"Aku"
Lelaki itu langsung saja berdiri di dekat sang pemberi pertanyaan, dengan setelan kaos berwarna biru dan celana jeans, kulitnya terlihat semakin putih lengkap dengan hidung mancung tanpa shading miliknya.
Sempurna! Mataku seakan tak ingin beralih darinya, lelaki itu terlihat gusar tapi tetap dengan pandangan kedepan yang aku yakin akan melelehkan mata para wanita di kampus ini.
"Aku yang ngelempar. Kenapa? Gak suka?" Lanjut lelaki itu.
"Danta!" Teriak seorang lelaki lain dengan nada tinggi.
"Iya! Danta!" Sahutnya tak kalah tinggi.
Apa yang sedang terjadi? Mengapa danta marah? Dan kenapa lelaki ini? Insiden ini?
"Ada apa sih ra?" Bisikku pada ara.
"Gak tau juga lex." Ara menggeleng pelan.
Kami masih berdiri di tempat yang sama, melihat kekacauan yang di akibatkan danta, berusaha memahami apa yang terjadi, meski sudah beberapa menit dan kami tak paham juga.
"Sekali lagi ini terjadi, urusanmu sama aku!" Danta menarik kerah baju lelaki itu dan berbisik mengancam.
"Dann.. udah udah dan.." beberapa orang mulai berusaha melerai keduanya.
Matanya tajam tak berkedip, ia terlihat tenang meski sedang marah, tangannya mengepal, dan tubuhnya tegap. Danta memang terkenal di kampus ini, lelaki tampan yang hampir saja mendekati sempurna.
"Kamu gapapa?" Tanyanya sembari menghampiri seorang gadis.
Gadis itu hanya mengangguk tanpa suara, matanya berbinar, terlihat hampir saja setetes air mata jatuh di pelupuk matanya, ia menghela nafas lega seketika danta meninggalkannya.
"Siapa dia?" Tanyaku pada ara.
"Entahlah, aku juga gak kenal." Jawabnya.
Kerumunan orang yang sedaritadi ada di tempat itu, kini bubar satu per satu, kecuali aku dan ara yang masih berselimut penasaran.
"Heiii.." aku berusaha menghentikan gadis itu yang akan berlari meninggalkan kami.
"Iya?" Ia berhenti sejenak.
"Namamu siapa?"
"E.. ee.. erika.." jawabnya.
***
Suasana kantin yang ramai, hanya dalam kurun waktu tak lebih dari sejam, kami sudah mulai akrab dengan erika, gadis dalam insiden tadi. Kami duduk di kursi-kursi kantin, memesan masing-masing semangkuk bakso lengkap dengan teh dinginnya.
"Ohh jadi gitu?" Aku mengangguk-angguk mendengar cerita erika.
"Iya.. ja.. jadi.. dann.. danta itu yang.. yang menolongku.."
Gadis ini selalu terbata-bata saat berbicara, ia gagap. Dan itulah yang membuat pria tadi selalu menghinanya. Danta lah yang membelanya tiap kali ia terkena bullyan, kurang lebih begitu ceritanya.
"Terus kamu bisa kenal danta darimana?" Ara semakin penasaran.
"Aku.. aku.. gak ke.. kenal kak dan.. danta.. kami jar.. jarang berbicara.. kak.. kak danta cuman dat.. datang kalo aku lagi.. lagi.. di bully.." erika tersenyum saat berhasil menyelesaikan kalimatnya.
"Jadi kalian sama sekali gak pernah ngobrol?" Tanyaku memastikan.
"Enggakkk.."
Suasana hening sesaat, pesanan kami pun sudah siap di antar, satu persatu mulai sibuk dengan sendok dan garpunya. Pandanganku mulai menerawang jauh, danta membuat keributan hanya untuk membela seorang gadis yang bahkan tidak mengenalnya secara personal, untuk tampilannya yang sempurna, ia tergolong manusia baik bagiku.
"Tuh kan mulai ngelamun lagi!" Ara mengagetkanku.
"Mikirin danta?" Lanjutnya menderaku dengan pertanyaan.
"Bukan dantanya, tapi sifatnya. Ada ya orang sebaik itu?" Aku memejamkan mata sejenak.
"Kakk.. kak danta emang.. emang baik kok.."
Aku masih tersenyum, sebenarnya permasalahan gadis ini lebih pelik dariku, aku hanya korban bully karena badanku yang over! Tapi gadis ini, ia bahkan tidak akan bisa menjawab bullyan yang ditujukan padanya. Bagaimana tidak? Ia butuh waktu dua kali lipat hanya untuk mengucap satu kalimat.
"Yaudah makan." Ara menarik tanganku untuk menyentuh sendok.
"Iya-iya."
Makan, makan, dan makan. Entah akan segendut apa tubuh ini nantinya, tapi melihat erika, aku jadi bersyukur, erika saja masih bisa tersenyum dengan keadannya, kenapa aku terus mengeluh?
"Hffttt" aku menghela nafas sekali lagi.
"Enak ya baksonya?" Tanya ara membuka obrolan.
"E.. enak.."
Erika masih lahap dengan bola-bola dagingnya, dan ara juga demikian, sedangkan aku masih berkutat dengan pikiranku, sesekali melahap dengan lamban bakso di hadapanku, atau meminum teh dingin yang telah ku pesan, agar kedua orang ini tidak mencurigaiku, karena ara adalah orang pertama yang pasti tidak akan suka saat aku memikirkan beban bullyanku.
"Gimana ya ra caranya bisa jadi kurus?"
"Uhukkkkk" sepertinya ara tersedak.
"Kamu bilang apa barusan?"
"Gimana caranya biar jadi kurus?" Ulangku sekali lagi.
Ara menggaruk-garuk kepalanya, matanya memicing sebelah sambil bibirnya menahan tawa.
"Kenapa sih malah ketawa?" Tanyaku.
"Hahhaa.. enggak, lucu aja." Jawabnya.
"Kalo kamu pengen kurus, aku tau caranya, tapi ada resikonya. Mau?"
"Apa emang resikonya?"
Ara tak langsung menjawab pertanyaanku, ia terus memandangku dengan tatapan mencurigakan, sedangkan erika hanya menghias bibirnya dengan senyum manis.
"Resikonya adalah kamu akan menjadi sangat cantik, dan mungkin bakalan ada banyak fans baru di hidupmu. Dan itu menyulitkan." Jawab ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Danta
RomanceJatuh cinta? Bukankah hal yang wajar? Tapi bagaimana dengan orang yang jatuh cinta untuk pertama kali? Lalu berfikir bahwa cinta yang ia miliki benar-benar salah? Perjalanan alexis begitu terjal untuk membahagiakan danta, meski harus membagi cintany...