Part belum direvisi
---
Bel pulang sekolah telah berbunyi, Veve pun segera berlari ke arah taman belakang sekolah, sesuai permintaan Dio yang akan memberikan kejutan padanya.
"Dio mana?" Pikir Veve saat tidak ada orang lain selain dirinya di taman belakang sekolah.
"Mungkin dia lagi perjalanan ke sini." Ucapnya lalu duduk di bangku.
Ia jadi teringat saat Rey berubah menjadi tidak cuek lagi dan saat Rey tidur di pangkuannya dulu.
"Ve." Panggil Dio dari arah sampingnya, namun Veve masih tetap melamun, lebih tepatnya memikirkan Rey.
Ide jahil pun muncul di otak Dio.
"Ve!" Teriak Dio sambil menepuk pundak Veve.
"Eh, setan!" Pekik Veve kaget.
Dio tertawa keras. "Dasar tukang ngelamun." Ucapnya lalu mengacak rambut Veve.
"Dasar tukang ngagetin!" Ucap Veve kesal.
Dio tertawa lagi.
"Jangan ketawa mulu ih! Lama-lama kayak mbak kunti loh!" Kesal Veve.
"Iya, mbak kuntinya mirip Veve." Sahut Dio lalu tertawa lagi.
Veve melotot, "Kamu bandingin aku sama kunti?"
"Enggak kok, aku cuman bilang kamu mirip sama mbak kunti."
Veve mendengus lalu menoleh ke kanan, memalingkan wajahnya dari Dio yang duduk di sebelah kiri.
"Ve," Panggil Dio.
"Hmm."
"Noleh ke aku sebentar kali." Ucap Dio.
"Nggak mau!"
"Ve...." Rengek Dio.
Veve yang kesal menoleh, "Apa-" Ucapan Veve menggantung saat melihat sebuah boneka besar di hadapannya. "Dio.." Panggil Veve senang.
"Iya sayang?" Dio muncul dari balik boneka. "Suka?" Tanyanya.
"Nggak." Jawab Veve, namun ia mengangguk, bukannya menggeleng.
"Ngomongnya gak suka tapi ngangguk. Yaudah, biar tak kasihin ke-"
"Suka kok!" Potong Veve, merampas boneka dari Dio lalu memeluknya.
"Kok bonekanya aja yang dipeluk? Yang ngasih nggak dipeluk juga?" Tanya Dio menggoda sambil menaik turunkan alisnya.
"Modus!"
"Sekali-kali modus gak apa-apa kali, Ve."
"Kata siapa?"
"Kata pacarnya Veve." Ucap Dio lalu memeluk Veve yang sedang memeluk boneka, boneka menjadi penghalang Dio untuk memeluk tubuh Veve.
Veve menginjak kaki Dio. "Lepasin!"
Dio melepaskan pelukannya lalu merogoh saku mencari ponsel, namun tak menemukannya.
"Ngapain sih?" Tanya Veve.
"Hp aku ketinggalan di laci meja kayaknya." Ucap Dio sambil menggaruk tengkuknya.
"Dasar! Ambil sana." Suruh Veve.
Dio mengangguk. "Bentar ya." Ucapnya lalu berlari.Veve memeluk erat boneka pemberian Dio dan menyembunyikan wajahnya di boneka itu.
Tak lama kemudian, ia merasa ada yang melemparinya dengan botol dari arah kanan.
Ia pun melihat siap pelakunya, ia adalah Sherly.
Dengan geram, ia pun berdiri, meletakkan boneka, mencopot sandal jepitnya lalu melempar ke arah Sherly.
Saat sandal jepit itu tepat mengenai wajah Sherly, Veve pun tertawa penuh kemenangan. "Rasain lo!"
Veve yang masih geram pun mencopot sandal jepit satunya. "Lemparan maut!" Pekiknya lalu melemparkannya lagi namun meleset dan mengenai Rey yang sedang kebetulan sedang berjalan melewati Sherly.
Veve melotot dan menutup mulutnya. Sedangkan Sherly tertawa meremehkan.
"Mampus lo! Kena orang lain, Ve!" Teriak Sherly dan berlalu.
Rey sedang mengelus kepalanya yang terkena lemparan maut dari Veve. Ia menatap sandal jepit Veve lalu menatap pemiliknya.
Veve pun duduk dan memeluk bonekanya, berpura-pura tak melihat Rey dan tak melakukan apa-apa.
"Nih." Rey memberikan sandal jepit kepada pemiliknya.
Veve melihat ke arah Rey, merampas sandal jepit dari Rey lalu memakainya.
"Makasih." Ucap Veve tanpa memandang Rey.
"Sama-sama, Veve Abigail Claretta." Jawab Rey dan berlalu.
Veve memberanikan dirinya untuk melihat ke arah Rey, ia melihat Rey yang berjalan semakin menjauh.
"Ve," Seseorang menepuk pundak Veve.
"Eh, iya, Rey." Karena spontan, ia pun mengucapkan nama orang yang ia lihat barusan. Veve langsung menutup mulutnya melihat Dio.
"Maaf, aku nggak bermaksud manggil kamu gitu, itu spontan. Aku bisa jelasin kenapa aku manggil kamu gitu." Ucap Veve merasa bersalah.
Ia tersenyum lalu duduk di samping Veve. "Jelasin kenapa."
"Jadi, tadi itu Kak Sherly lempar aku pakek botol, terus aku bales dia, aku nglemparin Kak Sherly pakek sandal jepit aku, lemparan pertama kena wajahnya, aku belum puas, jadi aku lemparin pasangannya, eh malah salah sasaran dan kena Rey. Terus dia ke sini ngasihin sandal jepit ini," Veve menunjukkan sandal yang ia pakai.
"Aku bilang makasih tapi nggak liat wajahnya, terus pas dia pergi aku baru berani liat Rey. Eh, pas liat Rey kamu ngagetin aku." Jelas Veve.
"Oh,"
"Kamu nggak marah, kan?" Tanya Veve.
"Aku nggak marah, tapi, justru aku pengen ketawa." Jawan Dio.
"Kok ketawa? Kenapa?"
"Kamu pakek sandal cuman satu, nggak ada pasangannya."
Veve pun melihat ke arah kakinya.
"Oiya, kan yang satunya tak buat nglempar Kak Sherly." Gumam Veve.
Dio yang mendengarnya berjongkok di depan Veve. "Naik." Suruhnya.
"Hah? Ngapain?"
"Main kuda-kudaan. Ya buat nggendong kamulah! Kamu mau jalan pakek sandal cuman 1 gitu?"
"Ya enggak."
"Ya udah naik." Suruh Dio.
"Tapi aku berat loh." Ucap Veve.
"Masih beratan semen 1 karung." Gurau Dio membuat Veve mencebik kesal.
Ia pun naik ke punggung Dio, tangan kanannya ia gunakan untuk berpegangan pada Dio, dan tangan kirinya memeluk boneka dari Dio.
**********
Tbc~
Jangan tanya kenapa aku baru update. Karena jawabannya,
1. Aku lagi USBN, belum selesai tapi aku hari ini usahain buat update.
2. Males gara-gara wattpadku error, gak bisa liat comment di chapter sebelumnya, padahal, comment itu adalah mood booster buat ngetik 😳
Cukup sekian, jangan lupa tetep comment ya 😉
#20-03-2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Prince ✓
Teen FictionMana yang akan kamu pilih? Orang yang mencintaimu atau orang yang kamu cintai? Terkadang Tuhan hanya menakdirkan untuk bertemu namun tidak untuk bersatu. Veve menyukai Rey, seorang cowok yang dingin dan cuek, namun perlakuannya manis bagaikan es kr...