BAB 4 - Hospital

649 27 2
                                    

Seminggu sudah aku menjalankan rutinitas harianku, makan dengan sayur dan buah, dijam makan yang terbatas dan juga berolahraga ditambah minum kapsul pelangsing pemberian ara.

"Apa aku udah kurusan?"

Aku bercermin di depan almari besar kamarku, kurasakan lubang ikat pinggangku mengencil 1 buah, apa itu artinya aku sukses?

Bip.. bip..
Suara dering ponselku, foto ara terpampang jelas di layar ponsel, ara memanggilku lewat sambungan telepon..

"Ya ra?" Aku langsung meletakkan ponsel tepat di daun telingaku.

"Aku di depan rumahmu, ayo kita jalan-jalan pagi."

"Hah?"

Sunday morning, memang kebiasaan kami adalah jalan-jalan pagi, mencari udara segar sebelum mesin mobil mencemarkan semuanya di siang hari.

Kriet!! Aku membuka daun pintu rumahku. Telihat sosok ara berdiri tepat di hadapanku, tapi hanya punggunya karena ia membelakangiku.

"Ara?" Gadis itu langsung berbalik dan tersenyum lebar.

"Lexis. Ayo kita jalan" ia menggandengku keluar rumah.

Komplek perumahanku cukup dekat dengan kampus, juga beberapa lokasi strategis lainnya, jalanannya yang sepi cukup membuat kami bisa berjalan-jalan di sekitarnya untuk menguras keringat.

"Danta!" Batinku berteriak, mataku membelalak.

"Danta!" Kali ini ara yang bersuara.

Kenapa dia lagi? Belum jauh dari rumah, kami sudah bertemu dengannya lagi. Kenapa lelaki ini ada di sekitar rumahku?

"Hei danta, kita ketemu lagi. Kayaknya kita jodoh ya Hahahaha.." ara memulai aksi genitnya.

"Iya nih ra. Kayaknya kita jodoh deh hahaha.."

Biarkan saja dua makhluk tuhan itu saling bercengkrama, menanyakan hal-hal klasik untuk mengakrabkan diri.

"Rumahku gak jauh kok dari sini." Ucap danta.

Samar-samar obrolan itu mulai terdengar sangat pelan, matahari terik mulai bersinar membuatku basah oleh peluh..

***
"Alexis.. alexis.." suara itu terdengar begitu lembut.

"Mama?" Aku membuka mataku perlahan-lahan.

"Are you okay darling?

Aku hanya mengangguk pelan, sepertinya tadi aku ada di sekitar rumah untuk berjalan-jalan, aku hanya mengingat panas matahari berhasil membuatku berkeringat, selebihnya aku tidak ingat.

"Tadi kamu pingsan, dan ara yang membawamu kesini." Mata mama berbinar.

"Im okay mom, mungkin lexis cuma kecapekan aja." Usahaku menenangkan.

"Kata dokter, kamu kena maag, itu karena tubuh kamu kaget dengan perubahan pola makan dan sebagainya." Jelas mama.

"Mama tebus obat dulu, ara masih beli makan, papa udah ke kantor, dan kakak juga udah pergi kerja. Lexis jaga diri, mama gak lama"

Mama mengecup keningku sebelum akhirnya melangkahkan kaki membuka pintu kamar rumah sakit.

"Danta?"

"Hei" lelaki itu melangkahkan kakinya memasuki ruanganku.

"Daritadi berdiri disana?" Aku melirik ke arah depan pintu.

"Iya, aku nunggu mamamu pergi dulu." Ia masih tersenyum lembut.

"Ini untukmu."

Buket mawar putih. Ini terlalu berlebihan bukan? Aku hanya sakit maag saja, dan ia membeli ini? Kapan ia membelinya?

"Tadi aku beli di depan."

"Kamu bisa baca pikiran orang?"

"Ah, enggak."

Aku mengernyitkan keningku, mungkin hanya kebetulan saja jawabannya sesuai dengan apa yang aku pikirkan. Aku tertegun, mengapa ruangan ini sepi sekali? Ini kali pertama aku berdua saja dengan lawan jenis. Spada! Ada orang?

"Btw, terimakasih bunganya."

"Sama-sama."

Terus apalagi nih? Harus ngomong apa saat obrolan terputus?

"Kalo kamu mau pulang, gapapa pulang aja. Nanti ada ara kesini." Lanjutku sekenanya.

"Apa aku di usir?"

"Eh, enggak.. maksudnya gak gitu."

"Hstttt.." jari telunjuk lelaki itu tiba-tiba saja mendarat di permukaan bibirku.

"Kalo terlalu berisik, ruangan sebelah bisa mendengarkan teriakanmu." Lanjutnya dengan intonasi lembut.

Mataku tak bisa beralih darinya, begitu juga ia yang terus memandangiku tanpa berkedip, telunjuknya masih setia di atas bibirku, dan tanganku masih setia memeluk bunganya. Aku diam mematung, begitupun dengan lelaki ini.

"Aku minta maaf untuk kemarin." Lelaki itu melepaskan pandangannya.

"Kemarin apa?"

"Kejadian di gym, maksudku cuma bercanda. Tapi kayaknya kamu tersinggung."

"Tersinggung?" Apa maksudnya? Gumamku dalam hati.

"Saat aku bilang, buat apa badan dibesar-besarin? Bahaya penyakit, itu."

Aku mengangguk perlahan, bagaimana bisa dia tau aku tersinggung di bagian itu?

"Tidak.. aku.." aku masih menggantung kalimatku.

"Aku tau kamu pasti tersinggung, aku cuman pengen bercanda aja, tapi kadang aku gatau caranya." Lelaki itu masih menatapku dengan mata sayunya.

"Apa kamu gak pernah bercanda?" Tanyaku polos.

"Enggak." Danta menggeleng.

Aku masih terdiam di posisiku, sedang danta sudah perlahan berjalan ke arah jendela, menatap gedung-gedung yang menjulang tinggi, tangannya ia masukkan ke saku celana, badannya tegak berdiri sembari sesekali terdengar nafas panjang dari dirinya.

"Aku.." danta memulai kembali percakapan kami.

"Alexis." Ara membuka pintu kamar sehingga kalimat itu tak selesai.

"Danta? Kamu masih disini?" Tanyanya langsung menyelidik danta.

"Iya, mamanya alexis turun ambil obat, jadi aku nemenin alexis disini." Jawabnya.

Aku? Aku apa danta? Apa yang ingin di ceritakan oleh danta?

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang