, kan?"
"Jijik banget denger omongan lo barusan! Muka kayak gitu lo bilang tampan?"
"Makasih, lo juga cantik kok," ucap Dio yang bahkan tidak nyambung dengan pertanyaan Veve barusan.
"Cowok sinting! Yuk, Sa, kita pergi dari sini!" ucap Veve lalu menarik lengan Sasa. Namun dihalangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Prince ✓
Подростковая литератураMana yang akan kamu pilih? Orang yang mencintaimu atau orang yang kamu cintai? Terkadang Tuhan hanya menakdirkan untuk bertemu namun tidak untuk bersatu. Veve menyukai Rey, seorang cowok yang dingin dan cuek, namun perlakuannya manis bagaikan es kr...