Dio menguap lebar sambil berjalan memasuki rumahnya.
"Veve udah kamu pastiin masuk ke rumah, kan?" tanya Bundanya langsung saat melihat Dio masuk rumah.
"Udah kok, Bun. Dio ke kamar dulu ya, ngantuk."
"Iya, mimpi indah."
"Iya, Bunda juga."
🍦🍦🍦
Dio mengambil ponsel yang ia simpan di tasnya sejak tadi siang, namun,
Ia membelalakkan mata kaget saat melihat banyak notif yang masuk.50 panggilan tak terjawab.
20 pesan baru.Ia pun heran melihat ponselnya yang ramai pemberitahuan, pasalnya, ponsel Dio selalu sepi, hanya terkadang ada pesan dari operator kartu atau nomor tak dikenal yang minta pulsa.
Ponselnya sepi bukan berarti dia jomblo ngenes, namun, hanya orang yang benar-benar dekat dengan Dio yang tahu nomor telponnya.
Ponsel itu bergetar kembali, ada panggilan masuk dari Gara, tanpa buang waktu, ia langsung mengangkatnya.
"Halo?"
"Heh, Kunyuk! Darimana aja lo, gue telpon sama sms gak ada yang lo respon! Lo gak ngumpul? Hari ini Raka nantang lo balapan. Nih dia mau ngomong."
Tak lama, suara Raka terdengar di telinga Dio. "Halo, Dio."
"Apaan?"
"Lo nggak balapan? Gue nantangin lo."
"Ogah, gue mau pacaran," jawab Dio.
"Oh, gitu ya, sekarang udah punya pacar, temennya dilupain gitu aja."
"Emang lo temen gue?" tanya Dio lalu tertawa.
"Sialan, gue temen lo dari kecil, Bego! Amnesia lo?"
"Nah, justru itu, kan lo sendiri yang bilang kalau lo itu temen gue. Jadi ... Kita nggak boleh balapan, di balapan lo pasti bakal nikung gue, sebagai teman yang baik, kita dilarang saling menikung teman sendiri."
"Buset, lo ngomong apaan dah? Gue gak paham."
"Hanya orang berhati bersih yang bisa memahami perkataan gue."
"Bodolah. Nih hp lo, Dio lagi sarap otaknya. Dia nggak mau balapan, mau pacaran dia," ucap Raka yang sengaja dikeraskan lalu mengembalikan ponselnya Gara.
"Lo pacaran sama siapa?" tanya Gara.
"Sama bantal guling tertjintah, gue ngantuk."
"Astaga, gue kira lo udah jadian sama Veve."
"Belum."
"Kenapa? Dia belum jinak?" tanya Gara lalu tertawa keras.
"Shit! Lo kira Veve apaan?"
"Canda kali! Jadi kapan lo mau jadian sama dia?"
"Besok."
"Hah? Dio, lo gak lagi ngigau, kan?"
"Gak! Besok bantuin gue buat nembak dia." Dio mematikan sambungan telpon dan bergumam, "Besok waktunya beraksi."
🍦🍦🍦
Rey berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Ia berangkat lebih siang dari biasanya.
Rey melihat lapangan yang ramai, siswa dan siswi berada di pinggir lapangan.
"Kok pada di pinggir lapangan? Emang ada yang tanding basket pagi-pagi?"
Penasaran, Rey memutuskan untuk melihat.
Matanya mengernyit saat melihat Dio sedang berdiri membawa bunga mawar, lengkap dengan potnya.
"Tuh anak mau ngapain? Kebanyakan gaya amat, pengen famous?" pikir Rey tak suka.
Ia melihat dari arah yang berlawanan, Veve sedang digeret ke arah lapangan oleh gerombolannya Dio, yaitu Liam, Gara, dan Manu.
"Kok ada Veve juga?"
Ia mulai penasaran dan mulai maju mendekat untuk melihat lebih jelas.
Dio dan Veve sekarang telah berhadapan dan Gara memberi Dio sebuah toa.
"Cek, cek." Dio mencoba toanya. Ia Kemudian berdehem. "Ve, aku mau jujur sama kamu, tentang perasaanku," ucap Dio. Murid-murid yang mendengar pun bersorak.
"Hari pertama kita bertemu, aku sudah menaruh hati padamu, kejutekanmu telah menarik hatiku, wajah mengerutmu sering membuatku tertawa, hitam mawar tak sehitam arang, merahnya mawar ini tak semerah warna gincumu. Maukah kamu jadi pacarku?" ucap Dio. Ucapan perasaan Dio itu membuat siswa-siswi di sana tertawa, ungkapan perasaan Dio pada Veve sangatlah aneh.
Dio meletakkan toanya dan memberikan Veve bunga yang masih tertanam di pot.
Mereka bersorak kembali.
Terlihat, Dio sedang berbicara dengan Veve kembali, namun tanpa menggunakan toa. Murid-murid pun hanya bisa menatap penasaran ke arah mereka tanpa bisa mendengar suaranya.
"Mereka ngomongin apa? Dio diterima nggak ya?" pikir Rey.
Lalu ia melihat Dio memeluk Veve.
"Dio diterima sama Veve?" ucap Rey tak percaya. Ia merasa dihatinya ada perasaan yang aneh melihat Dio dan Veve yang resmi pacaran.
Suara tepuk tangan dan sorakan kembali menggema. Tak lama, suara bel masuk berbunyi, mereka semua berangsur bubar.
Rey mengembuskan napas kasar lalu pergi ke kelasnya.
🍦🍦🍦
Veve melotot saat Dio menembaknya di tengah lapangan seperti ini.
"Hari pertama kita bertemu, aku sudah menaruh hati padamu, kejutekanmu telah menarik hatiku, wajah mengerutmu sering membuatku tertawa, hitam mawar tak sehitam arang, merahnya mawar ini tak semerah warna gincumu. Maukah kamu jadi pacarku?" ucap Dio. Ucapan perasaan Dio itu membuat siswa-siswi di sana tertawa, ungkapan perasaan Dio pada Veve sangatlah aneh.
Veve melotot mendengar ucapan Dio.
"Jangan bingung kalau aku ngasih kamu bunga yang masih lengkap sama potnya, itu supaya nggak cepet layu dan bisa kamu rawat," ucap Dio tanpa toa.
"Dio, lo apa-apaan sih, ucapan lo barusan bikin gue malu tahu nggak! Gue nggak mau jadi pacar lo! Ini terlalu cepet. Dan satu lagi, jangan ngomong pakek aku-kamu, gue geli dengernya," ucap Veve pelan, namun Dio bisa mendengarnya, bagaimanapun, ia tak ingin membuat Dio malu.
Dio tiba-tiba memeluknya, suara tepuk tangan dan sorakan kembali menggema. Tak lama, suara bel masuk berbunyi, mereka semua berangsur bubar.
"Lo ngapain peluk gue! Anak-anak yang lain mikirnya gue sama lo udah jadian!"
"Gue tau lo bakal nolak gue, tapi apa lo lupa, gue nggak menerima penolakan. Lo sekarang milik gue, dan gue bakalan buat perasaan gue ini berbalas cinta juga dari lo. I love you, Ve."
Dio melepas pelukannya dan memberikan bunga tadi pada Veve.
"Gue belajar dulu ya sayang," ucap Dio lalu pergi meninggalkan Veve sendirian di lapangan.
"Shit! Sinting, gila, gesrek! Apa-apaan. Nembak gue, gue tolak, tapi dia nggak nerima penolakan, terus ngapain dia nembak gue gitu! Udah gue dikasih bunga lengkap sama potnya, gue ditinggal sendirian lagi!" gerutu Veve sambil menghentak-hentakkan kakinya.
Ia pun menuju ke kelas sambil membawa bunganya, beruntung pot itu kecil dan bentuknya lucu.
"Dasar pemaksa! Ini mah namanya bukan ditembak, tapi pemaksaan!"
🍦🍦🍦
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Prince ✓
Teen FictionMana yang akan kamu pilih? Orang yang mencintaimu atau orang yang kamu cintai? Terkadang Tuhan hanya menakdirkan untuk bertemu namun tidak untuk bersatu. Veve menyukai Rey, seorang cowok yang dingin dan cuek, namun perlakuannya manis bagaikan es kr...