BAB 11 - Sekali lagi.

506 26 0
                                    

Kampus suntuk hari ini, bisa bertahan seharian di dalamnya adalah anugrah bagiku, aku sudah melangkahkan kakiku beberapa menit yang lalu, dan bahkan aku sekarang sudah berdiri di tempat gym langganan ara. Paket gymku masih tersisa disini, aku bukan tipe penggemar olahraga sebenarnya, tapi sebagian orang bilang berolahraga bisa membuat stress menghilang.

"Loh? Alexis, kemana ara?" Seorang pelatih menanyaiku.

"Ara...."

Aku menundukkan pandanganku, setiap kali aku melangkah mengapa pertanyaan tentang ara selalu saja membuntutiku, dengan sedikit berat ku ceritakan kepergian sahabatku itu. Airmata tak pernah bisa ku kendalikan saat menceritakan tentangnya.

"Tenang aja lexis, ara pasti udah bahagia disana. Yaudah kamu mulai jadwalmu aja, aku tinggal dulu ya."

Aku menganggukkan kepala, setelahnya tanganku dengan sigap mengeluarkan semua perlengkapan tempur yang di berikan oleh ara, obat diet dan kertas jadwal. Aku akan memulainya lagi hari ini. Diet untuk menjadi seksi.

"Jangan sentuh!!" Seseorang menahan tanganku saat aku akan meminum kapsul dietku.

"Danta.."

Kenapa lelaki ini ada dimana-mana? Tangannya masih menyentuh tanganku dengan kuat, dan aku hanya menatapnya dengan pandangan kosong.

Prak!!

Ia membuang botol dan jadwalku tanpa bertanya lebih dulu, kapsul yang berceceran itu di injaknya hingga hancur. Tak ada yang kupikirkan saat itu, selain nominal uang yang ku gunakan untuk membelinya.

"Dan.. apa maksudnmu?" Amarahku sudah di ujung kepala.

Lelaki itu tak bersuara, ia hanya menarik tanganku meninggalkan lokasi.

****

Brak!

Suara mobil yang di tutup kencang, wajah danta terlihat amat muram, memerah karena marah, dan aku tak berani mengucapkan satu kata bantahan pun.

"Kamu mau masuk rumah sakit lagi?" Danta tak menatapku sama sekali.

"Enggak." Tundukku.

"Kamu inget kan kejadian terakhir pas kamu masuk rumah sakit? Itu karena apa?"

"Diet.."

Suasana menjadi hening, danta melajukan mobilnya di antara truk-truk besar, sesekali menekan klaksonnya jika sesuatu yang tak benar ada di hadapannya.

"Mulai hari ini, aku yang bakal awasin semua kegiatanmu."

Hah? Apa ini?
Kenapa begitu? Bisakah aku berteriak minta tolong? Apa ini tidak akan menimbulkan masalah antara aku dan vanya?

"Aku salah denger?" Tanyaku masih tak percaya.

"Enggak. Aku gak mau kamu kenapa-napa." Danta menghentikan mobilnya.

"Meski kamu minta aku pergi, aku gak pernah bisa lakuin itu. Meski kamu perduli sama kata-kata orang tentang keakraban kita, tapi aku gak perduli." Lanjutnya menenangkanku.

"Tapi danta? Mereka bilang....."

"Mereka! Mereka! Mereka! Kenapa kamu selalu perduli omongan mereka? Sesekali egois dong! Kapan kamu bahagia kalo kamu terus perduliin omongan mereka?" Bentaknya padaku.

Danta terlihat sangat emosional, apa tepat aku bertanya pandangan vanya? Kurasa tidak, biar saja ku simpan pertanyaanku dan menyetujui semua kalimatnya.

"Aku gak perduli kok, kamu gendut, kamu cupu, atau apapun. Aku tetep bakal nemenin kamu, kapanpun."

Tiba-tiba saja jemari danta meraih tangan kananku, jari kami menelusup tanpa disadari, mobil itu melaju tapi tak ku hiraukan, pandanganku hanya tertuju ke satu arah, danta..

"Alexis.." suaranya lembut.

Sesekali ia membuat pipiku merona dengan pandangannya, tapi berikutnya ia perhatikan jalanan yang gersang agar mobil ini tak sampai salah jalur. Pikiranku kacau, aku menggenggam tangan pacar orang lain, apa ini pantas? Meski hanya pertemanan?

"Bisakah kita berhenti perduli tentang orang lain?"

Seiring kalimat danta, jantungku semakin berdegup kencang, aku tak pernah merasakan ini sebelumnya, perasaan apa ini? Ingin rasanya ku sobek dadaku dan melihat apa isi di dalamnya sehingga jantungku berdetak tak beraturan.

"Aku malu dan.. aku takut kamu minder karena temenan sama aku." Aku memejamkan mataku tak berani menunggu reaksinya.

Cupppp..
Sebuah kecupan mendarat di keningku.

"Siapa yang berdua denganmu? Aku atau mereka?" Tanya danta.

Ya jantung, tolong jangan seperti ini. Jika terus mengencang, danta bisa saja mendengar detakanmu yang payah.

"Kamu" sahutku.

"Jadi? Apa urusannya sama mereka?"

"Gak ada." Aku menelan ludahku menanggalkan rasa gugup.

Genggaman tangan danta ku rasa semakin erat, laju mobilnya juga tiba-toba berhenti di sudut jalan setelah memasuki portal perumahan kami, stir bundar itu tak lagi ia sentuh, tubuhnya semakin mendekat membuat tanganku bergetar perlahan.

"Dantaaaa.."

Dalam beberapa menit tubuh danta sudah menempel begitu saja pada tubuhku, jantungnya terdengar lebih kencang dari milikku, kenapa jantung danta berdetak sekencang ini?"
Ia tak mengucapkan apapun, pelukannya hangat, tangannya melingkar di punggungku sedangkan kepalanya berada nyaman di bahuku.

"Bisa kita mengulang semuanya?" Bisiknya.

Mataku terpejam, danta meletakkan wajahnya tepat dihadapanku kini, hidung mancungnya mencoba mengadu hidungku, mungkin jantungku sudah bergeser dari tempatnya..

"Dan.. jang.."

Kalimatku terbata, terlambat. Ciuman pertamaku, oleh kekasih orang lain.. jangan membuatku lebih berat lagi danta, kumohon..

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang